Lihat ke Halaman Asli

Rahma Dwi Safitri

Ex-Journalist Intern

Generasi Muda dan Cuci Darah, Kenali untuk Antisipasi

Diperbarui: 18 Agustus 2024   22:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pasien/Image by DC Studio on Freepik

Maraknya kasus cuci darah pada anak di sosial media menjadi perhatian khusus masyarakat terutama orang tua. Sejak viralnya sejumlah anak yang menjalani cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, istilah cuci darah menjadi ramai diperbincangkan dan banyak ditelusuri masyarakat di internet. Semakin mencuat karena banyak yang mengakui hal ini diakibatkan oleh gaya hidup tidak sehat termasuk dari makanan yang umumnya banyak tersedia di pasaran.

Cuci darah disebut juga hemodialisis, umumnya dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan darah dari zat beracun sisa metabolisme tubuh karena ginjal sudah tidak berfungsi dengan baik. Hemodialisis berasal dari kata 'Hemo' dalam bahasa Yunani yang berarti darah, sedangkan 'Dialis' yang berarti memisahkan. Dalam kata lain, prosedur ini dilakukan untuk mengganti fungsi ginjal dalam membuang racun yang menumpuk dalam tubuh menggunakan mesin khusus yang saat ini disebut dengan cuci darah oleh masyarakat. 

Prosedur cuci darah biasanya berlangsung secara rutin. Sekitar dua sampai tiga kali dalam seminggu dan dilakukan selama 3-4 jam dalam sekali cuci darah. Mesin yang digunakan bernama mesin dialisis, berperan sebagai pengganti ginjal sementara (buatan) yang dapat mengeluarkan produk limbah dalam darah, termasuk urea, kreatinin, kalium, dan cairan lain sejenisnya. Biayanya cukup beragam, tergantung tipe rumah sakit yang dipilih. Namun umumnya dalam beberapa sumber, kisaran biaya cuci darah adalah Rp 700.000 hingga mencapai jutaan rupiah

Sekilas tentang cuci darah di atas seharusnya menjadi pengingat akan begitu pentingnya ginjal bagi tubuh. Selain untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, ginjal juga diperlukan untuk memproduksi sel darah merah, mengatur tekanan darah, menyaring 120-150 liter darah per hari, serta mengaktifkan vitamin D yang berfungsi untuk kesehatan tulang dan gigi. Bayangkan bila fungsi dalam ginjal terganggu, ginjal tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya, tentu akan menjadi bahaya bagi tubuh dan bahkan meningkatkan risiko kematian.

Gagal ginjal, merupakan penyakit yang disebabkan karena fungsi ginjal sudah mengalami penurunan bertahap. Ini biasanya menjadi tahap akhir dari penyakit ginjal di mana kerusakan pada ginjal sudah serius. Pada fase ini biasanya penderita membutuhkan cuci darah untuk keberlangsungan hidupnya.

Penyebab Gagal Ginjal di Usia Muda

Seperti yang telah dijelaskan di atas, cuci darah dilakukan ketika ginjal sudah tidak bisa lagi bekerja secara optimal dalam tubuh. Penyakit ini bisa menyerang siapa pun tanpa mengenal usia. Penyebabnya juga beragam dan umumnya dapat disebabkan oleh beberapa kondisi berikut:

  • Konsumsi Gula Berlebih

Mengonsumsi makanan atau minuman manis memang memanjakan lidah. Namun banyak yang tidak menyadari bahwa kebiasaan ini dapat berdampak buruk bagi tubuh. Apalagi dibarengi dengan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji. Meski tidak langsung merasakan dampaknya, kebiasaan ini tidak boleh dianggap sepele. Pasalnya dalam penelitian terbukti bahwa kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman dengan kandungan gula berlebih dapat meningkatkan risiko terkena penyakit gagal ginjal kronis.

Kadar gula darah yang tinggi berisiko merusak fungsi ginjal. Dalam hal ini ginjal harus berusaha ekstra melakukan tugasnya dalam mengolah kelebihan kadar gula tersebut menjadi urine. Dan apabila kondisinya terus menerus begini, ginjal harus selalu berusaha keras dalam pengolahan, lama kelamaan ginjal akan kehilangan fungsinya hingga mengakibatkan gagal ginjal.

Memang, tidak semua penderita diabetes mengalami gagal ginjal. Tapi orang dengan penyakit ini menjadi lebih rentan untuk terkena penyakit ginjal, apalagi telah usia lanjut. Oleh karena itu, penderita penyakit diabetes sebaiknya melakukan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi protein dan juga kadar kreatinin dalam darah agar tidak berujung komplikasi dan berefek pada ginjal.

  • Konsumsi Makanan Tinggi Kandungan Garam

Menghindari konsumsi makanan manis berlebihan bukan berarti boleh diganti dengan konsumsi makanan asin sepuasnya. Sama halnya dengan kandungan gula, kandungan garam yang tinggi juga harus dibatasi karena akan menyebabkan hipertensi bahkan kerusakan pada ginjal.

Dalam data yang dikeluarkan oleh Riskesdas 2018 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, penyakit hipertensi dialami oleh 34 persen masyarakat. Ini mengalami peningkatan setelah pada 2013 berada pada angka 27 persen. Oleh karena itu sudah seharusnya masyarakat lebih perhatian terhadap kondisi kesehatan dan pemicunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline