Lihat ke Halaman Asli

Rahayu Damanik

TERVERIFIKASI

Ibu Rumah Tangga

Ketika Suami Dibandingkan dengan Ayah atau Istri Dibandingkan dengan Ibu Sendiri

Diperbarui: 24 Agustus 2016   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

hubungan baik dengan orang tua terkadang membuat kita menuntut pasangan untuk meniru papa atau mama sendiri (foto: ktar.com)

Seorang wanita yang memiliki penilaian baik dan mempunyai ikatan emosional kuat dengan ayahnya biasanya berharap supaya suami sendiri bisa meniru cara papa dalam mengasuh anak dan memperlakukan istri. Pun demikian dengan pria bila memiliki sosok ibu yang istimewa di hati akan berharap supaya istrinya sebisa mungkin meniru ibunya dalam hal rasa masakan, profesi, atau mendidik anak.

Disadari atau tidak dalam pernikahan, pasangan yang demikian menjadi tergoda untuk membanding-bandingkan apa yang dilakukan pasangan apakah lebih baik atau lebih buruk dari bapak atau ibu yang diidolakan. Bila perlakuan pasangan terasa kurang dibandingkan ayah atau ibu sendiri maka akan mudah timbul rasa tidak puas, kecewa, dan sikap mendorong pasangan agar sama seperti bapak atau ibu sendiri.

Terkadang kalimat ini muncul, “Kamu kok begitu? Papa saya dulu begini” atau “Kamu seharusnya seperti ibu saya donk. Makanya ayah sayang banget ke ibu” Tujuan mengucapkan kalimat demikian sebenarnya untuk memotivasi pasangan agar bisa lebih baik lagi namun faktanya hal tersebut malah melukai pasangan dan membuatnya menilai diri sebagai istri atau suami yang payah di mata pasangan.

Apalagi bila suami atau istri sudah berusaha keras meniru ayah atau ibu kita namun tetap tidak membuat kita puas juga maka akan menimbulkan perasaan tidak nyaman yang mengancam keharmonisan rumah tangga yang dibina. Sampai kapan pun pasangan tidak akan bisa menyerupai ibu atau bapak kita sebab semua orang memiliki keunikan masing-masing.

Ayah atau ibu kita juga pasti memiliki kekurangan pun pasangan juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang tua. Lebih bermnfaat menerima kekurangan pasangan sama seperti kita juga ingin diterima apa adanya olehnya.

Bila para istri terlahir sebagai seorang yang begitu menikmati karier di luar rumah namun tiba-tiba suami menginginkan supaya menjadi seperti ibunya yang seorang rumahan, tentu tidak enak sekali bukan? Demikian juga bila papa mertua seorang pintar memasak sementara suami hanya suka tenggelam dalam urusan bongkar pasang mesin dan tiba-tiba istri mengharapkan suami seperti papanya tentu menimbulkan rasa tidak nyaman.

Bila terfokus pada kekurangan pasangan dan membandingkan dengan kelebihan papa atau mama sendiri maka rasa kecewa tidak akan ada habisnya. Efektif sekali bila kita mengingat kembali apa yang membuat kita tertarik pada pasangan sebelum memutuskan menikah dengannnya dulu. Bila dulu kita tidak begitu menghiraukan kekurangannya maka sekarang pun kita pasti bisa berkompromi.  

Sama seperti pasangan yang memiliki kekurangan, kita juga pasti bukan pasangan yang sempurna. Menuntut pasangan untuk sama seperti ayah atau ibu membuat kita seolah menempatkan diri sebagai pasangan yang sudah sempurna. Padahal kita pun memiliki banyak kekurangan yang mungkin hanya diketahui oleh pasangan.

Lebih bermanfaat membiarkan pasangan menjadi dirinya sendiri sehingga pasangan lebih nyaman dan maksimal menjalankan peran sebagai suami atau istri daripada harus didorong-dorong menjadi diri orang lain. Saat kita berhenti menuntut pasangan menjadi seperti ayah atau ibu kita lagi maka di situ adalah awal dimana kita menjadi efektif menutupi kekurangan pasangan dengan kelebihan kita pun sebaliknya.

Salam,

Rahayu Damanik

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline