Malam penganugerahan pemenang Festival Film Pendek Indonesia (FFPI) 2015 diadakan pada tanggal 22 Januari 2016 di Galeri Indonesia Kaya yang berlokasi di Grand Indonesia West Mall lt. 8 Jakarta. Galeri ini merupakan wadah dokumentasi dan apresiasi seni-budaya Indonesia mulai dari tradisi, kesenian, pariwisata, dan kuliner Nusantara. Dibangun untuk menjadi ruang edutainment budaya bangsa yang memanfaatkan teknologi digital terbaru. Siapa saja boleh masuk dan menikmati panel-panel aplikasi digital yang disajikan. Pengunjung bisa menikmati tulisan, foto, dan beberapa aplikasi interaktif yang semuanya berbasis digital. Aplikasi interaktif tersebut mengajak pengunjung menyelaraskan pakaian adat secara digital, bermain congklak digital, dan area permainan Arungi Indonesia yang membuat serasa terbang bebas di berbagai destinasi menarik di seluruh Nusantara. Auditorium Galeri Indonesia Kaya inilah yang dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat berkarya dan salah satunya dipergunakan untuk menampilkan kesepuluh finalis FFPI 2015. Auditorium yang berkapasitas 150 orang ini juga gratis untuk semua lapisan masyarakat asalkan acara yang diselenggarakan berkaitan dengan budaya bangsa Indonesia.
FFPI 2015 yang diadakan Kompas TV adalah salah satu bentuk kepedulian terhadap regenerasi perfilman Indonesia. Tidak dapat disangkal, banyak sutradara hebat yang memulai karier dengan membuat film pendek. Beberapa diantaranya kini sudah menjadi sutradara beken seperti Riri Riza, Hanung Bramantyo, dan Angga Sasongko. Ini adalah tahun kedua Kompas TV menyelenggarakan FFPI. Tahun ini tema yang diambil adalah: INDONESIAKU, KEBANGGAANKU. Tema nasionalisme ini diambil selain bertujuan menjaring, merangkul, dan memajukan para sineas muda berbakat juga untuk menanamkan rasa kecintaaan terhadap negeri sendiri di dalam hati para penikmat film.
Bintang tamu adalah Angga Sasongko yang merupakan sutradara beken penggarap film nasional yang sukses di jagat perfilman Indonesia. Sebelum pengumuman pemenang dan penyerahan piala FFPI 2015, sepuluh film terbaik masing-masing lima kategori pelajar dan lima kategori mahasiswa/umum diputar untuk ditonton para penikmat film yang begitu antusias memadati ruang tempat pemutaran film. Keseluruhan acara berlangsung sekitar dua setengah jam dari pukul 17.00 - 19.30 WIB.
Ini adalah pengalaman pertama saya menonton film pendek. Kesan saya, menonton film pendek ibarat membaca artikel singkat yang menarik dan selalu menyajikan kejutan di setiap akhir cerita. Betapa seru bisa menonton beberapa film berkualitas dalam satu durasi film panjang. Selain untuk bersenang-senang karena memang hobi saya menonton film, bisa juga memperluas wawasan karena pesan yang disampaikan membuat terharu dan tersentuh. Saya bahkan merinding karena bisa menangkap makna hidup yang diajarkan dari berbagai sajian cerita sederhana namun sarat makna. Karya para finalis adalah bukti betapa berbakat para sineas muda dalam menghasilkan film terbaik dan ini adalah pondasi yang kuat bagi masa depan perfilman Indonesia.
Perkembangan dunia perfilman Indonesia sangat pesat semenjak awal tahun 2000. Dimulai dengan film "Ada Apa dengan Cinta" (AADC) kemudian diikuti film layar lebar Indonesia lainnya yang laris manis di tanah air. Saya jadi teringat saat tahun 2002 ketika menjadi mahasiswa baru di Universitas Indonesia ternyata bersamaan dengan masuknya aktor AADC Nicholas Saputra sebagai mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi yang sama. Kehadirannya sempat membuat kehebohan di antara para mahasiswi baru yang berebut meminta tanda tangan. Hal tersebut adalah salah satu bukti ternyata film Indonesia sudah mampu mencuri hati para penikmat film.
Anastasia Praditha (News Presenter Kompas TV) menjadi pemandu acara FFPI 2015. Sebelum acara dibuka, semua penikmat film diminta berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dipandu dari layar teater. Benar-benar membuat merinding karena setelah tamat SMA lima belas tahun yang lalu, ini adalah kedua kali saya menyanyikan lagu Indonesia Raya. Pertama saat menonton di bioskop sebelum pemutaran film Soekarno dan yang kedua saat saya menonton film pendek ini. Sungguh lagu Indonesia Raya mampu membuat saya bertanya ke sanubari, apa yang sudah saya perbuat untuk Indonesia? Setelah menyanyikan lagu kebangsaan, para penonton yang terdiri dari wartawan, para filmmaker, dan kompasioner diminta kembali duduk sambil menikmati film pendek terbaik.
Berikut lima finalis film pendek kategori umum/mahasiswa yang terpilih:
1. Ojo Sok-Sokan
Sinopsis: Menyorot tingkah laku seorang anak muda daerah yang biasa menggunakan bahasa Jawa medok dalam kesehariannya. Anak muda tersebut ingin terlihat selalu up to date baik dalam gadget maupun bahasa. Akhirnya si pemuda terjerat rasa malu akibat ambisi untuk selalu mengikuti perkembangan.
Pesan film: Jadilah diri kita apa adanya, tidak perlu hanyut dalam derasnya perkembangan mode apalagi tidak sesuai jati diri.
Bahasa: Jawa dengan teks Bahasa Indonesia.