Lihat ke Halaman Asli

TKI Mencari Bantuan Hukum

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bantuan hukum adalah hak asasi manusia bagi setiap TKI (Tenaga Kerja Indonesia) selaku warga negara yang bekerja di luar negeri. Pemberian bantuan hukum bagi TKI bukanlah lantaran belas kasihan, tapi merupakan wujud kewajiban dan tanggung jawab kenegaraan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia sebagaimana amanah yang termaktub dalam Pembukaan UUD RI 1945.

Faktanya, TKI yang bekerja di luar negeri dirundung berbagai persoalan hukum mulai dari kasus ketenagakerjaan hingga perkara pidana. Banyak TKI mengalami pelanggaran hak dan tindak kekerasan seperti gaji tidak dibayar, penganiayaan, pelecehan seksual, pemerkosaan, bahkan dibunuh. Selain itu tak kurang pula TKI yang didakwa melakukan beragam tindak kekerasaan terhadap majikan atau orang lain.

Tak pelak lagi, TKI yang kebanyakan berasal dari keluarga miskin itu sangat butuh bantuan hukum, baik sebagai pelaku maupun selaku korban kejahatan. Masalah bantuan hukum TKI kian mencuat setelah pengadilan di Arab Saudi menjatuhkan hukuman pancung terhadap Almarhumah Ruyati binti Satubi tanpa sepengetahuan pemerintah RI. Karena itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dituding berdusta karena mengatakan dalam pidatonya di depan Konferensi ke-100 Organisasi Buruh Internasional di Geneva, Swiss bahwa Indonesia sudah mempunyai aturan perundangan untuk melindungi TKI.

Tajuk Rencana Kompas Selasa, 21 Juni 2011 secara gamblang menyatakan, apa pun alasannya kasus Ruyati dan mungkin ratusan lainnya yang belum terungkap menunjukkan kegagalan pemerintah melindungi warga negara di luar negeri. Manakala TKI menghadapi masalah hukum semestinya negara terasa kehadirannya melindungi warganya, menyewa pengacara setempat untuk membela serta memerjuangkan hak-hak TKI. Soalnya, kemana dan bagaimanakah caranya TKI mendapatkan bantuan hukum ?

Tanggung jawab Negara / Pemerintah

Presiden SBY tidaklah dusta. Sebab, Indonesia sudah punya UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKI). Secara umum perlindungan TKI yang diemban pemerintah dilandaskan kepada UUD 1945 dan dilaksanakan oleh Kementrian Luar Negeri. Perlindungan TKI juga mengacu UU No. 1 Tahun 1982 tentang Ratifikasi Konvensi Wina 1961 menyangkut Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler serta UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

Menurut UU PPTKI upaya perlindungan demi menjamin terpenuhinya hak asasi manusia TKI sebagai amanah UUD 1945 adalah tugas, tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah (Bab II) serta sekaligus merupakan hak bagi TKI (Bab III). Perlindungan TKI yang diemban Pemerintah meliputi upaya diplomatik (Pasal 7 huruf d), kerja sama internasional, advokasi dan memfasilitasi penyelesaian perselisihan atau sengketa antara TKI dengan pengguna dan atau PJTKI (Pasal 90).

Pasal 80 ayat (1) huruf a UU PPTKI menandaskan bahwa perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan dengan pemberian bantuan hukum dan pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai perjanjian kerja dan atau peraturan perundangan negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional. Tugas perlindungan TKI dipikulkan kepada Perwakilan Luar Negeri RI dan atau Atase Ketenagakerjaan (Pasal 78).

Tegasnya, jaminan perlindungan TKI adalah hak asasi manusia yang menjadi tanggung jawab kenegaraan sebagai amanah UUD 1945. Ketentuan UU PPTKI itu selaras dengan Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Tahun 1990. Karena itu Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa UU PPTKI lebih mengatur tentang perlindungan negara / pemerintah terhadap TKI pada masa kerja di negara penempatan (Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : 2006).

UU PPTKI yang lahir tahun 2004 telah merubah aturan hukum sebelumnya yang menekankan tanggung jawab perlindungan dan pembelaan TKI ke pundak PJTKI bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan TKI yang terdiri dari Konsultan Hukum dan atau Lembaga Asuransi di negara tujuan berdasarkan Pasal 58 Kepmenakertrans No. 104 A Tahun 2002.

Namun sungguh mencengangkan, konon sempat beredar kabar yang telah dibantah oleh Direktur Perlindungan WNI Kemlu dan BNP2TKI. Nampaknya, pertikaian dipicu akibat salah kaprah terhadap UU PPTKI menyangkut siapa penanggung jawab dalam masalah perlindungan, pembelaan dan bantuan hukum bagi TKI di luar negeri. Nyatanya, berbagai Organisasi BMI Hong Kong melancarkan kecaman keras kepada pejabat KJRI yang mengatakan bahwa perlindungan pertama dan utama adalah dari pihak majikan, agensi asing dan atau PJTKI. Sedang pemerintah adalah perlindungan lapis terakhir. Karena itu Perwakilan RI memaksa pekerja migran rumah tangga menggunakan jasa komersial agensi asing sesuai Pasal 24 UU PPTKI.

Dampaknya, banyak TKI dirugikan saat mencari perlindungan hukum. Sebab, pejabat Perwakilan RI justru melempar tanggung jawab kepada agensi asing dan atau PJTKI. Pengabaian pejabat untuk memberikan perlindungan dan bantuan hukum kepada TKI sejatinya adalah tergolong perbuatan sewenang-wenang aparat yang melanggar hukum lantaran tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perbuatannya.

Lebih parah lagi pemaksaan masuk dalam penguasaan agensi asing sebagai konsekuensi Pasal 24 UU PPTKI dan penolakan pemberian bantuan hukum berarti membiarkan pekerja migran rumah tangga dalam keadaan serupa perbudakan tanpa perlindungan negara. Sebab, Pasal 24 UU PPTKI adalah kebijakan resmi negara yang mempermudah terjadinya kejahatan perdagangan manusia. Dengan begitu, pelaksanaan ketentuan Pasal 24 UU PPTKI justru bakal menjerumuskan penyelenggara negara mempermudah atau melakukan perdagangan manusia melanggar Pasal 8 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Peraturan Pemerintah Tentang Bantuan Hukum TKI

Sangat disayangkan hingga detik ini tidak ada aturan lebih lanjut berbentuk Peraturan Pemerintah tentang tata cara perlindungan berupa pemberian bantuan hukum dan pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI di luar negeri seperti diperintahkan secara tegasoleh Pasal 80 ayat (2) UU PPTKI.

Aturan lebih lanjut hanya dalam nomenklatur Peraturan Menakertrans (Permenakertrans) No. 22 Tahun 2008. Menurut Pasal 47 Permenakertrans ini pemberian bantuan hukum TKI di luar negeri adalah tanggung jawab Perwakilan RI yang dilakukan dengan menyediakan pengacara atau penerjemah, memfasilitasi komunikasi dengan keluarga TKI di Indonesia atau pengguna TKI di negara tujuan. Ironisnya, Permenakertrans ini sudah dicabut.

Setelah lebih enam tahun berkuasa, SBY tetap enggan menunaikan amanah menetapkan Peraturan Pemerintah tentang perlindungan, pembelaan hak-hak dan bantuan hukum TKI di luar negeri guna menjalankan UU PPTKI yang menjadi tanggung jawab konstitusional Presiden sesuai Pasal 5 ayat (2) UUD 1945.

Alih-alih, SBY justru membentuk satuan tugas (Satgas) berlandaskan Keputusan Presiden dengan biaya Rp 100 milyar untuk menjawab persoalan kebutuhan advoksi pembelaan dan bantuan hukum bagi TKI yang terancam hukuman mati di luar negeri (Kompas.Com, 27 Juni 2011). Padahal Satgas bisa jadi kurang berdaya guna dan menyebabkan tumpang tindih pelaksanaan perlindungan TKI di luar negeri. Sebab, pertama, khusus bagi TKI yang terancam hukuman mati, bantuan hukum yang dibutuhkan adalah pembelaan oleh pengacara yang punya lisensi beracara di pengadilan negara setempat. Kedua, upaya diplomatik melindungi TKI sesuai perundangan dilakukan oleh Perwakilan RI / Kementrian Luar Negeriatau bahkan ditangani langsung oleh sang Presiden.

Ketiadaan Peraturan Pemerintah tersebut merupakan kelalaian pemerintah memberikan jaminan perlindungan dan bantuan hukum sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kerugian dan bahkan melayangnya nyawa TKI di luar negeri. Apa pun alasannya, setiap kegagalan memberikan perlindungan dan bantuan hukum bagi TKI, sesungguhnya adalah kegagalan pemerintah mengemban tanggung jawab kenegaraan selaras amanah UUD 1945. Kegagalan dan kelalaian pemerintah memenuhi kewajiban hukum untuk melindungi dan membela hak-hak TKI adalah tergolong perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) karena bertentangan dengan UUD 1945, melanggar UU PPTKI dan merugikan hak-hak TKI.

Lantas, kemana lagi TKI harus mencari bantuan hukum ?

Yogyakarta, 7 Juli 2011

Abdul Rahim Sitorus

Advokat Kongres Advokat Indonesia (KAI)

Paralegal Pendamping TKI

YLBHI – LBH Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline