Lihat ke Halaman Asli

Rahayu ZahrotulAzizah

Undergraduate Student of TSM

Pengaruh Manajemen Risiko terhadap Bencana Gunung Semeru

Diperbarui: 13 Desember 2021   18:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kejadian yang terjadi beberapa hari lalu tepatnya pada tanggal 4 Desember 2021 seperti bumi dihantam badai tursina, karena hal ini mengakibatkan kondisi warga yang berada di sekitar kaki Gunung Semeru berdampak akibat erupsi letusan tersebut. 

Tidak dipungkiri bahwa Ketika dilakukan penelusuran setelah Badan Pusat Vulkanologi menginformasikan kondisi aman, ditemukan korban meninggal sebanyak 14 jiwa dan 98 lainnya luka-luka. 

Kejadian erupsi yang begitu cepat, guguran dan aliran lahar yang mengakibatkan akses evakuasi untuk para warga yaitu jembatan Gladak Perak terputus. Hal ini bisa mencerminkan betapa Chaos-nya situasi yang penuh ketidaksiapan dari warga untuk menghadapi bencana erupsi Gunung Semeru ini.

Menurut manajemen risiko terhadap bencana erupsi Semeru ini, bahwa kejadian risiko berupa risiko dasar bersifat catastrophic dimana suatu peristiwa disebabkan dan ditimbulkan oleh alam dalam skala besar, jarang terjadi, tetapi apabila hal ini terjadi maka kerugian yang ditimbulkan sangatlah besar.  

Risiko Catastrophic ini dibedakan menjadi 2 jenis risiko yaitu risiko murni yaitu peristiwa yang terjadi menimbulkan kerugian dimana risikonya bisa dialihkan , seperti kejadian kebakaran bangunan atau aset. Sedangkan jenis lain seperti Risiko Spekulatif peristiwa yang mengakibatkan kerugian dan risikonya tidak dapat dialihkan ke factor lain alias harus ditanggung sendiri, contohnya dalam berinvestasi.

Pemahaman mengenai adanya kewaspadaan yang berhubungan dengan kejadian risiko akan berpengaruh signifikan untuk para warga yang berada di lereng gunung semeru, agar mereka cepat tanggap atas factor-faktor yang menjadi ciri-ciri Gunung Semeru akan erupsi. Menurut pada ahli, gejala-gejala yang perlu diperhatikan ialah jika terdapat akumulasi kubah selama proses satu dua t ahun sebelumnya dalam jumlah yang besar dan belakangan jumlahnya meningkat karena hujan deras, maka potensi erupsi bisa terjadi.

Adapun identifikasi risiko lainnya yang bisa dipahami dalam melihat tanda-tanda erupsi yaitu proses magmatisme, perubahan medan magma yang meninformasikan status dari gunung api ada di level normal, waspada, atau siaga. Proses untuk meminalisir dampak risiko lanjutan diantaranya:

  • Melakukan pemantauan secara real-time curah hujan di puncak. Karena ini bisa menjadi pemicu turunnya lahar dingin.
  • Memastikan kantong lahar di sungai yang berhulu dari Semeru berfungsi dengan baik. Jika tidak, akan berpotensi luber dan membahayakan warga
  • Lakukan evakuasi dahulu bagi para warga yang beradis bahaya primer dan sekunder agar meninggalkan daerah tersebut.

Melalui kejadian bencana Gunung Semeru ini, perlu adanya sosialisasi antara Pemerintah, BNPB dan warga masyarakat untuk mengenali indicator-indikator risiko dan gejala-gejala yang ditimbulkan dari gunung api ini, agar kerugian secara material maupun korban jiwa bisa diminimalisir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline