Lihat ke Halaman Asli

Racun Lebah Dapat Menjadi Alat Pendeteksi Bom

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Honeybee venom yang menghasilkan madu telah ada sejak zaman purbakala. Honeybee jenis Apis Mellifera telah ada sejak 65 juta tahun silam sebelum zaman dinasourus. Fosilnya ditemukan di Eropa dan dapat dibuktikan masih bertahan hidup hingga saat ini. Bahkan sejak dahulu telah dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan pada jenis penyakit tertentu. Madu dan racun dua kata berbeda, tetapi memiliki fungsi biologi yang hampir sama. Honeybee dan beevenom di produksi oleh dan dari tubuh yang sama.  Honeybee sudah dikenal dan dikonsumsi oleh banyak orang sejak dahulu sebagai obat atau penambah energy.

Lebah yang menghasilkan madu dan racun yang mempunyai jenis, struktur dan kandungan yang sedikit berbeda antara yang hidup di Asia dan yang terdapat di Eropa atau Amerika. Asam Format merupakan unsur kimia yang pertama diketahui terdapat dalam tubuh beevenom yang hidup di Eropa, selain itu di dalam tubuh beevenom trdapat beberapa unsure biogenic amine yang penting, histamine adalah unsure amine yang pertama kali di ketahui. Racun pada lebah ternyata bisa digunakan untuk mendeteksi bom. Penggunaan tekhnologi dengan tekhnik ini segera di patenkan.

Peniliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menemukan ada fragmen protein dalam racun lebah, yang disebut bombitin, dapat mendeteksi bahan peledak, seperti TNT.

Pada saat percobaan tim MIT melapisi bagian dalam tabung karbon dalm bombitin. Kemudian, tabung itu diletakkan di sekitar sampel udara yang diambil di sekitar berbagai bahan peledak.

Tim mendapati perubahan panjang  gelombang pendaran cahaya tabung berubah ketika molekul nitroaromatik dari bahan peedak bersatu dengan protein dari lebah. Perubahan ini tak kasat mata, tapi dapat di deteksi dengan mikroskop khusus. Tim MIT bukan hanya dapat mendeteksi adanya bahan peledak, melainkan mereka juga dapat membedakan tipe-tipe bahan peledak dengan menggunakan kombinasi tabung karbon dengan berbagai bombitin.

Pendeteksi bahan peledak yang saat ini di pakai di bandara mampu menganalisis partikel di udara. Tetapi, sensor belum dapat mendeteksi pada level molekul. Ketika dipadankan dengan sensor yang sudah ada di bandara, bombitin akan meningkatkan sensitivitas sensor yang membuatnya lebih efektif. Beberapa perusahaan komersial serta militer sudah menyatakan tertarik dengan temuan ini. Tekhnologinya sendiri saat ini sedang dalam proses untuk mendapatkan paten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline