Lihat ke Halaman Asli

Rahayu Damanik

TERVERIFIKASI

Ibu Rumah Tangga

Orang Tua Pilih Kasih adalah Fakta bukan Mitos

Diperbarui: 14 Desember 2015   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi-Pilih Kasih Memicu Pertikaian (Shutterstock)"][/caption]Orang tua yang bijaksana pasti akan berusaha membagikan kasih sayang secara adil kepada semua anak-anaknya. Sayangnya, walau sudah berusaha benar-benar adil tetapi bisa saja anak menilai orang tuanya pilih kasih. Pada dasarnya orang tua mungkin tidak bermaksud membeda-bedakan kasih sayang kepada anak-anaknya. Papa mama awalnya hanya lebih dekat ke salah satu anaknya, namun kedekatan yang demikian secara sadar atau tidak memicu orang tua untuk memberi perlakuan yang lebih istimewa. Bukan isapan jempol semata kalau ada orang tua yang lebih care terhadap satu anak dibandingkan dengan anak lainnya. Meskipun orang tua menyangkal, namun pada kenyataannya banyak juga yang terang-terangan menunjukkan perhatian yang lebih besar kepada salah satu anak.

Ada sebuah kisah dimana seorang Bapak mempunyai banyak anak laki-laki. Bapak ini memiliki anak bungsu laki-laki yang paling dia kasihi. Sang Bapak sangat mengasihi si bungsu karena lahir pada saat usianya sudah senja. Mungkin alasannya untuk pilih kasih kepada si bungsu sangat wajar, masuk akal, dan tidak berlebihan.

Semua anak lain sudah menerima curahan perhatian sejak dari mereka anak-anak. Apa salahnya si bungsu yang lahir di usia senja ini mendapat ekstra kucuran perhatian karena mungkin sebentar lagi sang bapak akan meninggal? Si bapak tidak dapat mengontrol dirinya. Dia membelikan jubah bagi semua anaknya, namun jubah untuk si bungsu terlalu indah dibanding milik abang-abangnya. Hati saudara-saudaranya tidak bisa menerima karena di kaca mata mereka sang bapak telah membeda-bedakan sekalipun alasan untuk pilih kasih sangat masuk akal.

Akhirnya karena terbakar api cemburu, si bungsu dijual abang-abangnya untuk menjadi budak orang lain. Abang-abang tersebut pulang ke rumah bapaknya. Sambil pura-pura menangis dan memegang jubah si bungsu yang sengaja mereka lumuri dengan darah hewan. Semua abang mengatakan kalau si bungsu telah mati diterkam binatang buas. Semenjak “ditinggal” si bungsu, bapak tersebut menjadi sering sakit-sakitan. Namun anehnya, tidak ada satu pun di antara anak laki-lakinya yang memperhatikannya atau memberi kekuatan. Sungguh ironis, si bapak memiliki banyak anak laki-laki namun semua seolah menjauh dan sibuk dengan urusan dan keluarga masing-masing.

Sekalipun orang tua memiliki alasan yang kuat untuk memanjakan satu anak namun sikap demikian akan sangat berbahaya bagi si “anak emas”, tidak adil bagi anak yang kurang diperhatikan, dan membuat anak menjauhi orang tua. Apakah ada orang tua yang merasa mengapa ada anak jarang pulang ke rumah kecuali hanya diminta? Mengapa anak tampak tidak peduli padahal orang tua sudah sering sakit-sakitan? Bukankah seharusnya anak merawat orang tua di usia yang sudah renta?

Pilih kasih membuat jarak antara anak dan orang tua terbentang sangat jauh. Anak-anak akan tetap menghormati orang tua tetapi satu hal yang terjadi adalah ikatan batin yang seharusnya ada di antara orang tua dan anak tidak terbentuk karena sejak mereka menyadari orang tua pilih kasih, anak akan terlanjur menilai kalau dirinya tidak terlalu diharapkan. Anak-anak tidak akan bisa memahami alasan pilih kasih orang tua sekalipun terlihat masuk akal. Hati akan tetap terluka bahkan bisa menimbulkan reaksi yang tidak terduga akibat kecemburuan. Pilih kasih adalah sikap tidak bijaksana yang selalu membawa dampak merugikan untuk orang yang kita kasihi maupun bagi diri kita sendiri.

Saya memiliki anak kedua bernama Jessie. Sewaktu baru lahir, otomatis perhatian saya tercurah hampir semua kepadanya. Anak saya Christo cemburu dan berkata, “Mama, jangan sayang Jessie, sayang Christo saja!” saya tersentak sewaktu anak saya Christo mengatakan demikian. Padahal saya sayang kepada keduanya walau waktu saya lebih banyak tercurah pada Jessie.

Saya perlu instropkesi diri. Setelah dipikir-pikir, ternyata benar saya sudah tidak adil kepada Christo. Loh kok bisa? Bukankah wajar anak bayi jauh lebih diperhatikan daripada abangnya yang saat itu sudah hampir tiga tahun? Saya tidak adil karena adanya pemikiran di otak saya yang menganggap WAJAR kalau saya lebih perhatian pada Jessie karena sewaktu Christo bayi saya juga sangat perhatian padanya.

Pemikiran saya inilah yang membuat terjadinya ketidakkadilan karena menimbulkan excuse di dalam diri saya untuk membeda-bedakan perhatian kepada anak. Padahal Christo membutuhkan perhatian dengan kualitas yang sama seperti saat sebelum adiknya lahir. Oleh karena itu, saya harus melipatgandakan perhatian sehingga tidak ada yang merasa kurang kasih sayang.

Bila saya tidak mengurangi kualitas perhatian dan cinta kepada Christo maka dia tidak akan cemburu saat saya sedang bermain-main dengan Jessie. Sebab dia tahu persis mamanya juga sangat mencintainya sama seperti adiknya dicintai. Kehadiran adik tidak bisa mengurangi kualitas cinta mama kepadanya sehingga dia akan mencintai adiknya dan tidak menganggapnya sebagai saingan.

Sebaiknya hindari pemikiran orang tua yang seperti ini:

  1. Wajarlah saya lebih care kepada anak saya Ani soalnya dia sudah diceraikan suaminya, dia selalu bersedih sehingga membutuhkan perhatian yang lebih besar daripada anak saya Shinta yang sangat dicintai oleh suaminya.
  2. Wajarlah saya lebih perhatian kepada Budi daripada kepada Doni karena Budi sakit-sakitan dan terlihat lemah dalam belajar. Sementara Doni sehat, kuat, pintar, dan terlihat dewasa.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline