Lihat ke Halaman Asli

Rahmad Romadlon

MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

Rasanya Berteriak diruang Kosong

Diperbarui: 24 Januari 2025   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Dokumen Penulis

Pernahkah kau merasa bahwa keberadaanmu tidak lebih dari bayangan yang tak berarti? Aku pernah, dan rasanya sekarang itu menjadi kenyataan yang terus menghantuiku. Aku berbicara, aku mencoba menjelaskan, tapi tidak ada yang benar-benar mendengar. Suaraku hanya bergema di ruang kosong, memantul kembali ke telingaku sendiri. Sakitnya, bukan hanya karena mereka tidak peduli, tapi karena aku mulai bertanya: apakah aku memang layak untuk didengar?

Aku mencoba keras untuk menjadi seperti yang mereka inginkan. Menjadi teman yang baik, pendengar yang sabar, seseorang yang selalu ada di saat mereka membutuhkan. Tapi ketika aku berdiri di sisi sepi hidupku, di mana mereka? Ke mana perginya semua kata-kata manis mereka tentang kepedulian? Tentang saling mendukung? Tentang menjadi satu sama lain? Semuanya hanya kata-kata. Hampa.

Aku selalu memaksa diriku untuk memahami. Ketika mereka tidak menjawab pesanku, aku bilang pada diriku sendiri, "Mungkin mereka sibuk." Ketika mereka tidak datang di saat aku membutuhkan, aku berpikir, "Mungkin aku terlalu merepotkan." Tapi sampai kapan aku harus terus mencari alasan untuk membela mereka? Sampai kapan aku harus terus menenangkan diriku sendiri bahwa semua ini bukan karena aku tidak cukup penting bagi mereka?

Aku muak. Aku lelah. Lelah menjadi orang yang selalu memahami, tapi tidak pernah dimengerti. Lelah menjadi bahu untuk menangis, tapi tidak pernah punya tempat untuk bersandar. Lelah menjadi seseorang yang selalu ada, tapi tidak pernah dicari.

Pernahkah mereka bertanya bagaimana perasaanku? Bagaimana caraku melewati malam-malam panjang di mana aku menangis sendirian, memeluk diriku sendiri dalam gelap? Pernahkah mereka bertanya apa yang membuatku tetap bertahan, meski aku tahu aku sudah berada di ambang kehancuran? Tidak. Mereka tidak pernah bertanya.

Aku hanya ada ketika mereka membutuhkan. Ketika aku bisa memberikan sesuatu, ketika aku bisa membantu mereka. Tapi saat aku tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan, mereka pergi. Seolah aku ini hanya alat yang bisa dibuang setelah tidak berguna lagi.

Aku mencoba membicarakan ini. Aku mencoba menjelaskan. Tapi apa yang mereka katakan? "Kamu terlalu sensitif." "Jangan terlalu diambil hati." "Kamu harus lebih kuat." Aku sudah muak dengan semua nasihat klise itu. Apa mereka pikir aku tidak mencoba? Apa mereka pikir aku tidak ingin menjadi kuat? Aku mencoba setiap hari, setiap saat, tetapi aku juga punya batas.

Ada saat-saat di mana aku hanya ingin berhenti. Bukan berhenti hidup, tapi berhenti berharap. Karena semakin aku berharap, semakin aku terluka. Semakin aku ingin dimengerti, semakin aku sadar bahwa tidak ada yang benar-benar peduli. Mereka hanya melihat apa yang ingin mereka lihat, mendengar apa yang ingin mereka dengar.

Sekarang aku mengerti. Dunia ini memang tempat yang dingin dan egois. Kau tidak bisa mengharapkan apa pun dari siapa pun, bahkan dari orang-orang yang kau pikir mencintaimu. Karena pada akhirnya, semua orang hanya peduli pada dirinya sendiri.

Jadi, aku berhenti. Aku berhenti berbicara. Aku berhenti menjelaskan. Aku berhenti berusaha membuat orang lain mengerti. Kalau mereka ingin menganggapku egois, biarkan. Kalau mereka ingin berpikir aku berubah, biarkan. Aku sudah tidak peduli lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline