Lihat ke Halaman Asli

DTF 247. Ada Apa dengan (Penunjukkan) Ruhut?

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin bikin status Fban tidak setuju dengan penunjukkan Ruhut Sitompul sebagai Ketua Komisi III DPR.
Tadi baru saja membaca tidak beresnya pribadi mereka yang menolak Ruhut Stompul. Ada aroma politis di balik penolakan itu karena khawatir dengan sepak terjang komitmen Ruhut dalam melibas mereka yang korup tanpa pandang bulu. Bulunya sendiri kalau perlu dia rontokkan. Jangankan sefraksi, yang satu partai pun bakal dia libas kalau terindikasi korup. Heboh, eh hebat juga Partai Demokrat yang sarat dengan tokoh korup selagi berkuasa mendaulati Bung Ruhut sebagai garda terdepan dalam komisi yang membidangi hukum dan korupsi.
Saya yang belum melek menimbang siapa Ruhut, apa harus mencabut pendirian atas ketidaksetujuan terhadap penunjukkan Ruhut?
Ruhut boleh jadi orang yang tepat diposisikan di Ketua Komisi tersebut. Tapi ketidaksetujuan saya, adalah soal penunjukkan. Kenapa tidak harus dipilih oleh mereka yang nantinya bakal dia komandoi?
Apakah penunjukkan adalah hak yang menjadi jatah Partai/Fraksi Demokrat? Kenapa tidak mengajukan beberapa calon (cuman) dari partai tersebut, lalu yang terbaiklah (kalau memang dia baik) yang akan terpilih.
Apakah dengan sistim pemilihan dan bukan penunjukkan, pilihan terbaik Fraksi Demokrat akan digembosi? Ya sudah, paling tidak masih yang dipilih oleh partai yang menamakan dirinya identik dengan demokrasi itulah yang akan terpilih.
Lagi pula bukankah yang menolak Ruhut hanya segelintir orang. Sementara Fraksi PDI Perjuangan yang selama ini benar salah Demokrat selalu berseberangan, toh setuju dengan penunjukkan Ruhut. Nah, mereka bisa menggelembungkan suara untuk Ruhut kalau sampai harus dipilih.
Sejatinya, untuk mencari yang terbaik: cara-cara yang baik dan demokrasilah yang perlu dikedepankan. Kalau pun dengan cara itu belum tentu yang terbaik bisa terpilih, tapi hanya melalui cara yang demokrasi (membebaskan) itulah tokoh terbaik bisa diloloskan. Kalau tidak sekarang, sekali waktu nanti. Dan Jokowo kita, telah kita laluikan dari jalan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline