Lihat ke Halaman Asli

Menuju 10 Tahun Pemerintahan Desa

Diperbarui: 27 Agustus 2023   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Desa atau sebutan lain di berbagai daerah telah hadir jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Negara menghormati keberadaan tersebut dan memberikan jaminan keberlangsungan Pemerintahan Desa dalam kerangka dan koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 pasal 18 B ayat (2) disebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang.

Dalam sejarah Negara Republik Indonesia, telah ditetapkan beberapa Undang-Undang tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Untuk menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam membangun Desa maka dibentuklah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Walaupun dalam kenyataannya sebagian regulasi tentang Desa justru lebih banyak diatur oleh Kementerian Dalam Negeri.

Tanpa terasa UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa akan berumur 10 tahun, tepatnya pada tanggal 15 Januari 2014 nanti. Dalam usia 10 tahun tentunya sudah cukup banyak hal yang perlu disempurnakan baik dari segi regulasi, struktur organisasi, rekrutmen SDM dan tata kelola kenegaraan Desa.

Ada beberapa persoalan kontemporer dan empiris yang menjadi persoalan dalam tataran mikro namun harus diselesaikan secara makro dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang kabarnya sedang dalam proses revisi di DPR RI. Persoalan-persoalan tersebut antara lain sebagai berikut :

I. REFORMULASI REKRUTMEN KEPALA DESA

1. E-VOTING PILKADES

Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak secara bergelombang maksimal 3 kali dalam periodesasi Kepala Daerah. Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa ini cukup menguras tenaga semua pihak baik Pemerintahan Desa, Pemerintahan Daerah maupun pihak otoritas keamanan. Secara anggaran juga sangat menguras anggaran APBD Pemerintah Daerah maupun APBDes Pemerintah Desa. 

Belum lagi tahapan waktu yang hampir memakan setengah dari masa pelaksanaan anggaran alias kurang lebih 6 bulan tentu akan sangat mengganggu pelaksanaan pembangunan Desa. Kondisi ini harus dirubah dalam kerangka berfikir efisiensi baik efisiensi anggaran, efisiensi waktu, efisiensi pembangunan dan efisiensi pengamanan. Harus dilakukan digitalisasi pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dari metode konvensional menjadi metode digital alias e-voting. Dari segi teknologi tidak terlalu sulit. 

Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri bisa bekerjasama dengan salah satu perguruan tinggi yang memiliki Fakultas IT untuk mendesain aplikasi e-voting pemilihan Kepala Desa dan sebagai pilot project diujicobakan pada salah satu Desa dengan tingkat kesiapan data kependudukan paling lengkap namun hal ini baru bisa diujicobakan setelah pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak. Untuk persiapan anggaran aplikasi e-voting pemilihan Kepala Desa sudah bisa difikirkan mulai dari sekarang. Ilmu dan teknologi harus diterapkan ke masyarakat, jangan hanya terkungkung di balik tembok dan menara kampus.  

2. UJI KOMPETENSI

Harus diakui bahwa jabatan Kepala Desa adalah jabatan politis tingkat Desa. Tidak diperlukan kompetensi akademik yang terlalu tinggi untuk menduduki jabatan Kepala Desa. Namun di sisi lain, regulasi dan tata kelola Pemerintahan Desa semakin lama semakin rumit untuk dimengerti oleh kalangan masyarakat berpendidikan rendah. Sehingga perlu difikirkan untuk meningkatkan kualitas SDM Kepala Desa tanpa harus membuat kriteria yang diskriminatif terhadap persyaratan menjadi calon Kepala Desa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline