Lihat ke Halaman Asli

Rahma Dwi Rahayu

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universits Airlangga

Tren "Marriage Is Scary" di Kalangan Gen Z: Kemunduran atau Cara Baru Melihat Masa Depan?

Diperbarui: 3 Januari 2025   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pinterest

Apakah pernikahan masih relevan di era Gen Z? Dengan munculnya tren "Marriage Is Scary" generasi ini mulai mempertanyakan kembali arti komitmen dalam pernikahan. Di tengah perkembangan zaman dan teknologi yang semakin modern, fenomena ataupun tren yang muncul pada jejaring sosial semakin beragam. Salah satu fenomena yang cukup menarik perhatian pengguna sosial media terutama kalangan Gen Z adalah tren "Marriage Is Scary"

Apa Itu Tren "Marriage Is Scary"?

 "Mariage Is Scary" merupakan sebuah tren yang mengungkapkan rasa takut pada kalangan generasi muda untuk menikah. Tren ini menunjukkan bagaimana Gen Z  kerap kali melihat sisi buruk sebuah pernikahan, sehingga membuat mereka berpikir dua kali untuk menikah atau bahkan menunda pernikahan itu sendiri. Pada fenomena ini, pernikahan yang seharusnya menjadi tujuan hidup dan sebuah momen bahagia bagi setiap orang berubah menjadi sebuah momen yang menimbulkan rasa takut dan skeptis bagi kalangan Gen Z.

Faktor Penyebab Ketakutan Gen Z Terhadap Pernikahan

Tekanan Finansial 

Salah satu alasan kuat yang membuat Gen Z merasa ketakutan terhadap pernikahan adalah karena adanya tekanan finansial. Dewasa ini Gen Z telah  menyadari bahwa biaya hidup semakin bertambah, belum lagi jika mereka menikah, maka akan semakin banyak lagi pengeluaran yang akan mereka gunakan. Mulai dari biaya pernikahan, mahar, pesta, peralatan rumah tangga, cicilan rumah, biaya kesehatan, hingga biaya-biaya tambahan  lainnya.  Belum lagi harga barang-barang yang semakin mahal, gaji yang tidak seberapa, serta masih banyaknya pengangguran dari generasi ini membuat mereka cukup khawatir.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran di kalangan generasi Z di Indonesia mencapai 22,5% atau 9.889 juta orang pada Agustus 2023. Angka ini merupakan kategori Not Employment, Education, or Training (NEET), yaitu penduduk usia muda yang tidak sekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan. Generasi ini telah menyadari bahwa di samping kesiapan emosional, kesiapan finansial juga sangat-sangat dibutuhkan pada sebuah pernikahan.  Hal tersebutlah yang membuat pernikahan terasa seperti beban tambahan di mata kalangan generasi Z. 

Trauma dan Ketidakpercayaan

Selain faktor finansial, trauma masa kecil akibat perceraian orang tua ataupun hubungan keluarga yang tidak harmonis juga mempengaruhi pandangan Gen Z terhadap pernikahan. Sebagian dari mereka kemudian akan menganggap bahwa pernikahan bukanlah suatu hal yang sakral lagi, tetapi sebuah hal yang memiliki risiko emosional tinggi. Ketakutan akan komitmen, pengkhianatan, kehilangan kebebasan, dan berbagai hal buruk lain menjadi alasan mengapa mereka ragu untuk melangkah menuju jenjang pernikahan tersebut.

Terlebih lagi, dengan peran media sosial yang ikut andil dalam narasi tersebut atau bahkan memperparah narasi tersebut, yakni dengan menyebarkan  kasus perselingkuhan yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh JustDating, Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia sebagai negara yang memiliki kasus perselingkuhan tertinggi yakni sebanyak 40%. Dengan semakin banyaknya cerita viral tentang kegagalan rumah tangga ataupun konflik pernikahan yang terus beredar, alhasil Gen Z cenderung melihat pernikahan menjadi sebuah hal yang negatif dan skeptis.

Kekhawatiran terhadap Perceraian

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline