Lihat ke Halaman Asli

Rahman Arifin

Guru SMPN 1 CILIMUS

Hantu Cikalong

Diperbarui: 12 November 2022   06:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

HANTU CIKALONG

Karya Rahman Arifin

Kampung Ciabot terletak di ujung desa, entah ada kaitannya dengan perjuangan untuk mendapatkan air yang begitu berat bagi penduduknya atau tidak. Untuk mendapatkan air untuk keperluan memasak, mencuci, dan keperluan lainnya kami penduduk kampung Ciabot harus mengambil jauh dilembah yang bernama Cikalong.

Pada waktu itu rata rata penduduk tidak mempunyai sumur pribadi apalagi air berlangganan PAM. Terpaksa meskipun letaknya jauh kami harus pulang pergi ke Cikalong untuk memenuhi kebutuhan air tersebut. Biasanya ibu ibu mengambil air menggunakan buyung atau ceret, bapak bapak biasanya menanggung air menggunakan rancatan yang diujung ujungnya digantung ember, langseng atau seeng, sementara anak anak biasanya menjinjing air menggunakan kompan atau ember kecil.

Perjalanan ke Cikalong dari kampung kami harus melalui kebun penduduk, hutan bambu dan hutan lebat kurang lebih jaraknya ada 3 km. Jalan yang dilalui adalah jalan setapak yang lumayan curam. Ketika berangkat kami akan menuruni bukit dan sebaliknya kalau pulang kami akan menaiki bukit. Perjalanan yang lumayan melelahkan. Tapi itu semuanya harus kami jalani setiap hari.

Di Cikalong ada beberapa pancuran yang airnya ngagolontor dan sangat jernih. Saking jernihnya kami berani untuk meminumnya langsung. Dan rasanya begitu segar. Kalau menurut iklan salah satu merek air kemasan, "Ada manis-manisnya!"

Paling atas ada pancuran Aki Sukaedi dan ini merupakan pancuran faporit karena tempatnya bersih dan nyaman, kemudian pancuran Mang Trisno, pancuran Mang Maeji,  pancuran Mang Een dan pancuran Bapa Bedi. Pancuran Aki Sukaedi, Mang Trisno dan Mang Een ada balongnya. Sementara pancuran Bapa Bedi dan pancuran Mang Maeji tidak ada balongnya. Balong balong tersebut biasanya ditanami ikan yang dipanen setiap lebaran.

Suasana di Cikalong mulai ramai mulai jam 5 pagi atau setelah subuh. Anak anak biasanya mandi sebelum mereka berangkat sekolah. Baju ganti seragam kebanggaan merah putih juga biasanya langsung dibawa ke Cikalong. Kalau anak anak sudah berangkat sekolah Ibu ibu mencuci baju, mandi dan mencuci perabotan. Nanti ramai lagi pas waktu dzuhur dan menjelang Ashar, setelah itu suasana di Cilakong akan sepi.

Di salah satu sumber mata air yaitu di pancuran Mang Trisno, tumbuh pohon besar menjulang tinggi dan dari sela sela akarnya keluar air yang sangat bening, mengalir tiada henti. Kami menyebutnya pohon Beurih. Kalau masanya berbunga, kami anak-anak biasanya berlomba menerbangkan bunga Beurih kering itu ke atas kemudian bunga itu akan turun bagaikan baling baling atau kami menyebutnya kolecer, semakin lama jatuhnya bunga itu maka yang punya bunga itu  akan dinyatakan sebagai pemenang. Dan kamipun akan tertawa riang menyambut bunga Beurih masing masing.

Kalau musim buah limus biasanya kami juga suka berburu buah limus atau mulungan buah limus. Buahnya bulat hijau kekuningan, berserat dan harum, ada yang manis tapi banyak juga yang asem. Kalau yang mentah biasanya kami rujak. Tapi kami harus hati hati jangan sampai terkena getahnya, kalau kena getah limus biasanya bibir kita akan kebakar memerah dan tentunya sakit, kami menyebutnya keulat buah limus.

Kebahagiaan kami yang lain adalah mencari kepiting, mencari berenyit atau impun dan mencari tutut dan remis di selokan. Kepiting biasanya akan kami berikan untuk bebek, kalau berenyit (ikan wader) biasanya kami pais atau pepes, tutut dan remis biasanya kami sop.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline