Lihat ke Halaman Asli

Manajemen Tanah, Ketenagakerjaan dan Swasembada Pangan

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukankah tanah nusantara begitu luas ? Kenapa banyak warga negara yang harus mencari pekerjaan ke luar negeri dengan resiko mendapat siksaan dan hukuman mati ?

Kita mulai dari kepemilikan tanah. Negara melalui birokrasinya yang begitu gemuk ternyata tidak punya data base kepemilikan tanah yang lengkap. Kepemilikan tanah, baik kepemilikan perorangan atau kepemilihan lembaga seperti lembaga bisnis atau yayasan, tidak terdata dengan baik. Kepemilikan tanah bisa legal dengan didukung oleh surat akte BPN, akte notaris, surat jual beli, atau tanpa dokumen sama sekali tapi sudah dimiliki secara turun temurun. Kondisinya berbeda antara di pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan kepemilikan tanah sebagian besar dimiliki secara turun temurun tanpa didukung administrasi kepemilikan tanah. Ketika terjadi pemekaran daerah otonomi di mana pedesaan tersebut berdekatan dengan ibukota kabupaten maka kepemilikan tanah tanpa administrasi kepemilikan mulai menjadi masalah akibat harga tanah yang mulai naik akibat pengembangan ibukota daerah pemekaran. Sedangkan di perkotaan sebagian besar didukung oleh administrasi kepemilikan baik akte BPN atau akte notaris.

Sudah saatnya pemerintah melalui birokrasi yang mengurusi pertanahan melakukan pendataan dan membuat data base kepemilikan tanah secara online. Basis data kepemilikan tanah ini bisa link dengan basis data e-KTP dan pajak. Kepemilikan tanah didata dan dikelompokkan antara akte BPN, akte notaris, surat jual beli, kepemilikan turun temurun tanpa surat kepemilikan dan kepemilikan dadakan alias menjarah tanah negara. Setelah itu semua kepemilikan tanah diwajibkan untuk memiliki akte BPN dan pihak BPN harus memberi kemudahan dan discount biaya pengurusan akte BPN, bila perlu gratis. Salah satu penyebab kenapa pemilik tanah enggan mengurus akte BPN adalah alasan biaya. Tentu dalam penyusunan data base kepemilikan tanah nantinya akan terjadi beberapa konflik seperti konflik batas tanah dan ukuran tanah yang tidak sesuai dengan yang tertera dalam surat tanah. Ini semua seharusnya bisa diselesaikan secara musyawarah mufakat. Biasanya tanah kavlingan dijual hanya dengan memakai meteran seadanya, bahkan ada yang memakai meteran yang sudah rusak dan melar sehingga sudah tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya.

Apabila pendataan kepemilikan tanah sudah selesai, atau sambil berjalan, bisa dilakukan koordinasi data antara BPN dan direktorat jenderal pajak dengan menganalisa mana tanah yang sudah masuk objek pajak dan mana yang belum masuk. Biasanya tanah kosong jarang membayar pajak. Tentu pendataan kepemilikan tanah ini bisa menjadi pendukung upaya memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor pajak tanah.

Di luar tanah yang masuk basis data kepemilikan tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah negara. Terhadap tanah negara harus dibedakan dan dinyatakan lewat patok batas tanah mana hutan lindung, mana taman nasional, mana hutan produksi terbatas, mana tanah produktif dan lain sebagainya. Atas tanah negara di sini harus dilakukan pemetaan potensi di mana tanah yang berpotensi untuk jadi pertanian, sawah, ladang, peternakan dan perkebunan. Atas data potensi tanah negara ini bisa dipakai sebagai potensi membuka lapangan pekerjaan kepada rakyat yang menganggur untuk menjadi petani, peternak, peladang dengan pola pinjam pakai bagi hasil. Program ini akan menyerupai program transmigrasi namun letaknya berdekatan antara rumah tempat tinggal awal dengan lokasi pertaniannya. Apabila jauh maka harus dilengkapi dengan fasilitas terutama fasilitas perumahan sederhana, puskesmas, sekolah dan pasar sederhana. Sektor pertanian di atas tanah negara ini akan bisa membuka lapangan kerja dalam jumlah yang banyak.

Bila pendataan kepemilikan tanah ini yang berdampak pada peningkatan potensi penerimaan pajak tanah dan berujung pada pola cetak sawah, ladang, kebun dan peternakan pola pinjam pakai bagi hasil sebagai solusi ketenagakerjaan dan solusi swasembada pangan maka tak perlu lagi warga negara menjadi TKI/TKW ke luar negeri yang banyak di antaranya disiksa majikan atau terancam hukuman mati. Kasus Ruyati, Satinah dan lainnya tak perlu terjadi lagi.

Tujuan kemerdekaan berupa memajukan kesejahteraan umum bisa dimulai dari pendataan kepemilikan tanah.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline