Lihat ke Halaman Asli

Relasi Antara Agama dan Politik

Diperbarui: 8 Maret 2020   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Relasi Antara Agama Dan Politik

            Dalam kehidupan kita sehari-hari tentunya sudah tidak asing lagi dengan kata agama dan politik. Tak terhitung lagi artikel maupun buku buku yang memperbincangkan tentang agama dan politik. Isu ini sering menjadi topik diskusi yang masih mencari titik temu. Bagaimana relasi antara agama dan politik dari masa ke masa. Dalam artikel ini akan saya paparkan sedikit tentang apa itu agama dan politik.

            Yang awalnya dalam dunia kesejarahan dari abad ke abad terdapat kutipan bahwa politik dilahirkan oleh agama. Jejaring kekuasaan merupakan misi Rasul Tuhan dengan agama yang dibawa, serta dalam menyebarkan dan mewujudkan dokrinnya. Hingga disimpulkan bahwa agama mesti memiliki kekuasaan politik. Dapat kita tela’ah pada kisah nabi Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad yang menyebarkan agama melalui kekuasaan politik. Umat pada masa itu sangat menghormati pimpinannya dan secara otomatis mereka ikut dalam ajaran nabi tersebut. Meskipun tidak semuanya setuju pada ajaran agama, seringkali nabi mendapatkan masalah dalam kekuasaan politik ini.

            Setelah nabi Muhammad SAW. pindah ke Madinah, beliau pernah menyusun kontrak sosial politik yang disebut dengan nama “Piagam Madinah”. Di dalamnya memuat aspek-aspek kehidupan, baik tentang keberagaman maupun soal kebijakan politik mengatur masyarakat yang plural. Akan tetapi, sekarang bagaimana ajaran-ajaran Islam mampu terimplikasikan dalam segala persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Nabi juga memiliki warisan yaitu komunitas politik religius yang berpusat di Madinah, yang harus selalu dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Hal tersebut sudah cukup logis dan historis bahwa politik dari zaman Rasulullah SAW. ada hubungannya dengan agama.

            Dalam memperbincangkan relasi agama dan politik ini, terdapat dua arus pemikiran yang mendasar. Pertama, pemikiran yang menyatakan bahwa ajaran Islam merupakan ajaran yang bersifat universal. Islam dianggap sesuatu yang lebih dari sekedar sebuah agama, tetapi mencakup semua aspek kehidupan termasuk didalamnya yaitu al-Islam dinun wa daulah. Kedua, ada yang berpendapat bahwa tidak ada bukti jelas mengenai ajaran islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. mengharuskan orang islam untuk mendirikan negara Islam.

            Agama adalah candu bagi masyarakat (religion is opium for public) yang dikatakan oleh Karl Marx (1886). Agama merupakan sebentuk dari sentimen pribadi yang dibentuk dari sebuah proses relasi sosial yang rigid. Hal itulah yang memungkinkan proses transenden dalam pemaknaan agama dikreasi untuk memenuhi kepentingan pribadi maupun kelompok. 

            Presiden Mesir pernah mengatakan “Jika agama dicampur dengan politik, maka politiknya rusak. Jika politik dicampur dengan agama, maka agamanya rusak.” Hal ini mennggambarakan seakan-akan agama dan politik bertolak belakang. Kenapa? Karena agama itu  mengajak kita kepada kemaslahatan dan mendekatkan diri kita kepada yang maha kuasa. Sedangkan sebagian politisi dalam kenyataannya bertolak belakang dengan agama. Jadi tidak perlu memasukkan agama dalam politik dan tidak perlu memasukkan politik dalam agama. Bisa jadi ada orang atau politisi yang menggunakan agama untuk meraih kepentingan politiknya, meraih kekuasaan yang di damba-dambakannya. Jika sudah seperti itu, maka itu tidak benar. Parahnya, hal ini sudah kerap terjadi di negeri ini, bahkan di negeri manapun, hal serupa sering terjadi. Mereka cenderung melakukan berbagai cara untuk meraih tujuan politiknya, bahkan menghalalkan berbagai cara dengan medium apapun termasuk agama yang sangat mudah dijadikan perantara dan mudah di tafsirkan bermacam-macam. Karena agama seringkali dikaitkan dalam permasalahan, maka dari sisi agama ada yang mengatakan “Hati-hati dengan politik, politik itu candu.”

            Dengan pernyataan dari presiden Mesir tersebut, apakah agama dan politik bisa beriringan? Dalam kalangan pemuka agama menjelaskan, islam tidak bertentangan dengan politik, bahkan di dalam ajaran islam terdapat politik. Tetapi dalam pengertian politik yang sesuai dengan syariat agama. Di sisi lain, politik dalam kehidupan sekarang seringkali bertentangan dengan langkah-langkah ajaran agama. Inilah alasan kenapa masyarakat menganggap bahwa agama bertentangan dengan politik yang padahal tidak.

            Sebagai contoh politik uang atau politik perut. Politik uang adalah salah satu siasat yang digunakan calon legislatif untuk meraih tujuannya. Suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang, baik menggunakan uang, barang sembako, maupun barang lainnya. Politik uang ini merupakan sebuah pelanggaran dalam kampanye. Umumnya dilakukan oleh kader, pengurus partai politik menjelang pemilihan umum. Dasar hukum dari pelanggaran tersebut adalah pasal 73 ayat 3 Undang-Undang No. 3 tahun 1999 yang berbunyi : “Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.”

             Kabar terkini yang terjadi di negeri kita sendiri adalah permasalah politik uang yang terjadi pada tahun pilkada yaitu tahun 2019 kemarin. Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM pernah merilis hasil penelitian tentang politik uang dalam Pemilu 2019. Terdapat 3 objek yang diteliti mengenai isu tersebut. Salah satunya, survei pemilih terhadap politik uang. Pertama, adalah faktor politik. Politik uang ini terjadi karena calon legislatif ingin menang tetapi tidak memiliki program. Kedua, yakni faktor hukum, lemahnya regulasi politik uang pada pemilihan umun menjadi sebuah perbandingan, karena pada pilkada, pemberi maupun penerima politik uang sama sama mendapatkan sanksi. Sedangkan pada pemilihan umum sekarang, hanya pemberinya yang mendapatkan sanksi. Yang ketiga, adalah faktor budaya, kebiasaan masyarakat yaitu jika ada pemberian maka harus diterima dan tidak pantas untuk ditolak. Sehingga politisi masa kini, memanfaatkan itu semua.

            Selain politik uang yang terjadi dari masa ke masa, terdapat juga gerakan radikal. Indonesia, melakukan penolakan terhadap gerakan radikal tersebut. Yang ditunjukkan melalui keengganan mereka berjuang melalui sistem partai politik (parpol). Bagi mereka, keterlibatan dalam sistem partai politik berarti mereka melegitimasi sistem demokrasi yang mereka tolak. Konsekuensinya adalah program amar ma’ruf nahi munkar yang dijalankan mereka tidak bisa disuarakan melalui jalur-jalaur politik formal, seperti melalui media sosial-kemasyarakatan seperti internet, tabloid dan kajian-kajian yang ada dikalangan mereka. Dalam menjalankan aksi amar ma’ruf nahi munkar, kelompok radikal ekstrem tidak segan-segan melakukan cara-cara kekerasan seperti penghancuran fasilitas, penyisiran tempat-tempat hiburan, penutupan paksa dan sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline