Pemilihan umum adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan politik tertentu. Jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari presiden, wakil presiden, DPR pusat, DPR daerah (provinsi, kabupaten dan kota) dan DPD. Pemilu merupakan salah satu upaya mempengaruhi rakyat secara persuasif, dengan melakukan retorika, komunikasi massa, loby dan janji-janji politik.
Beberapa di antaranya melakukan teknik agitasi dan propaganda. Yang lebih mengkhawatirkan adalah politik uang, kampanye hitam dan bentuk kecurangan lainnya.
Para peserta pemilu mengkampanyekan dirinya dengan menawarkan janji-janji dan program-program pada masa kampanye yang dilakukn selama waktu yang telah ditentukan sampai menjelang hari pemungutan suara. Jumlah kursi DPR pusat berjumlah 575 kursi yang akan diperebutkan pada 80 daerah pemilihan. Jumlah kursi DPR Propinsi dan kabupaten/kota bervariasi sesuai jumlah penduduknya.
Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum. Di seluruh daerah dibentuk KPU Daerah. Sedangkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu. Bawaslu juga dibentuk di seluruh daerah.
Setiap peserta pemilu membentuk tim sukses kampanye dan membentuk tim relawan sampai ke struktur desa serta mempersiapkan berbagai bentuk alat peraga kampanye mulai dari poster, spanduk, baliho, kartu nama, stiker, dan lain-lain. Baik dari segi SDM maupun peralatan dan mobilitasnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Contohnya untuk membuat baliho diasumsikan sebesar Rp. 200 ribu per unit. Bila seorang caleg DPRD kabupaten pada daerah pemilihan yang meliputi 5 kecamatan dan setiap kecamatan diasumsikan meliputi 15 desa serta di setiap desa diasumsikan diperlukan 10 unit baliho maka diperlukan 375 baliho dengan total biaya Rp. 150 juta.
Bila seorang caleg DPRD Provinsi pada daerah pemilihan yang meliputi 5 kabupaten maka diperlukan misalnya 15.000 baliho maka diperlukan total biaya Rp. 3 M. Bila seorang caleg DPR pusat dengan daerah pemilihan yang meliputi 10 kabupaten maka diasumsikan diperlukan baliho 15.000 unit dengan total biaya Rp. 6 M.
Belum lagi biaya alat peraga kampanye lainnya dan upah para relawan. Belum lagi biya keamanan agar alat peraga kampanye tidak dirusak orang. Sungguh kampanye kita membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan cenderung menjadi pemborosan. Belum lagi kita harus mempertanyakan sejauh mana efektifitas alat perga kampanye dalam memperkenalkan diri caleg dan sejauh mana daya tarik alat peraga kampanye dalam menarik minat pemilih untuk memilih mereka.
Mengingat sebagian besar alat peraga kampanye hanya berisi foto, nama, partai, bentuk surat suara dan sedikit slogan yang bersifat umum. jarang sekali ditemukan ada alat peraga kampanye yang memuat latar belakang pendidikan, latar belakang pekerjaan dan latar belakang organisasi serta visi misi dan janji politiknya. Sehingga alat peraga kampanye hanya lebih pada cara mengingatkan kembali para pemilih yang sebelumnya telah mengenalnya terlebih daulu.
Dengan kondisi yang seperti ini maka diperkirakan pendidikan politik kepada rakyat jauh dari yang kita harapkan. Baik para caleg maupun partai politik kesulitan dalam melakukan pendidikan politik kepada rakyat. Padahal dengan perkembangan teknologi sekarang ini rakyat sudah semakin melek teknologi.
Perkembangan teknologi informasi membuat rakyat dengan mudah menggunakan ponsel dan bisa mengakses informasi apa saja yang mereka inginkan. Namun proses penyampaian informasi pada proses pemilu legislatif kita masih bersifat konvensional melalui alat peraga kampanye biasa.