Lihat ke Halaman Asli

Rahmad Cherry

Mahasiswa Hubungan Internasional, UIN Jakarta

Upaya Indonesia di Bawah Prabowo dalam Pengelolaan Risiko Ancaman Nuklir Semenanjung Korea

Diperbarui: 14 September 2024   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Original Photo

Permasalahan nuklir di Semenanjung Korea merupakan ancaman yang besar, tidak hanya bagi kawasan Semenanjung Korea itu sendiri, namun juga bagi seluruh kawasan Indo-Pasifik, tidak terkecuali bagi Indonesia. Hal ini membuat isu nuklir di Semenanjung Korea tidak dapat dianggap sebagai isu yang biasa saja, namun merupakan salah satu isu penting yang menyangkut keamanan dan stabilitas kawasan.

Selama beberapa tahun ke belakang, Indonesia bersama ASEAN dapat dikatakan kurang berusaha andil dalam penyelesaian risiko ancaman nuklir di Semenanjung Korea, di lain sisi, risiko ancaman nuklir semakin panas setelah Korea Selatan secara resmi membekukan Comprehensive Military Agreement (CMA) dengan Korea Utara karena dianggap melanggar perjanjian dengan peluncuran satelit pada November 2024 (CFR, 2024).

Hal ini membuat Indonesia harus sudah mulai menyadari efek ancaman yang dapat mengganggu stabilitas keamanan, terutama bagi kawasan Asia Tenggara sebagai wilayah strategis bagi Indonesia. Sejak terpilihnya Prabowo Subianto (Prabowo) sebagai presiden terpilih Indonesia untuk periode 2024-2029, arah kebijakan luar negeri Prabowo harusnya mulai menunjukkan kepedulian pada isu-isu keamanan yang tentunya berdampak pada stabilitas kawasan dan negara.

Ancaman Nuklir di kawasan Indo-Pasifik

Kondisi keamanan Indo-Pasifik saat ini dapat dikatakan berada dalam mix of nuclear multipolarity dan minimal arms control (Oudenaren dan Truesdale, 2021). Ini berarti bahwa kawasan Indo-Pasifik dalam kondisi dikelilingi oleh negara-negara dengan persenjataan nuklir, sekaligus kurangnya kekuatan dalam mengontrol persenjataan nuklir tersebut. 

Salah satu isu nuklir yang paling besar di kawasan Indo-Pasifik tentunya nuklir di Semenanjung Korea, dalam KTT Asia Timur (East Asia Summit) 2023 lalu di Jakarta, Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol mengatakan bahwa ancaman nuklir dan misil Semenanjung Korea telah meningkat sehingga ancaman eksistensial yang dihadirkan juga dirasakan bagi kawasan Indo-Pasifik (KBS World, 2023). 

Menurut laporan dari Institute for Science and International Security (ISIS), estimasi pada tahun 2022, Korea Utara diperkirakan memiliki antara 35 hingga 65 senjata nuklir dengan median sekitar 45 senjata nuklir. Ini terdiri dari berbagai tipe senjata, termasuk senjata fisi sederhana, senjata dengan inti komposit, dan senjata termonuklir satu tahap (ISIS, 2023). 

Walaupun angka senjata nuklir tersebut tidak sebesar negara-negara major powers, namun angka tersebut sudah cukup signifikan bagi kawasan Indo-Pasifik. Setiap senjata nuklir di Semenanjung Korea dapat menyebabkan kehancuran besar dan mengguncang keseimbangan keamanan di Indo-Pasifik. Hal ini dipertegas oleh Kim Jong Un yang menyerukan untuk melakukan peningkatan eksponensial dalam ukuran persenjataan nuklir negaranya (VoA, 2024).

Pentingnya Stabilitas Keamanan di Indo-Pasifik

Kawasan Indo-Pasifik, spesifiknya Asia Tenggara memiliki posisi geostrategis yang penting, terutama karena kawasan tersebut merupakan persimpangan jalur perdagangan internasional. Ketegangan di kawasan seperti Laut China Selatan acap kali menjadi ancaman terhadap stabilitas keamanan negara-negara ASEAN (Dachi, dkk, 2023). Namun, sayangnya, ancaman nuklir di Semenanjung Korea masih luput dari pengawasan negara-negara ASEAN, termasuk bagi Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline