Trinitas berurutan yang sedang dan telah dialami lalu menguji dunia pendidikan Indonesia dalam menghasilkan generasi yang unggul untuk masa depan bangsa yang cerah.
Pada tahun 2019, kemendikbud dengan menteri pendidikan kala itu Anis Baswedan memberlakukan untuk pertama kalinya sistem zonasi dalam sistem penerimaan siswa baru dari jenjang SD/sederajat sampai dengan tingkat SMA/sederajat.
Walaupun tujuan dan maksud pemerintah bagus yaitu agar tidak adalagi sekolah istilah sekolah favorit, mengurangi kesenjangan, dan keselamatan siswa, sayangnya kebijakan ini mendapat banyak pertentangan dari banyak pihak khususnya para siswa yang menjadi subjek kebijakan tersebut.
Kebijakan ini nyatanya tidak didahului dengan unsur-unsur yang akan membuat tujuan pemerintah itu tercapai dan malah membuat resah para siswa dan orang tua. Unsur-unsur tersebut antara lain pemerataan standar prasarana serta fasilitas ekskul sekolah, pemerataan kualitas tenaga pendidik, dan daya tampung sekolah negeri itu sendiri yang jauh dari cukup untuk menyukseskan regulasi agar berjalan sesuai tujuannya dan bukan malah menghapus semangat, menyiksa mental, dan tidak tersalurkannya minat bakat siswa dengan baik.
Hal serupa yang dialami penulis saat mengenyam bangku SMP yang tidak sesuai dengan harapan dan melihat kesenjangan di antara sekolah-sekolah. Hal yang disebutkan sebelumnya juga telah terjadi sebelum masa zonasi dan penulis sebagai saksi bagaimana struggle nya saat menjadi siswa ambisius diantara siswa-siswa yang sangat berbeda dengan dirinya dan justru mendapatkan tindakan tidak mengenakan dari beberapa siswa.
Penulis juga menjadi saksi bagaimana zonasi saat dibangku SMA telah banyak menumbangkan kegiatan organisasi dan ekstrakulikuler yang padahal telah dibangun sejak lama dengan baik dan tidak mudah.
Masuk di tahun ke tahun berikutnya yaitu 2020, dunia dihantam dengan Pandemi virus bernama Covid-19. Bencana yang menghantam banyak sektor dan mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan ketat berupa pembatasan interaksi sehingga hampir seluruh aktivitas pada saat itu ditiadakan tak terkecuali proses pendidikan di semua jenjang. Para siswa dan tenaga pendidik dituntut harus cepat beradaptasi dan terbiasa dengan pembelajaran daring yang tak mengenal latar belakang apakah kondisi fasilitas, geografi, dan kemahiran tersedia untuk keberlangsungan proses belajar dan mengajar.
Dalam konteks pendidikan dan sumber daya manusia Covid telah banyak membuat perubahan kebiasaan. Mereka yang mempunyai modal pengetahuan sebelumnya dan yang mampu beradaptasi akan mampu mengambil momentum bagaimana keterampilan dan waktu pembatasan intersaksi ini menjadi sesuatu yang jauh bermanfaat untuk mereka kedepannya saat pandemi berakhir nanti alih-alih hanya berdiam dan menganggap kejadian pandemi ini hanya dari sisi bencana yang tidak mengenakkan dan merugikan banyak pihak ini.
Di sisi lain setelah sekolah-sekolah yang baru saja menerima siswa-siswi baru dari sistem zonasi harus menelan kenyataan bahwa hanya selisih satu tahun saja dapat mengajar dan bertemu para siswa tersebut lalu setelah itu terjadilah pandemi. Pandemi telah membuat kerenggangan pengawasan terhadap mutu serta evaluasi pembelajaran yang dilakukan, tenaga pendidik hanya bisa berusaha bagaimana agar para peserta didik seminimal mungkin melakukan berbagai kecurangan saat pembelajaran daring.
Era pencekalan berbagai aktivitas telah berangsur dilonggarkan dan finalnya pada sekitar akhir 2021. Namun ujian bagi dunia pendidikan dan sumber daya manusia tidak berakhir. Dengan adanya perkembangan Artificial Intelegent (AI) yang dapat dikatakan telah start di tahap yang mengkhawatirkan bagi manusia karena telah mengancam berbagai profesi dan keahlian. Chat GPT dari perusahaan bernama Open AI telah tampil sebagai pemantik perusahaan-perusahaan lainnya untuk berlomba-lomba membuat alat-alat dengan kemampuan luar biasa hasil dan kemudahannya untuk membantu manusia modern menyelesaikan berbagai keperluan mereka. Sebut saja chat GPT sebagai mesin pencari yang mampu mengetik otomatis apa yang pengguna inginkan, ada juga alat pengubah suara, penjernih suara, pengubah baju, membuat desain otomatis, pencari wajah, membuat skrip, membuat presentasi, copy writting, bahkan mengolah data otomatis, dan lain-lain semua dengan bantuan AI atau kecerdasan buatan.
Teknologi dari dulu dalam perkembangannya akan selalu membawa kemudahan dan sekaligus kesusahan yang dibuat olehnya contoh penemuan bubuk mesiu oleh bangsa china yang digunakan untuk pertunjukan kembang api dan terus berkembang menjadi senjata api dan lain-lain yang tentu dapat digunakan untuk kebaikan ataupun kejahatan.
Semakin ekstrim penemuan dan perkembangannya, maka manusia harus belajar bagaimana tentang teknologi itu, keluar dari zona nyaman, dan mulai mengatur strategi dan bergerak untuk dapat meyikapi dengan memanfaatkannya untuk kebaikan atau meninggalkannya sesuai apa yang kita yakini benar.
Sistem zonasi, pandemi, lalu AI tentu menjadi ujian yang perlu perhatian khusus dan tentu bukan hanya tugas pemerintah agar mengambil kebijakan yang tepat, namun juga kita yang dari semua generasi produktif dengan tanggung jawabnya masing-masing harus selalu belajar, berpikir peluang, dan mengatur strategi dengan posisi kita masing-masing.
Saat ini kita bukan hanya harus aware dengan pekerjaan kita yang dapat digantikan mesin dan sekarang dengan tambahan AI, tapi kita juga harus memperhatikan generasi keturunan kita bagaimana kedepannya, bagaimana perkembangannya, bagaimana minat bakat, mental, serta kebutuhannya.
Kita memang tak bisa banyak melawan perkembangan yang berkemungkinan buruk namun dengan menyimak, belajar, dan beradaptasi.
Tidak lupa semangat kemanusiaan harus tetap disebarkan agar perkembangan ini bukan hanya melulu soal memperkaya orang-orang yang sudah kaya dan tak peduli dengan masyarakat luas. Begitupun dengan masyarakat menengah kebawah agar selalu pilah informasi mana yang dapat disepelekan dan mana yang perlu perhatian khusus. Kalaupun pekerjaan yang ditempuh sekarang baik-baik saja maka jangan lupa fikirkan generasi kita sendiri maupun akan jauh lebih mulai turut sumbangsih terhadap generasi lain diluar sana.
Peradaban memang terus berkembang dan semakin cepat dan menimbulkan ketidakpastian dan kekacauan ekosistem pasar, negara-negara yang tidak cukup dengan persiapan SDM, modal, strategi, dan keberanian. Harus bersiap menerima kenyataan menjadi negara konsumen dan akan terus diganggu kedaulatannya oleh negara yang lebih berhasil dan licik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H