Percayakah kalian, ini pertama kalinya saya menjelajah luar kota. Maafkan anak rumahan ini ya..heheheh... Dan memang dunia luar itu terlampu indah untuk tidak diungkapkan. Kebahagiaan perjalanan jauh perdana dengan motor. Dan, rasanya puas sekali dapat menikmati kesejukan Wonogiri. Udara dinginnya, ah...bukan.. tapi sarapan paginya..heehehe.... Memang pengalaman pertama memang selalu membuat tubuh bergidik. Bukan karna sesuatu yang menakutkan melainkan karna rasa super excited yang menyebar di aliran darah.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<ins class="adsbygoogle"
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-2601046107569442"
data-ad-slot="1645568710"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
Perjalanan dari Jakarta menuju Wonogiri terbilang baru untuk saya. Rasa super lelah tidak menimbulkan efek jera, tapi efek ketagihan. Dan, tidak ada obatnya..hahahah... Bagaimana bisa? Perjalanan perdana disugguhkan oleh macetnya jalan yang luarbiasa. Bayangkan saja 55 jam di perjalanan, artinya 2 hari 7 jam saja.
Biasanya untuk tiba di Wonogiri, hanya memakan waktu 1-1.5 hari saja. Jalanan didominasi oleh bis dan mobil, jalanan motor sekecil itupun terhalang, bahkan jalan perkampungan pun dikerahkan.
Tetapi, yang didapatkan tetap kemacetan berkilo-kilo meter. Dikarenakan kemacetan panjang pun menyebabkan banyak kendaraan bermotor mengalami kehabisan bahan bakar ditambah kelangkaan bahan bakar.
Luarbiasa rasanya, dengan perjalanan perdana dengan motor membawa carriel 30 liter di punggung. Mengapa bisa ketagihan? Berjalan bersama beriringan motor lain itu rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.
Tidur di depan alfamart atau masjid pun tak masalah karena semua orang melakukannya. Tanpa ada rasa malu sedikit pun. Tanpa ada rasa gengsi sedikit pun. Bisa dirasakan sendiri. Kalau berani.. hehehehe....
Setibanya di Wonogiri sekitar pkl. 10.00 malam, dan langsung terbujur lemas tanpa berkata apa-apa. Perjuangan yang membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Bukan apa. Tapi, memang waktu tak terasa cepat berlalu disana. Seminggu mengunjungi Wonogiri, serasa hanya sehari. Setiap hari menghirup udara segar yang tidak bisa didapatkan di Ibukota Jakarta.
Mehirup udara sawah. Menikmati padi yang sedang menguning. Merasakan udara sejuk merambat di atas kulit. Embun yang menyentuh dan berbau. Semuanya membuat rasa lelah itu menjadi energi baru yang muncul untuk menjelajah. Dan petualangan pun akhirnya dimulai di sebuah tempat bernama Waduk Gajahmungkur.
VOILA! Waduk Gajahmungkur memang sudah menjadi icon kota Wonogiri. Bendungan yang dibuat dengan membentang luas memotong aliran Sungai Bengawan Solo ini memang sangat memukau. Waduk terluas se-Asia Tenggara ini bahkan menjadi penyelamat ketika debit air meningkat. Selain sebagai pembangkit tenaga listrik, waduk ini pun berfungsi sebagai irigasi di area pesawahan dan perkebunan bagi warga di sekitarnya.
Cuaca cerahnya membuat kami betah berlama-lama memandangi waduk tersebut. Kebersihan di area sekitaran waduk pun menjadi pendukung utamanya. Bukan tak betah berlama-lama disini, kami pun mencari tempat lain yang mempertontonkan waduk ini. Kami pun akhirnya sampai ke sebuah tempat nan cantik di atas perbukitan. Tempat ini biasa dipakai untuk paralayang / paragliding / gantole.