Lihat ke Halaman Asli

Ijarah, Ariyah, Wadi'ah

Diperbarui: 4 April 2017   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

A.PENGERTIAN IJARAH

Kata ijarah beasal dari baasa arab, yaitu ajara (اَجَرَ) – yu’jiru (يُؤجِرُ) – ijaran (إِيْجَارًا) yang berarti menyewakan. Menuru istilah ijarah atau sewa adalah akad atas beberapa manfaat atas penggantinya.Jadi ijarah atau sewa adalah penggunaan suatu barang atau jasa yang memberikan manfaat dan yang dipergunakan tudak berkurang dari keadaan semula sert ada batasan wakunya. Bedanya sewa menyewa dengan jual beli adalah, alam akad jual beli hak kepemilikan suatu barang berpindah tangan atau dipunyaai si pembeli, sementara akad sewa menyewa, hak kepemilikan suatu barang tidak berpindah tetapi hanya kegunaan atau manfaat suatu benda yang dialihkan kepada si penyewa. Adapun pengertian ijarah menurut beberapa ulama madzhab, yaitu sebagai berikut :

1.Pengertian ijarah menurut ulama Hanafiah ialah : akad untuk mempebolehkan

kepemilikan manfaat yang diketahui dan dilakukan dengan sengaja dari suatu zat yang disewa dengan disertai imbalan.

2.Pengertian ijarah menurut ulama Malikiyah ialah : nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan juga untuk sebagian yang dapat dipindahkan.

3.Pengertian ijarah menurut ulama Sayyid Sabiq ialah : jenis akad untuk mengambil manfaat dengan tujuan penggantian.

Pemanfaat yang diterima atau diambil bias berupa pemanfaatan barang atau juga pemafaatan jasa seperti pekerjaan atau tenaga. Pemanfaatan barang bias seperti mendiami rumah,penggunaan kendaraan dan lain-lain.sementara pemanfaatan jasa atau tenaga bias seperti penjahit, buruh tani dan pekerjaan yang dapat diambil manfaat.

DASAR HUKUM IJARAH

Dasar hukum atau landasan ijarah dalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dasar hukum ijarah dari Al-Qur’an adalah Surat At-Thalaq ayat 6 dan Al-Qashas ayat 26, sebagaimana firman Allah SWT.

1.Surat At-Thalaq ayat 6

وَاِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٌ اُخْرَى

“ . . . kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu mka berikanlah kepada mereka upah.”

2.Surat Al-Qashash ayat 26

قَالَتْ اِحْدَ هُمَا يَابَتِ اسْتَأْجِرْهُ اِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ القَوِيُّ اْلآمِيْنُ

“ salah seorang dari kedua wanita itu berkata : “Ya bapakku ambillah ia sebagai prang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”

Dasar hukum ijarah dari Al-Hadits sebagaimana yang disabdakan Rasulullah :

أعطوا الأجير أجره قبل ان يجف عرقه

“ berikanlah upah terhadap pekerjaan sebelum kering keringatnya”

Dari sumber-sumber hukum irah tersebut dapat disimpulkan bahwa praktek ijarah atau sew menyewa boleh adanya. Tetapi harus sesuai dengan ajaran agama islam dan tidakmelenceng dari syari’at agama islam.

Ada beberapa istilah dan sebutan yang berkaitan dengan ijarah, aitu antara lain Mu’jir (pemilik benda yang menerima uang sewa atas suatu manfaat), Musta’jir (orang yang memberikan atau pihak yang menyewa), Ma’jur (pekerjaan yang diakadkan manfaatdanya), dan ajr atau ujrah (uang sewa yang diberikan atau diterima sebagai imbalan atas manfaat yang diberikan).

RUKUN DAN SYARAT IJARAH

Dalam melakukan akad sewa menyewa atau ijarah, tentuna tidak boleh meleneng dari syari’at agama. Diantaranya ada syarat dan rukun ijarah. Menurut jumhur ulama, rukun ijarah terdiri dari Mu’jir, Musta’jir, Ajr, Manfaat dan Shighah (ijab qabul).

Syarat yang harus dipenuhi oleh mu’jir dan muata’jir yaitu seperti syarat akad lainya.

a.Berakal.

b.Kehendak sendiri (tanpa paksaan).

c.Baligh.

d.Mengetahui secara jelas tentang manfaat yang diakadkan agar tidak terjadi salah paham.

e.Serta mengetahui akad masa mengerjakannya atau batasan waktu.

Menurut Jumhur ulama ada beberapa syarat yang harus dipenuhi berkaitan dengan manfaat atau obyek akad ijarah, yaitu :

a.Manfaat yang dijadikan obyek ijarah harus diketahui dengan pasti mulai bentuk, sifat, tempat hingga waktunya.

b.Manfaat itu harus dipenuhi dalam arti yang sebenarnya.

c.Manfaat yang dikamsud bersifat mubah. Karena tidak boleh menyewakan barang yang haram atau dilarang oleh syara’. Misalnya tempat untuk berjudi atau maksiat dan lain-lain.

MACAM-MACAM IJARAH

1.Ijarah ‘Ala Al-Manfi’.

Yaitu ijarah yang obyek akadnya adalah manfaat atau benda.Seperti contoh, menyewakan mobil atau kendaraan, menyewakan rumah dan lain-lain. Yang perlu diperintahkan adalah tidak boleh menjadikan obyek sebagai tempat yang manfaatnya dilarang oleh syara’.

2.Ijarah ‘Ala Al-‘Amal ijarah.

Yaitu ijarah yang obyek akadnya adalah jasa atau pekerjaan. Contohnya adalah penahit atau jasa insinyur dalam pembangunan dn lain-lain. Dan tentunya manfaat yang diberikan tidak keluar atau dilarang oleh syara’.

Akad ijarah ini, terkait erat dengan masalah upah mengupah. Ajir dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a.Ajir Khass (pekerja khusus) : pekerja atau buruh yang melakukan suatu pekerjaan secara individual dalam waktu yang telah ditentukan.Contohnya pembantu rumah tangga. Menyusui anak (seperti pada zaman Rasulullah).

b.Ajir Musytarak : orang yang bekerja dengan profesinya dan tidak terkait oleh orang tertentu. Dia mendapatkan upah karena profesinya, bukan penyerahan dirinya terhadap pihak lain. Contohnya insinyur atau pengacara.

Pembatalan dan Berakhirnya Ijaroh

Ijarah termasuk akad yang lazim, yaitu akad yang tidak boleh terjadinya fasakh (pembatalan) pada salah satu pihak kecuali jika ada factor yang mwajibkan adanya fasakh (pembatalan). Faktor-faktor yang menyebabkan yerjadinya fasakh antaralain :

1.Terjadinya cacat pada barang ketika diterima atau berada pada si penyewa (musta’jir) atau juga barang yang disewakan rusak. Menurut jumhur ulama, kematian pada salah seorang yang sedang berakad tidak dapat membatalkan ijarah, karena ahli warisnya dapat menggantikan posisinya, baik sebagai mu’jir atau musta’jir.

2.Terpenuhinya manfaat benda atau jasa ijarah, atau juga selesainya pekerjaan dan juga berakhirnya waktu yang telah ditetukan.

B.‘ARIYAH

Pengertian ‘Ariyah

‘Ariyah menurut bahasa adalah pinjaman. Sedangkan menurut istilah, ariyah ada beberapa pendapat :

a.Menurut hanafiyah ‘ariyah ialah “memiliki manfaat secara Cuma-Cuma”.

b.Menurut Malikiyah, ‘ariyah ialah “memiliki manfaat dalam waktu tertentu dengan tanpa imbalan”.

c.Dan menurut Syafi’iyah, ‘ariyah ialah kebolehan mengambil manfaat dari seseorang yang membebaskannya, apa yang mungkin untuk dimanfaatka, serta tetap zat barangnya supaya ddapat dikembalikan kepada pemiliknya.

Jadi yang dimaksud dengan ‘ariyah adalah memberikan manfaat suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara Cuma-Cuma (gratis). Bila digantikan dengan sesuatu atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ‘ariyah.

Dasar Hukum ‘Ariyah

Menurut Sayyid sabiq, tolong menolong adalah sunnah. Sedangkan menurut al Ruyani bahwa ‘ariyah hukumnya wajib ketika awal Islam. Landasan hukumnya dalam QS. Al Maidah ayat 2:

“Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong untuk bernuat dosa dan permusuhan.”

Landasan hukum yang kedua adalah hadits:

“Sampaikanlah amanat orang yang memberikan amanat kepadamu dan janganlah kamu khianat sekalipun dia khianat kepadamu.”

Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud Al ‘Ariyata Muadzaatun artinya barang pinjaman adalah benda yang wajib dikembalikan.

Rukun dan syarat ‘Ariyah

Menurut Hanafiyah, rukun ‘Ariyah adalah satu, yaitu ijab dan qobul, tidak wajib diucapkan, tapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam  barang yang dipinjam dan boleh hukum ijab qobul dengan ucapan.

Menurut Syafi’iyah, rukun ‘ariyah adalah sebagai berikut:

1.Kalimat mengutangkan (lafadz), seperti seseorang berkata. “Saya utangkan benda ini kepada kamu” dan yang menerima berkata. “Saya mengaku berutang benda anu kepada kamu.” Syarat bendanya ialah sama dengan syarat benda-benda dalam jual beli.

2.Mu’ir yaitu orang yang mengutangkan (berpiutang) dan musta’ir yaitu orang yang menerima utang. Syarat bagi mu’ir adalah pemilik yang berhak menyerahkannya, sedangkan syarat-syarat bagi mu’ir dan musta’ir adalah :

a.Baligh,

b.Berakal,

c.Orang tersebut tidak dimahjur, (dibawah perlindungan).

3.Benda yang diutangkan, disyaratkan 2 hal yaitu :

a.Materi yang dipinjamkan dapat di  manfaatkan,

b.Dan pemanfaatan itu dibolehkan.

Pembayaran Pinjaman

Setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti peminjam memiliki utang kepada yang berpiutang (mu’ir). Setiap utang wajib di bayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau membayar hutang, bahkan melalaikan pembayaran utang juga termasuk aniaya. Perbuatan aniaya merupakan salah satu perbuatan dosa. Rosulullah bersabda :” orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar utang adalah aniaya” (H.R.Bukhari dan Muslim).

Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan, asal saja kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berutang semata .Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar utang. Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya di antara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaik-baiknya dalam membayar utang” (HR. Bukhari dan Muslim).

Meminjam Pinjaman dan Menyewakannya

Abu hanifah dan Malik berpendapat bahwa peminjam boleh meminjamkan benda-benda pinjaman kepada orang lain. Sekalipun pemiliknya belum mengizinkannya jika penggunaanya untuk hal-hal yang tidak berlainan dengan tujuan pemakaian pinjaman. Menurut mazhab Hanbali, peminjam boleh memanfaatkan barang pinjaman atau siapa saja yang menggantikan statusnya selama peminjaman berlangsung, kecuali jika barang tersebut disewakan.

Jika peminjam suatu benda meminjamkan benda pinjaman tersebut kepada orang lain, kemudian rusak di tangan kedua, maka pemilik berhak meminta jaminan kepada salah seorang diantara keduanya.

Tanggung Jawab Peminjam

Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian barang tersebut rusak, ia brkewajiban menjaminnya, baik karena pemakaian yang berlebihan maupun karena yang lainnya. Rosulullah Saw bersabda, bahwasanya pemegang berkewaiban menjaga apa yang ia terima, hingga ia mengembalikannya.



C.WADI’AH

Barang titipan dikenal dalam bahasa fiqh dengan sebutan al-Wadi’ah, dan secara bahasa al-wadi’ah ialah sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya dijaganya.

Menurut Hasbi ash-Shidiqie, al-Wadi’ah ialah” akad yang intinya minta pertolongan kepada seseorang dalam meelihara harta penitip”.

a.DASAR HUKUM WADI’AH

Wadi’ah adalah amanat bagi orang yang menerima titipan dan ia wajib mengembalikannya pada waktu pemilik meminta kembali, firman Allah SWT :” jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya dan bertaqwalah kepada Allah sebagai Tuhannya “ (Al-Baqarah: 283). Orang yang menerima titipan tidak berkewajiban menjamin, kecuali bila ia tidak melakukan kerja  dengan sebagaimana mestinya atau melakukan jinayah terhadap barang titipan .

b.RUKUN DAN SYARAT AL-WADI’AH

Menurut hanafiyah rukun al-wadi’ah ada satu, yaitu ijab dan qobul, sedangkan yang lainnya termasuk syarat dan tidak termasuk rukun. Menurut hanafiyah dalam sighat ijab dianggap sah apabila ijab tersebut dilakukan dengan perkataan yang jelas (sharih) maupun dengan perkataan samaran (kinayah). Hal ini berlaku juga untuk kabul, disyaratkan bagi yang menitipkan dan yang dititipi barang dengan  mukalaf. Tidak sah apabila yang menitipkan dan yang menerima benda titipaan adalah orang gila atau anak yang masih kecil/ belum dewasa.

Menurut syafi’iyah al-wadi’ah memiliki 3 rukun, yaitu:

a.Barang yang dititipkan, syaratnya adalah barang/benda tersebut merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut syara’.

b.Orang yang menitipkan dan yang menerima titipan, disyaratkan bagi penitip dan penerima titipan sudah baligh, berakal serta syarat-syarat lain yang sesuai dengan syarat-syarat berwakil.

c.Sighat ijab dan qabul al-wadi’ah, disyaratkan pada ijab qabul ini dimengerti oleh kedua belah pihak, baik dengan jelas maupun samar.

c.HUKUM MENERIMA BENDA TITIPAN

Menurut Sulaiman Rasyid, hukum menerima benda-benda titipan ada empat macam, yakni sunat, haram, wajib dan makruh.

d.RUSAK ATAU HILANGNYA BENDA TITIPAN

Jika orang menerima titipan mengaku bahwa benda-benda titipan telah rusak tanpa adanya unsur kesengajaan darinya, maka ucapannya harus disertai dengan sumpah supaya perkataannya itu kuat kedudukannya menurut hukum, namun ibnu al-Munzir berpendapat bahwa orang yang menerima titipan sudah dapat diterima ucapannya secara hukum tanpa dibutuhkan adanya sumpah, sedangkan menurut ibnu Taimiyah, jika seseorang yang memelihara benda-benda  titipan mengaku bahwa benda titipan ada yang mencuri, sementara harta yang ia kelola tidak ada yang mencuri maka orang yang menerima benda titipan tersebut wajib menggantinya.

Orang yang meninggal dunia dan terbukti  padanya terdapat benda-benda titipan milik orang lain, ternyata barang-barang titipan tersebut tidak dapat ditemukan maka ini merupakan utang bagi yang menerima titipan dan wajib dibayar oleh para ahli warisnya.

Bila seseorang menerima benda-benda titipan sudah lama waktunya, sehingga ia tidak lagi mengetahui dimana atau siapa pemilik benda-benda titipan tersebut dan sudah berusaha mencarinya dengan cara yang wajar, namun tidak lagi diperoleh keterangan yang  jelas maka benda titipan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan agama, dan mendahulukan masalah yang paling penting.

A.Daftar Pustaka

Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.

Rasyid, Suliman. 1976. Fiqh Islam, Jakarta: At-tahiriyah.

Sabiq, Sayyid. 1977. Fiqh Al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1984. Pengantar Fiqh Muamalah. Jakarta: Bulan Bintang.

Huda, Qomarul, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta : Teras, 2011).

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta : PT.Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2010), h.34

Qomarul Huda, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta : Teras, 2011), h.77

Ibid.,

Al-Qur’an dan Terjemahnya,h.556

Ibid., h.388

Qomarul Huda, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta : Teras, 2011), h.79

Ibid., h.79-80

Ibid., h.80

Ibid., h.82

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline