Lihat ke Halaman Asli

Rahmadathul Wisdawati

Mahasiswi D3 Statistika Politeknik Statistika STIS

Segenting Apakah Masalah Obesitas di Indonesia?

Diperbarui: 9 Mei 2020   01:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokpri

Oleh: Rahmadathul Wisdawati (Mahasiswi di Politeknik Statistika STIS, Jakarta)

Bonus demografi yang diprediksi akan terjadi di tahun 2020 hingga 2030 mempunyai tantangan yang cukup besar di bidang kesehatan. Kondisi struktur penduduk pada saat itu lebih banyak didominasi oleh penduduk usia produktif. Disamping pertambahan penduduk usia produktif, kondisi di masyarakat juga diwarnai dengan penambahan penduduk usia lanjut yang menjadi permasalahan tersendiri. Angka harapan hidup di Indonesia memang mengalami peningkatan. Tetapi, ancaman penyakit tidak menular yang prevalensinya mengalami peningkatan tidak bisa dianggap remeh.

Dewasa ini diantara berbagai masalah kesehatan di masyarakat, obesitas merupakan salah satu masalah terang-terangan terlihat namun paling diabaikan. Obesitas menjadi permasalahan yang muncul di seluruh dunia, bahkan WHO menyatakan obesitas sebagai suatu epidemik global dan merupakan masalah kesehatan yang harus segera ditangani.

Obesitas dapat diartikan sebagai penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama (WHO,2000). Kondisi ini dapat dialami oleh setiap golongan umur baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi remaja dan dewasa merupakan kelompok yang paling sering terjadi. Gaya hidup remaja saat ini yang sering melewatkan sarapan dan lebih suka mengonsumsi fastfood yang banyak mengandung kalori, lemak dan kolesterol, serta cenderung sendentary life style, membuat remaja berisiko untuk menderita obesitas.

Remaja obesitas cenderung mudah merasa lapar dibanding remaja normal dikarenakan kebiasaan mengonsumsi makanan yang berbeda. Kebiasaan mengonsumsi makanan yang berlebih atau dalam jumlah cukup besar adalah faktor yang mempengaruhi obesitas. Di samping porsi makan yang besar, remaja obesitas juga cenderung memiliki kebiasaan mengemil pada waktu luangnya. Mereka sering kali merasa kurang kenyang apabila mengonsumsi makanan dalam porsi normal.

Kurangnya aktivitas fisik dan kehidupan yang disertai stress terutama di kota-kota besar mulai menunjukkan dampak yang meningkatkan masalah gizi lebih (obesitas) dan penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, dan diabetes mellitus. Kesalahan dalam memilih makanan dan kurangnya pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan timbulnya masalah gizi yang akhirnya mempengaruhi status gizi. Status gizi yang baik hanya dapat tercapai dengan pola makanan yang baik, yaitu pola makanan yang didasarkan atas prinsip menu seimbang, alami dan sehat.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Suvei Indikator Kesehatan Indonesia (Sirkesnas), Kemenkes RI secara nasional menunjukkan prevalensi obesitas terus mengalami kenaikan dari tahun 2013 hingga 2018. Prevalensi obesitas di Indonesia masih tinggi, dimana pada tahun 2018 prevalensi obesitas pada penduduk umur > 18 tahun mencapai angka 35,4 persen. Angka tersebut belum memenuhi target Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk mencapai target pada setiap indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang menargetkan prevalensi obesitas sebesar 15,4 persen di tahun 2019.

Obesitas lebih banyak terjadi pada perempuan dengan persentasenya sebesar 29,3 persen, sedangkan prevalensi obesitas pada laki-laki hanya 14,5 persen. Terdapat 16 Provinsi yang memiliki proporsi obesitas pada penduduk umur > 18 tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Provinsi Banten, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Bangka Belitung, Riau, Aceh, Gorontalo, Maluku Utara, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, Papua Barat, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara.

Sulawesi Utara merupakan provinsi dengan angka proporsi obesitas pada dewasa umur lebih dari 18 tahun tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Meskipun begitu, tingkat prevalensi obesitas di setiap Kabupaten/Kota Sulawesi Utara cenderung berbeda setiap wilayahnya. Kemudian, pada urutan kedua dan ketiga yang mengalami proporsi obesitas tertinggi yaitu Provinsi DKI Jakarta sebesar 29,8 persen dan Provinsi Kalimantan Timur sebesar 28,7 persen. Sedangkan, provinsi dengan proporsi obesitas terendah yaitu Nusa Tenggara Timur sebesar 10,3 persen.

Seseorang dewasa yang dinyatakan mengalami obesitas, jika Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari 27. Perhitungan tersebut didapat dengan membandingkan berat badan dalam kilogram (kg) dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Sehingga nilai IMT ini digunakan untuk mengetahui berat badan seseorang normal, kurang atau berlebih, hingga obesitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline