Lihat ke Halaman Asli

197). "Orang Tua(lah) Yang Mendurhakakan Anak"

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1311540899684987466

[caption id="attachment_121354" align="aligncenter" width="300" caption="Hiks, hiks (google gambar)"][/caption]

..Banyak cerita sukses orang tua yang berhasil mendidik anaknya. Lebih banyak dari sedikit (sebenarnya banyak) cerita orang tua yang gagal. Bukan apa, ini kerjaan hanya ulah baik anak dan pasangan yang pantas diceritakan dari sana. Yang tidak baik sebaiknya dipendam. Tidak baiklah menceritakan kekurangan rumah tangga, notabene diri sendiri ke orang lain, demikian kata yang siempunya nasehat. Maka kisah-kisah tragis tinggallah kisah menunggu terkuak dalam bentuk KDRT. Selagi masih menggejala, hanya sekali dua dipelajari, ketika terkuak dari dua bibir, dua pasang bibir, dua orang tua, dua bapak, dua jemari tangan di atas keyboard, dan sedikit nyinyir menceritakan kegagalan dalam keluarga.

..“Fajrin, aku sampai dimaki babi oleh anakku sendiri. Langit rasanya mau runtuh menerima kenyataan ini.”

..Dan saya menerimanya sebagai “kenyataan tidak pernah salah”, dengan balik bertanya:

..“Bagaimana kejadiannya sampai kau berhasil membuat anakmu mengatakan itu?”

..“Haah, saya tidak mengajarinya memaki seperti itu!”

..“Lalu memaki bagaimana yang kau ajarkan?” saya berseloroh.

..“Kau gila, orang tua gila mana yang mengajari anaknya memaki?!” dia tersedak. Hahaha.

..“Kau tidak mengajarin mereka seperti ini: ‘Nah, anyak-anyak, pelajaran kali ini tentang bagaimana memaki orng tua’. Memang tidak. Saya juga kesulitan mencari fakta tersebut. Faktanya dalam bentuk lain. Kamunya yang tidak mengajarkan mereka untuk tidak mengatakan hal itu (memaki).”

..“Ini kurasa pengaruh lingkungan!” dia mencoba berkelit.

..“Memang di sekitar rumah kamu banyak berkeliaran babi?” saya mulai lagi dengan ledekan.

..“Memang tidak ada. Babi adalah makian yang suka dipakai dalam bahasa pergaulan buruk mereka.” Dia menjelaskan.

..“Jadi kau menyalahkan lingkungan semata?” Mata saya jadi mengawasinya.

..Dia mengalihkan pandangan, ada putus asa dalam tatapan itu. Diakerap bercerita tentang keputusasaan dan kenestapaan batin yang memprihatinkan kemelut rumah tangganya. Ditambah berempati dari kisah yang lain, dari dia saya kerap belajar banyak tentang kemelut dan prahara dalam sebuah keluarga. Ke depan saya akan banyak bercerita seputar ini untuk bisa memperjelas prinsip-prinsip pandangan saya. Dia juga tidak keberatan, setelah tahu saya menulis dengan maksud baik dan samar dengan identitas diri.

[caption id="attachment_121356" align="alignright" width="270" caption="Milih mau lahir dari orang tua yang macam apa, mikir dulu ah. (google gambar)"]

13115411091694769122

[/caption]

..“Siapa orang tua yang membawa anakmu bertetangga dengan lingkungan seperti itu?” kembali ke laptop.

..“Kenapa kami yang disalahkan?” dia protes.

..“Lalu kenapa juga anak yang disalahkan?” saya membalasnya sengit.

..Cerita ini terlalu panjang, sepanjang waktu kami yang tersedia untuk berdiskusi.

..Anak lahir jelas hasil kerja sama yang baik (asyik) dari kedua orang tuanya. Mereka bisa lahir dari berbagai wajah orang tua, Yang baik, yang buruk, yang siap, yang cuek atau tidak sampai merencanakannya. Sebagian kepribadian anak adalah asupan dari bawaan(hereditas) perilaku, sifat dan tabiat orang tua. Selagi pembentukan sifat dan karakter anak sudah dimulai dari dalam kandungan, harus dirawat dan diperlakukan seperti apa, anak belum berperan menentukan. Dan cuma kesadaran serta otoritas mutlak orang tua semata yang menghitamputihkan anak jadi seperti apa. Sampai dan setelah dia lahir, dia belum berdaya memilih dan menentukan model didikan dan lingkungan yang terbaik baginya. Orangtualah yang berwewenang memilih dan menempatkannya, jadi orangtualah yang bertanggung jawab.

[caption id="attachment_121357" align="alignright" width="300" caption="Mari kita bersama-sama jadi baik, ya nak? (google gambar)"]

13115413072122152482

[/caption]

..Persisnya begini, seseorang dari sononya tidak bisa memilih dan meminta jadi anak dari orang tua yang bapaknya sebaik Pak Johan Wahyudi yang pintar mendidik. Tidak bisa memilih lahir dalam wujud anak secerdas Chacha dari seorang ibu yang sebijak Mbak Neny. Pokoknya anak ditakdirkan lahir dari bawaan orang tua seperti apa, dengan didikan dan bentukan yang bagaimana, dengan tabiat lingkungan sebaik atau seburuk apa, toh mereka orang tua yang memilihnya. Maka hampir dipastikan segalanya dimulai dan ditentukan dari  sana.

..Jadi kalau ada anak yang durhaka, kitalah orangtua yang paling awal mempersiapkan kedurhakaannya. Membela orang tua yang didurhakai anak, tanpa menyadari kejadiannya berproses demikian, kita hanya perlu merubah pembelaan itu menunggu satu saat. Ini tinggal kita buktikan tatkala anak durhaka itu menjadi orang tua. Sebegitu dia jadi orang tua, maka lingkaran (setan?) penyebab yang sama sudah dimulai. Dan tidak karena berubah status menjadi orang tua, seseorang tiba-tiba menjadi baik dari tadinya durhaka. Jadi ada proses dari keadaan yang sudah salah, tapi tidak perlu terlalu menyalahkan. Karena kenyataan tidak pernah salah. Ada kausalitas system(kondisi) yang berulang di sana. Tidak harus menyalahkan, tapi perlu menyelidiki kesalahan sudah ada, dimulai dan disebabkan dari mana. Lalu memutus mata rantainya menjadi permulaan yang baik, dengan sistem yang baik pula.

..By : Di Timur Fajar (Fajrin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline