Lihat ke Halaman Asli

BLK dan Ketahanan Pangan

Diperbarui: 20 Juni 2015   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Salah satu isu yang mengedepan pada debat capres/cawapres adalah isu ketahanan pangan. Kedua capres/cawapres menjadikan isu ketahanan pangan menjadi isu andalannya.

Sebagai akibat dari ledakan penduduk, ditambah dengan zaman industri dan informatika serta ekonomi maka lahan pertanian secara drastis dirubah menjadi lahan permukiman dan perdagangan, sedangkan profesi pertanian menjadi profesi yang tidak menguntungkan dan membanggakan. Sedangkan politik pembangunan tidak mendukung sama sekali pada bidang pertanian. Nusantara yang begitu luas, laut yang begitu luas dan SDM yang begitu banyak tidak bisa menjadi modal utama mendukung ketahanan pangan. Justru jumlah penduduk Indonesia menjadi pasar dari komoditas pertanian negara lain alias pasar impor. Organisasi milik negara mulai dari kementrian pertanian, dinas pertanian di setiap pemerintah daerah, penyuluh pertanian tidak bisa menggerakkan ketahanan pangan. Pak tani justru tidak mau anaknya jadi petani. Sawah ladang dijualnya agar anaknya bisa sekolah tinggi dan agar tidak menjadi petani seperti dirinya.

Di sisi lain, Indonesia mencoba untuk bersaing dengan negara lain di bidang industri. Berbagai institusi pendidikan bidang industri didirikan mulai dari perguruan tinggi pendidikan teknik, sekolah menengah kejuruan teknik dan balai latihan kerja industri. Semua didirikan untuk mendukung program pemerintah menuju negara industri. Kenyataan membuktikan Indonesia kewalahan untuk menjadi negara industri dengan penyebab utama teknologi tidak bisa diberikan begitu saja dan SDM handal justru tidak mendapat imbalan yang layak bila bekerja di Indonesia dan mereka lebih sejahtera bila bekerja di negara lain.

Indonesia harus berkaca pada diri sendiri. Kejayaan masa lalu nusantara pada masa kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit adalah pada kejayaan maritim dan agraris. Penjajahan yang dialami oleh Indonesia selama berabad-abad adalah akibat perburuan produk agraris terutama rempah-rempah. Indonesia memulai langkah pertama dalam usaha menjadi negara industri pada tahun 1970-an sedangkan pesaingnya yaitu negara barat justru sudah memulai pada tahun 1700-an.

Bagaimanapun juga ketahanan pangan mutlak harus dipertahankan. Salah satu penyebab defisit perdagangan adalah akibat besarnya laju impor pangan yang hampir pada seluruh komoditi pertanian, peternakan dan perikanan.

Namun, apa daya, banyak hal yang menjadi faktor penghambat pergerakan program ketahanan pangan, mulai dari lahan, permodalan, profesi dan pendidikan. Lahan potensial pertanian sudah beralih fungsi menjadi permukiman dan perdagangan. Permodalan terutama perbankan kurang berminat berekspansi ke bidang pertanian. Profesi petani kurang bergengsi. Pendidikan pertanian mulai dari jurusan teknik pertanian sampai sekolah menengah kejuruan pertanian semuanya berada di perkotaan. Sedangkan potensi pertanian ada di pedesaan.

Rasanya sudah berat mensinergikan antara program ketahanan pangan dengan realiata yang berkembang di masyarakat.

Namun ada satu potensi yang terlupakanyaitu potensi balai latihan kerja (BLK). BLK berada di hampir seluruh kabupaten baik itu milik pemerintah daerah maupun milik swasta. BLK mendidik peserta latihan untuk menjadi tenaga kerja siap pakai baik untuk bekerja di perusahaan maupun membuka usaha sendiri. BLK didominasi oleh kurikulum keteknikan (otomotif, elektronik, pertukangan) maupun tata busana serta administrasi perkantoran.

Saya melihat potensi BLK yang tersebar hampir di selururh kabupaten merupakan potensi yang terlupakan dalam mewujudkan program ketahanan pangan. Kurikulum BLK perlu diperluas dengan menyusun kurikulum berbasis pertanian, peternakan dan kelautan. Pelatihan BLK bentuk baru seperti pelatihan budidaya komoditi tertentu seperti budidaya ikan lele, budidaya ikan hias, budidaya kacang kedelai, budidaya ayam buras, budidaya rumput laut, budidaya mutiara dan lain sebagainya perlu dikembangkan dengan target menciptakan para pengusaha di bidang budidaya komoditi tertentu. Pemerintah membantu dengan menciptakan pasar, bantuan modal terutama modal kredit usaha rakyat (KUR) dan penyediaan lahan dengan pola pinjam pakai. Wawasan ekonomi rayat tentang budidaya komoditi tertentu harus dibuka seluas-luasnya sehingga rakyat terutama angkatan kerja muda akan lebih tertarik menjadi wirausaha sektor pertanian, peternakan dan kelautan daripada menjadi pekerja di sektor industri. Justru wirausaha sektor pertanian, peternakan dan kelautan ini bila berkembang akan menjadi cikal bakal pengembangan industri berbasis pertanian, peternakan dan kelautan dengan merubah bahan mentah menjadi bahan baku dan merubah bahan baku menjadi bahan jadi. Contohnya budidaya kelapa dirubah menjadi kopra dan seterusnya dirubah menjadi produksi minyak goreng.

Siapapun capres/cawapres yang akan memenangkan pemilu presiden nantinya harus memanfaatkan BLK yang tersebar di seluruh pelosok negeri menjadi tulang punggung di garda terdepan pergerakan program ketahanan pangan sehingga Indonesia bukan hanya akan terlepas dari jeratan impor pangan namun bisa menjadi produsen dan eksportir komoditi pangan terbesar di dunia.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

20 juni 2014

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline