Lihat ke Halaman Asli

Rahmaan Khairul Anwar

Fakir Yang Mencoba Berfikir Untuk Berkarir Sampai Akhir

Upaya Pemerintah dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 dengan Mengambil Contoh Peristiwa Ambon 1999

Diperbarui: 27 Maret 2020   15:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh:

Rahmaan Khairul Anwar

Mungkin para generasi milenial sekarang banyak yang tidak tahu tentang kerusuhan tahun 1999 di ambon, sebuah sejarah pahit yang telah terjadi yang bermula antara sopir angkot yang beragama Kristen dengan seorang pemuda keturuanan Bugis yang beragama Islam kemudia konlfik pun tidak bisa di hindari lagi sehingga menyebabkan pertikaian antar agama. Konflik dan pertikaian yang melanda masyarakat Ambon sejak Januari 1999 telah berkembang menjadi aksi kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa dan menghancurkan seluruh tatanan kehidupan masyarakat. Banyak darah yang tumpah dan nyawa orang yang tidak bersalah dalam pristiwa ini.

Upaya penyelesaian yang telah dilakukan negara dan aparatnya bukannya meredakan konflik dan aksi kekerasan, tapi justru makin memperkeruh keadaan. Aksi kekerasan terus-menerus terjadi tanpa ada penyelesaian. Masyarakat telah kehilangan rasa aman. Rasa saling percaya di antara manusia sesamanya yang dibangun bertahun-tahun sebagai modal kehidupan demokrasi sejati telah dihancurkan. Sementara itu, media massa dan berbagai kelompok masyarakat telah membaca dan menjelaskan aksi kekerasan di tanah Ambon-Lease semata-mata sebagai konflik dan pertikaian agama.

Kasus Ambon ini adalah yang paling parah dan menjadi daftar pertama konfik terbanyak yang menelan korban. Sejak saat itu masyarakat Ambon hidup dalam ketakutan dan banyak masyarakat yang trauma atas terjadinya kasus ini. Salah satu konflik yang muncul di Indonesia akibat kesalah pahaman ini adalah konflik Ambon yang dikenal sebagai konflik berdarah dengan menewaskan hampir 5000 nyawa dan berlangsung dari tahun 1999 sampai tahun 2002 yang diakhiri dengan perjanjian damai (Malino) yang telah di tanda tangani antara delegasi umat Kristen dan mslim yang difasilitasi oleh pemerintah.

Setelah melalui lobi dan tekanan berbagai pihak, akhirnya konflik dapat diakhiri. Pasca konflik, Kota Ambon berubah dalam berbagai aspek. Ambon yang semula bersih menjadi kumuh dan kotor. Hingga kini masih banyak terlihat puing-puing gedung dan rumah yang pernah terbakar. Gedung dan rumah yang pernah terbakar umumnya tidak segera diperbaiki karena para pemiliknya masih mempertimbangkan situasi keamanan. Sampah juga banyak berserakan hampir di setiap sudut kota. Got-got rusak, saluran PAM masih banyak yang belum diperbaiki, demikan pula jaringan telpon kabel.

Kasus ambon ini sempat di terusuri oleh pihak BBC dan mewawancarai mantan tentara anak dan pasukan jihad di Ambon. Dua di antara mereka, Ronald Regang dan Iskandar Slameth, menceritakan perjalanan mereka, berada di 'garis depan' saat konflik dan perjuangan berat menepis bara kebencian dan trauma mengingat orang-orang yang mereka bunuh dan kawan yang telah meninggal. Keduanya pernah disulut kebencian luar biasa satu sama lain, sampai kemudian bertemu di satu ruangan, beberapa tahun setelah konflik mereda, dan menjadi sahabat.

Pada saat umur 10 tahun Ronald Regang telah dihadapkan dalam "kondisi membunuh atau dibunuh untuk bisa bertahan hidup. Ronald menggunakan senjata rakitan saat bergabung dalam pasukan tentara anak untuk mempersenjantai dan menyerang para lawannya, mereka melakukan penembakan kepada para targetnya dengan jarak yang dekat dan mempertontonkan mayat lawan untuk membangkitkan semangat mereka. Adapun Iskandar Slameth pada usia 13 tahun dia suadah bergabung pada pasukan jihad dengan dasar dendam karena keluarga dan kerabatnya di tembak mati oleh tentara anak. Kedua pemuda ini Keduanya mengisahkan awal masa kelam hingga akhirnya bertemu dan menjadi sahabat sampai sekarang serta berkolaborasi menggiatkan kampanye perdamaian melalui seni.

Dari mereka berdua kita dapat mengambil pelajaran bahwasannya manusia itu tidak luput dari berbuat dosa sebagaimana hadits dari rasulullah “كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُوْنَ”. “Setiap anak cucu Adam pasti melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah dia yang selalu mau bertaubat”. (H.R. Tirmidzi). Salah satu ciri manusia adalah selalu melakukan perbuatan dosa, baik dosa besar maupun dosan kecil. Namun, Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Pengampun, Penyayang, dan Penerima taubat.

Di sisi lain Saat ini negri yang kita cintai sedang dilanda pandemi yang banyak memakan korban jiwa yaitu virus Covid-19, lalu bagaimana upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah ini dengan mengambil contoh pada kasus di ambon tahun 1999. Pemerintah menghimbau agar masyarakat melakukan socialdistancing setidaknya sejauh satu meter dan meminta masyarakat untuk tidak keluar rumah jika tidak berkepentingan, menghindari keramaian serta melakukan lockdown di beberapa tempat di Indonesia semua itu berupaya untuk menekan penyebaran virus terjadi.

Jika dilihat kasus pandemi Covid-19 ini jelas berbeda dengan kasus yang terjadi pada ambon tahun 1999 lalu, namun pandemi Covid-19 ini mirip seperti kasus di ambon, yaitu banyak nya korban jiwa yang di sebabkan kasus pandemi ini serta kerugian yang di alami, dan turunnya perekonomian di Indonesia sama seperti kasus yang terjadi di ambon tahun 1999 yang lalu. Samapi saat ini upaya pemerintah untuk menyelesaika permasalahan ini dengan serius melalui bantuan dari negri lain untuk menyediakan vaksin dari wabah tersebut.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline