Pandanganku soal makhluk tak kasat mata adalah "cukup tau". Keluargaku bukan tipe yang percaya banget atau takut, tapi "cukup tau" yang gaib ada, sehingga aku waktu kecil juga ikut bersikap demikian. Kami bercerita horor untuk menakut-nakuti anak yang bandel atau tidak nurut. Soal melihat penampakan, kesurupan, kami jarang sekali bersinggungan dengan hal seperti itu.
Namun suatu hari, aku mengalami kejadian yang cukup aneh. Hal ini terjadi waktu aku duduk di bangku SD.
Saat itu Mama baru melahirkan adikku. Karena butuh kasur yang lega untuk ibu dan anak, kami tidur terpisah. Mama tidur dengan adikku yang masih bayi di kamar 1. Aku dan Bapak tidur di kamar yang terpisah dari Mama. Aku tidur di kasur atas dan Bapak tidur di kasur bawah, semacam selipan yang bisa ditarik. Biasanya aku selalu tidur duluan, baru jam 10 atau 11 Bapak menyusul tidur di kasur bawah yang ditarik itu.
Malam itu malam Minggu. Bapak punya sebuah grup kesenian musik yang suka latihan di malam Minggu di sanggar dekat rumah. Tiap latihan, suaranya suka kedengaran sampai kamarku. Seperti biasa aku tidur duluan. Biasanya pas tidur aku tidak pernah mematikan lampu, tapi malam itu aku matikan karena toh ada yang latihan musik, jadi suasananya nggak menakutkan amat kalau lampu dimatikan. Aku tidur dengan posisi kepala dekat tembok, kaki ke arah pintu, otomatis aku jadi tidur menghadap pintu yang saat itu terbuka. Sinar lampu dari luar masuk kedalam kamar, sedikit membuat kamar jadi temaram. Sambil mendengarkan grup musik latihan, mataku memberat dan lama-lama terpejam.
Mama dan adik sudah tidur duluan di kamar 1. Saat itu aku yakin Bapak masih di sanggar, jadi di kamar itu aku sendirian.
Entah berapa lama aku tertidur. Pelan-pelan kelopak mataku terbuka setengahnya, sadar suara latihan grup musik sudah tidak ada. Namun aku mendengar suara dengkuran Bapak. Aku berniat membuka mataku lebar-lebar tapi tidak bisa - badanku juga kaku tidak bisa digerakan. Saat itu aku yakin sedang ketindihan - atau istilah Sundanya adalah eureup-eureup. Mataku setengah terbuka seperti merem ayam, dengan posisi sama: kaki ke arah pintu. Pintu masih terbuka, cahaya masuk dari luar kamar, dan aku melihat Bapak sudah tidur berbaring di kasur bawah dengan posisi kepala di dekat pintu, kaki ke arah tembok. Jadi kebalikan dari posisiku.
Suasana senyap. Meskipun setengah sadar, dengkuran Bapak yang khas terdengar nyaring seperti biasanya, jadi aku yakin sekali itu bukan mimpi.
Dan saat itu, aku melihat sesuatu di pintu, dekat kepala Bapak.
Ada sesosok wanita, duduk bersimpuh di lantai. Sosok itu aneh, karena bajunya ala-ala orang zaman dulu: kebaya putih, rok kain batik coklat, rambut hitam disanggul. Meskipun kamar gelap, sosoknya cukup jelas kelihatan. Dan yang membuatku kaget adalah... dia tidak punya muka. Mukanya rata. Dia menunduk, tangannya sedang mengelus-elus kepala bapak.
Aku sama sekali tidak bisa bergerak. Saat itu reaksiku bukan takut, tapi penasaran, ini siapa?
Aku coba berpikir positif. Apakah ini Mama? Tapi nggak mungkin. Aku ingat sebelum tidur Mama pakai daster merah motif bunga-bunga biru. Lagipula, buat apa malam-malam Mama pake kebaya di rumah sendiri? Aku yakin itu bukan Mama.