Semester gasal tahun pelajaran 2023-2024 telah berakhir, ritual untuk mengetahui hasil belajar selama satu semester menjadi upacara wajib bagi tiap sekolah/ lembaga pendidikan. Setelah 6 bulan belajar peserta didik akan dievaluasi hasil belajarnya melalui ujian.
Guru mulai disibukkan dengan menyusun soal sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional dan Pendidikan Tinggi (Kemendiknas/Dikti) dan Kementerian Agama. Kemudian dimulailah evaluasi untuk mengukur ketercapaian kurikulum dan daya serap peserta didik terhadap mata pelajaran yang dipelajarai. Sedang bagi guru semester adalah salah satu sarana tolok ukur profesionalitasnya sebagai pendidik.
Tidak cukup elemen sekolah saja. Ritual semesteran juga berimbas kepada orang tua dan wali murid. Yang pada hari-hari biasa lebih santai dalam memantau belajar anak-anaknya. Akan tetapi berbeda ketika semesteran tiba. Seakan menjadi satuan pengaman untuk mengingatkan dan menunggu anak-anaknya belajar. Hal itu dilakukan demi sebuah kata yaitu "prestasi".
Hasil evaluasi kemudian dituliskan dalam bentuk angka atau deskripsi. Di sinilah masalah awam masih sering terjadi. Orang tua mayoritas pengin tahu berapa jumlah nilai rapot anaknya. Berada pada peringkat berapa di kelasnya. Membandingkan dengan nilai-nilai teman-temannya.
Apakah salah ?
Jawabannya "tidak juga". Adalah kewajaran jika orang tua ingin tahu dan menginginkan anaknya menempati peringkat di kelasnya. Ada kebanggaan dan kepuasan sendiri jika anaknya menjadi peringkat 10 besar. Orang tua merasa aman jika angka-angka dalam rapot ini melebihi batas ketuntasan minimal. Tak heran jika demi angka tersebut orang tua rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mewujudkannya.
Lalu bagaimana dengan anak-anak yang secara akademis kurang? Bagaimana kita selaku orang tua bisa mengoptimalkan prestasinya? Perlu disadari bahwa prestasi tidak selalu ekuivalen dengan angka. Prestasi bisa diwujudkan dalam sikap dan ketrampilan. Maka orang tua wajib meyakini bahwa ciptaan Tuhan tidak ada yang gagal. Tinggal bagaiman kita mengolah ciptaan Tuhan tersebut menjadi orang yang sukses sesuai dengan kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing.
Jadi jangan hanya menghakimi akademis anak-anak kita. Yang lebih penting jadikan anak-anak kita menjadi anak- anak yang memiliki karakter yang baik dan memiliki softskill untuk masa depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H