[caption id="attachment_155025" align="alignright" width="270" caption="Sok mikir dulu ah. (Google gambar)"][/caption]
..Tidur siang ini, suasana terasa memekakkan. Di depan ada jelang pesta resepsi pernikahan sebentar malam. Dari kemarin suara audio musiknya sudah cukup mengganggu. Sekarang waktunya istirahat siang , suara itu malah tambah keras lagi. Serasa pecah gendang telinga dan membuncah gemuruh di dada oleh suara gendang bassnya. Sepertinya mereka kuatir, makin dekat saatnya resepsi nggak ada yang tahu di sini ada setan, eh persetan, eh salah lagi…, maksudnya pesta. Makanya perlu suara musik itu dibuat bertalu-talu.
..Setan, eh kenapa jadi error begini? Apa ini karena stress dengan masalahnya, oleh tidak tahu jalan keluarnya? Mau negur, nggak jelas caranya. Salah-salah malah bisa bikin mereka tersinggung. Pesta, pestanya mereka. Suara, suara di tempat mereka. Kenapa ada orang saya sewot? Kira itu yang ada di benak mereka. Mau tidak mausaya cuma bisa melafadzkan prinsip ini: "Jangan berkelahi kalau tidak yakin menang!” Alih-alih kemauan saya diikuti, bisa-bisa mereka tambah mengeraskan volume musiknya, menantang keinginan saya. Seolah itu jawabnya untuk mereka yang: “Tidak senang pake bilang-bilang.”
..Seperti sekarang ini, suara dari dari dalam tenda pesta itu kian menggelegar. Dan saya seisi rumah makin menggelepar. Ya Allah, sadarkan mereka dengan kezaliman ini. Kenapa suaranya tidak mereka hadapkan saja ke gendang telinga mereka, biar jelas gaung “Alamat Palsu”nya Ayu Tingting itu? Suara tak diundangnya kan sudah bikin kami sinting. Sudah jalan di depan mereka pakai, menutup pintu keluar jalan kami lagi, lantas seperti inikah imbalannya?
..Mungkin juga ada yang dikasih ke kami. Karena sepertinya ada rasa plong dan senang kalau suara Ayu Sint…, eh Tingting itu berhenti sebentar, menunggu lagu berikutnya berganti. Seolah memberikan saya kesempatan untuk mengambil nafas sebentar buat dipakai bertahan menahan terjangan suara jangkrik, eh jingkrak-jingkrak berikutnya. Ada rasa lega yang begitu melenakan di saat endingnya sebuah lagu yang memekakkan itu. Sesaat bisa bikin terasa nikmat. Kira ini yang namanya hikmah, ketika kita bebas lepas dari sebuah kesulitan yang menyesakkan. Semacam lepas dari jalan yang macet begitu. Lantas, apakah karenanya kita harus bersyukur dengan gangguan ini, dan gangguan lagu berikutnya?
[caption id="attachment_155031" align="alignright" width="300" caption="Jingkrak jangkrik (google gambar)."]
[/caption]
..Dari capek oleh keteraniayaan ini pada akhirnya saya terlena pulas. Sedikit lama. Begitu bangun, ada rasa cesplang di dada. Apa ya? Kenapa rasa ini seperti lepas landas, begitu nyaman?
..Oh, tadi itu saya tertidur dengan perasaan. Begitu sadar, ada sesuatu yang berubah. Apa ini? O itu, suara tadi sudah senyap. Suasana lengang. Eh pestanya sudah selesai apa? Berarti lagi-lagi saya tidak sempat kondangan (seumur-umur langka sekali ke pesta). Tidur yang panjang sampai pestanya usai?
..Ternyata tidak. Ini masih jam lima sore. Jadi kenapa suara lagu-lagu itu berhenti? Diam tak ada lagi. Tidak lama kemudian, lamat-lama suara musik mulai mengalun, tapi terasa di kejauahan. Dibikin pelan.Ada apa dengan audio musik mereka, volume suaranya jadi banci begini. Suara itu tidak lagi berisik seperti tadi.
..Saya kurang tahu. Tunggu, apa ini hasil cesplang dari cara saya mengatasi kesulitannya?Teringat, tadi itu, sebelum benar-benar tidur saya sempat melompat dari pembaringan terus cari sejumput paku, beberapa lembar kardus, dan menyambar meja tangga kecil di pojok gudang. Dengan seadanya saya memalak habis semua sela-selaventilasi di atas pintu dan jendela teras rumah. Siapa tahu itu bisa mengurangi suara siAyu Sinting cs bersama orang-orang sinting di pesta itu. Karena buru-buru, tampilan kerja saya itu jadi belangsak (eh, belangsak itu apa ya? Berantakan apa?). Jadinya depan rumah saya keliatan rumah kardus, kayak gubuk reyot di bawah jembatan kali ciliwung sana.
..Apakah ada hubungannya antara gubuk kardus itu dengan suara musik yang tinggal mengalun kecil itu.Barangkali, (saya gemar berkhayal), tampilan kerjaan saya yang memilukan tersebut mendapatkan ‘apresiasi’dari sahabat saya yang saudaranya mau pengantenan di depan rumah itu, lalu mendamprat habis semua mereka yang bikin musiknya kelewatan tersebut. Entahlah. Dengan sahabat yang belakangan suka saya rajut hubungan baik itu, saya gemar ‘ngerumpi’ apa saja. Dengan dia saya bisa ‘masuk’ ke dalam system birokrasi tempat dia bekerja sebagai PNS dan tahu pernak pernik ketimpangan yang ada di sana.
..Di lain waktu, saya bisa jadi sesuatu yang baru baginya. Tadi pagi dia saya buat melek dengan buka-buka peta bumi di file Google Earth punya Dea yang sudah distrimin habis. Untuk yang satu ini, dia baru belajar kenal menyisir berbagai tempat di peta internet secara offline. Mungkin karena itu dia perlu membalasnya dengan mengoff power atau menslow dikit volume suara yang sudah mengganggu saya.
..Terima kasih kawan. Jangan lupa mengaktifkan kembali musiknya. Kalau tadi saya sempat sakit hati oleh suara gelegarnya, sekarang justru jadi tidak enak hati ketika suaranya dibikin kelar(habis). Terserah, kalau perlu kencangkan sekalian pada waktunya, karena pada saat itu kita sama-sama ikut menikmati kemeriahannya.
..By : Di Timur Fajar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H