Lihat ke Halaman Asli

Membaca Al-Munqidz Min al-Dhalal karya Imam Al-Ghazali

Diperbarui: 6 Mei 2024   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kitab ini menguraikan perjalanan intelektual dan spiritual Al-Ghazali, yang mencakup tahap-tahap penting dalam pencariannya akan kebenaran. Al-Ghazali mulai dengan meragukan segala sesuatu yang dia ketahui dan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan pikirannya. Dia mempertimbangkan berbagai argumen dan pandangan filosofis, serta mempelajari berbagai aliran pemikiran pada zamannya, termasuk filsafat, teologi, dan tasawuf. Namun, tidak puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan oleh tradisi intelektual saat itu, Al-Ghazali akhirnya merenungkan dirinya sendiri dan mendapati bahwa jawaban-jawaban yang dia cari sebenarnya telah tersedia dalam ajaran Islam.

Al-Ghazali mengungkapkan kritiknya terhadap beberapa aliran pemikiran filsafat, seperti filsafat Aristoteles dan aliran-aliran pemikiran lainnya yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam. Dia juga menyoroti pentingnya pengalaman spiritual dan pengenalan diri dalam mencapai kebenaran yang sejati. Dengan demikian, karya ini tidak hanya menjadi refleksi dari pencarian kebenaran Al-Ghazali sendiri, tetapi juga menjadi panduan bagi pembaca dalam memahami pentingnya mempertimbangkan aspek spiritual dalam pencarian kebenaran.

Pada akhirnya, al-Ghazali merasa kecewa dengan ilmu-ilmu yang telah dipelajarinya, kemudian beliau berpaling pada tasawuf (mistisisme). Untuk mengetahui hakikat tasawuf yang sesungguhnya, al-Ghazali belajar dan membaca kitab-kitab yang dikarang ulama-ulama tasawuf terkemuka pada waktu itu. Beliau membaca "Kut al-Qulub" milik Abi Thalib al-Makki, "Mutafarrikat al-Ma'tsurah" karya al-Junaidi, kitab-kitab karya al-Syibli, Abu Yazid al-Bustami, Harits al-Muhasibi dan masih banyak lagi.

Lagi-lagi al-Ghazali harus menelan kekecewaan. Ternyata kitab-kitab yang ia baca hanya menyuguhkan wacana tentang tasawuf. Menurut al-Ghazali, inti tasawuf bukan pada teorinya (ilmu/wacana) melainkan pada aplikasinya (amaliyyah). Substansi tasawuf terletak pada pengamalan (al-ahwal) dan rasa (al-dzauq).

Dari sini al-Ghazali terangsang untuk mengamalkan ajaran-ajaran tasawuf, mengasingkan diri (uzlah) dari satu tempat ke tempat lain, menyepi (khalwah) dan mengunci diri selama sehari penuh di menara masjid Dimsyik, tafakkur (kontempelasi) di puncak Bait al-Muqaddas, melakukan ibadah Haji, dan ziarah ke makam Rasulullah SAW. Sampai akhirnya beliau merasa bahwa dahaga intlektualnya betul-betul hilang berkat mukasyafah dan dzauq.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline