Lihat ke Halaman Asli

Catatan Perjalanan Singapura, 31 Januari 2016. (Part 1)

Diperbarui: 7 Februari 2016   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari itu saya ayunkan langkah pasti menuju bandara internasional Adisucipto Yogyakarta untuk melaksanakan salah satu agenda akademik di Singapura dan Malaysia. Pesawat AirAsia yang kami tumpangi membawa kami dari Yogyakarta hingga dalam dua (2) jam untuk sampai ke bandara internasional Changi Singapura. Setelah melewati berbagai macam pemeriksaan baik oleh petugas bandara maupun dalam keimigrasian, kami dijemput oleh bus yang sudah dipesan sebelumnya oleh dosen-dosen UAD yang juga sudah menjadi langganan ketika mereka bertugas akademik ke luar negeri.

Dalam pesawat saya lalu membayangkan bahwa Singapura bekas jajahan Inggris itu hanyalah suatu hayalan yang tak mungkin kaki saya diinjakkan di atasnya. Cerita tentang kemajuan Singapura di wilayah Asia bahkan dunia sebagai kota perdagangan dengan menjual teknologi sebagai daya tarik tersendiri bagi perkembangan perekonomian mereka.

Pelabuhannya menjadi pelabuhan tersibuk di Asia Tenggara, Asia secara keseluruhan bahkan dunia. Saya hanyalah anak kampung di Timur Indonesia yang sejak lahir berfikir bahwa dunia hanyalah segala sesuatu yang ada di kampung itu, dunia bagi saya saat itu hanya sempit sehingga tak ada fikiran untuk keluar dari kabupaten ke propinsi apalagi ke propinsi lain misalnya di daerah Jawa yang memiliki banyak kota besar dengan nama kerennya “metropolitan”. Untuk sampai ke kota propinsi saja sudah membuat saya bahagia karena keputusan berhijrah demi alasan pendidikan.

Saat beberapa menit lagi pesawat akan landing di Bandara Internasional Changi Singapura, dari atas pesawat saya melihat nampaknya cerita tentang Singapura benar adanya, bangunan-bangunan menjulang tinggi serta kapal-kapal raksasa yang memenuhi pelabuhan dan perairan di sekitar Singapura. Rasa penasaran saya semakin terkuak saat pesawat mulai mendarat dan ketika mulai memasuki bus yang kami carter. Bandara yang begitu rapih, bersih dan tak berdesak-desakkan membuat saya semakin kagum dengan negara ini.

Bus yang kami tumpangi dilengkapi dengan guide atau pemandu ceria sekaligus menjelaskan tentang sejarah Singapura, nama-nama tempat bersejarah, perekonomian, pendidikan, sosial budaya dan tempat-tempat wisata yang ada di Singapura. Sambil mendengar ocehan sang pemandu dengan bahasa Indonesia yang agak kaku kelihatannya namun sangat baik untuk ukuran orang asing yang mempelajari bahasa Indonesia, saya terus memandangi tata kota di balik jendela bus dengan tatapan diam penuh kagum. Negara sekaligus pulau ini beberapa kawasan diantaranya dibangun di atas air laut dari timbunan tanah yang dibeli dari negara-negara lain. Tak ingin kehilangan momen saya lalu mengabadikan hampir setiap bangunan yang dilewati bus dengan kamera HP milik saya. Bahkan sesekali dibuat video sebagai bukti atas apa yang saya ceritakan.

Luas tanah yang terbatas begitu pula sumber daya alam yang terbatas tidak membuat mereka malas dan hanya meratapi nasib atau garis takdir dari Tuhan, namun saya kagum atas kemampuan mereka untuk tidak mengalah pada keadaan alami yang demikian. Warga dan pemerintah Singapura yang merdeka sejak 1965 ini mengandalkan sumber daya manusia alias teknologi sebagai basis pengembangan negara. Dengan tanah yang sangat mahal karena terbatas, maka mayoritas warganya hidup di apartemen-apartemen yang dibangun pemerintah maupun swasta dengan bentuknya bertingkat-tingkat menjulang tinggi ke arah langit.

Secara kasat mata tampak warga negara di sini banyak diantaranya adalah keturunan Tionghoa, selain itu Melayu, India dan sisanya mungkin Indonesia. Selama berada di Singapura, saya tak menemukan satu pun pengemis atau pengamen di keramaian kota seperti yang terjadi di negara kami. Saya teringat celoteh sang dosen di kelas yang juga seorang alumnus HMI tentang beberapa kali ia ke Singapura bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks/HDI) negara Singapura adalah yang tertinggi se-ASIA Tenggara bahkan menempati urutan dua untuk kelas dunia. Kita ketahui bahwa untuk mengukur HDI adalah menggunakan tiga tolak ukur yakni pendidikan (Education), Pertumbuhan ekonomi (Economi Development) dan Kesehatan (health), artinya tiga hal pokok dalam menunjang kesejahteraan manusia dan pembangunan sebuah negara terkategori sangat baik sehingga patut dicari rahasianya oleh negara-negara lain termasuk Indonesia. Mendengar paparan materi dari seorang dosen di Universitas Malaya bahwa hanya tiga (3) kampus besar di Singapura namun mereka mampu memberikan sumbangsih besar bagi negara mereka. Meskipun, jika para pengelola negara di Singapura diberi kesempatan untuk mengelola Indonesia dengan begitu banyak jumlah penduduknya serta luas wilayahnya belum tentu bisa memberikan kemajuan yang diharapkan.

Saat berjalan menyusuri jalan-jalan di Singapura, pemandangan tata kota yang rapih dan bersih menambah pengalaman tersendiri bagi saya, selain itu sangat jarang kita melihat orang merokok di hampir semua tempat sehingga ini pun sangat baik bagi bebasnya udara kota dari asap rokok.  Saya membayangkan bahkan menghayalkan hal ini bisa terjadi juga di negeri saya terlebih kota-kota di pelosok. Penataan infrastruktur perkotaan menggambarkan sosok arsitek profesional sebagai otaknya serta manajemen pemerintah yang begitu baik, tentu hal ini pasti didukung oleh warga negaranya.  Konon katanya banyak pejabat dan pengusaha atau orang-orang berduit lainnya yang jika sakit mereka lebih memilih berobat ke rumah sakit di Singapura karena lebih berkualitas meskipun dengan harga yang mahal.

Rombongan kami berjumlah 28 orang yang terdiri dari 4 orang dosen, 1 orang staf dari kampus dan sisanya adalah para mahasiswa pascasarjana jurusan manajemen pendidikan dan psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta mulai menyusuri tempat-tempat yang dianggap penting di Singapura. Mulai dari simbol Singapura yakni patung kepala singa berbadan ikan, pulau sentosa, kampung Melayu, serta tempat-tempat lainnya yang menambah kesan tersendiri. Ini bukan sekedar City Tour atau wisata namun ini juga bisa membuka wawasan serta dalam rangka mengambil hal positif yang bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan daerah asal kita.

Menikmati makanan Padang di negeri Singapura adalah sungguh sangat berkesan, selain karena santap secara bersama juga karena lidah saya yang sudah terbiasa dengan nasi padang murah di Jogjakarta, maklumlah itulah yang sanggup dibeli oleh para mahasiswa seperti kami. Saya yakin, banyak wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Singapura pasti juga akan mencari makanan yang halal dan baik seperti makanan Padang selain karena ini adalah salah satu menu makanan asli Indonesia.

Saya bisa merasakan aktivitas ekonomi yang luar biasa yakni perputaran sekaligus pertukaran mata uang antara Dollar Singapura, Ringgit Malaysia dan Rupiah Indonesia terjadi di tempat-tempat belanja. Hal ini terjadi saat memasuki jadwal shoping, pertukaran uang (money changer) yang marak antara ketiga mata uang negara bertetangga ini sudah lazim dan bahkan beberapa toko menerima mata uang mana saja. Karena saya tak membawa satu pun uang dollar Singapura sehingga hanya berjalan-jalan menikmati suasana perkotaan serta mendampingi atau mengawal teman-teman saya yang sibuk berbelanja meskipun keinginan untuk berbelanja sangat besar namun saya harus realistis dan sudah merasa cukup dan sangat bersyukur karena semakin akrab dengan dosen-dosen dan teman-teman serta bersyukur dengan kesempatan langka ini. Banyak teman-teman saya yang meminta oleh-oleh akan tetapi dengan kondisi demikian, maka cukuplah oleh-olehnya adalah saya pulang ke Indonesia dengan selamat. Setelah cukup puas menjelajahi inci demi inci tiap sudut kota Singapura, maka malam harinya kami pun menyebrang ke Malaysia lewat jembatan di atas laut yang menghubungkan negara Malaysia dan Singapura. Semoga ada kesempatan lagi ke negeri ini. Amiiin ya Rabb.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline