Lihat ke Halaman Asli

LSM (Antek) Asing?

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baru-baru ini saya membaca berita tentang adanya sangsi bagi LSM asing yang mengumpulkan dana dari masyarakat. Meski masih dalam tahap penggodokan di tingkat DPR, tapi saya menilai ini adalah momentum kebangkitan Indonesia dari penolakan dan resistensi bangsa terhadap intervensi asing terhadap kedaulatan Negara.

Kita memang mesti mewaspadai setiap bentuk perongrongan baik dari dalam dan luar Negara terhadap kesatuan bangsa Indonesia.  Rongrongan dari dalam digelontorkan atau di kampanyekan oleh orang-orang yang mengaku dirinya pengusung kebebasan, liberalisme, kesetaraan yang meyakini bahwa orang Indonesia sangat tidak toleran, terkungkung, dan tidak paham akan kesetaraan, bodoh, tidak paham politik, tidak sadar akan hak dan kewajiban dan lain-lain segala stereotip negative akan masyarakat kita. Padahal tidak seperti itu kenyataannya ditengah-tengah masyarakat.

Ideologi mereka kadang terbentuk dari hasil kajian atas buku-buku yang  mereka baca, berdialog dan berdiskusi dengan orang-orang kaum liberal, dan yang paling parah ideology mereka terbentuk karena adanya gelontoran dana asing yang menawarkan dukungan terhadap penerapan dan kampanye ideology asing. Namun celakanya mereka tidak sadar bahwa secara perlahan namun mengarah ke kepastian mereka telah merusak bangsa dan tatanan budaya masyarakat dan melecehkan nilai dan marwah lembaga-lembaga yang ada di tengah masyarakat dan Negara. Mereka seakan dewa dan lebih pintar dari penyelenggara Negara. Mereka bangga dan merasa bak pahlawan jika sudah mengangkat isu-isu HAM, kesetaraan, kebebasan tanpa memperdulikan nilai-nilai luhur persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Baru-baru ini kompas.com memberitakan bahwa LSM kontras mempermasalahkan matinya tokoh kerusuhan di Papua dan mempersalahkan pihak kepolisian seakan-akan peristiwa itu di rekayasa.

Saya bukanya polisi, bukan PNS yang di gaji Negara, bukan pula kepala desa. Namun apakah kontras tidak sadar masalah papua adalah masalah yang sungguh sensitive terhadap kesatuan bangsa dan negara? Seharusnya mereka tidak langsung menyalahkan apalagi itu sifatnya dugaan, alangkah baiknya kontras justru bersikap hatu-hati terhadap permasalahan di papua. Karena sekecil apapun peluang dan isu akan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh orang-orang yang anti NKRI. Paham? Klo saya yang orang bodoh ini bilang “ pinter-pinter kok guoblokkk”. Apa kontras gak makan dan tinggal di Indonesia? Apa mereka mendukung yang bayar dengan mengorbankan bangsa dan Negara ini? Apa mereka mau Negara ini pecah?

Kenapa kontras tidak mendialogkan hal ini dan mencoba menawarkan ide-ide kreatif dan terbaru dalam penanganan papua kepada pihak kepolisian? Kenapa harus selalu mencari kesalahan?

Saya melihat sejak gejolak Aceh mereka terus merongrong bangsa ini dengan berlindung di balik isu-isu HAM dan kesetaraan serta kebebasan menentukan pilihan dan pendapat. Namun dimata saya tidak lebih dari upaya merusak budaya dan etika bangsa dan masyarakat.

Sudah saatnya kontras mengevaluasi diri terhadap sepak terjang mereka di Indonesia. Pikirkan dampaknya tidak hanya dalam skala mikro regional tapi secara makro nasional bahkan international. Yakinlah semakin lama bukan simpati yang anda dapat tapi antipati dan kebencian dari kami yang mungkin menurut anda adalah masyarakat awam dan bodoh kelas bawah ini. Kami cinta Negara kami, dengan segala konsekuensi! Apakah anda (kontras) cinta? Saya ragukan itu.

Ini mungkin pertanyaan bodoh saya, apakah pemerintah tidak memiliki hak dan kewajiban untuk mempertahankan Negara ini dengan mengaudit dan menginterogasi kontras secara mendalam yang tentunya dengan cara-cara yang elegan. Dan jika terbukti kontras lebih cenderung mudharat nya daripada manfaatnya dicabut saja izin operasionalnya atau dibubarkan saja dan orang-orangnya masukkan ke panti-panti rehabilitasi ideologi NKRI. Apa ada ya..? hehehe

Jujur dihati saya yang paling dalam saya senang Munir mati, mungkin sebagai bangsa yang beradab sangat tidak pantas kata-kata ini di tuliskan. Oke, saya ganti redaksinya. Jujur dihati saya yang paling dalam saya terkejut akan kematian munir yang kata mereka adalah pejuang HAM dan kebebasan yang bagi saya ia tidak lebih dari pecundang yang mengorbankan bangsa dan Negara. Saya pikir sah-sah saja saya berpendapat seperti itu sama seperti mereka beranggapan munir adalah pahlawan.

Mungkin lain cerita jika munir itu berjuang untuk kepentingan orang miskin dan dana yang dia punya betul-betul digunakan untuk memberdayakan masyarakat di bidang peningkatan ekonomi, penguatan koperasi di daerah-daerah yang belum atau luput dari perhatian pemerintah. Saya akan acungkan jempol buat dia.

Saya bertanya-tanya apa sebenarnya kerja dan usaha si munir ini? Sehingga seakan-akan dia memiliki dana yang tidak terbatas yang bagi saya hanya digubakan untuk merongrong bangsa.

Sekian dan terima kasih

Wassalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline