Lihat ke Halaman Asli

160). Sahabat Komunikasi Setiap Orang

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_109367" align="aligncenter" width="240" caption="(Google gambar sarat makna) sampai sicucak tak mencuap dihadapan jabat erat dua tangan dua belang ini"][/caption] [caption id="attachment_109372" align="alignright" width="270" caption="Hayooo, tolong dimengertiin si telmi ini mister. Cuap-cuap gue aja tak dia ngerti. Jadi buat bule aja. "Hm. tunggu kamu, Cucak!(google gambar)"][/caption] . . .Pernahkah kita merasa kesulitan menjelaskan sesuatu pada seseorang, lalu orang lain sudah akan berkata: “Wah, seumur hidupku baru dia orang yang tidak sampai mengerti urusan sepele ini”. Tinggal kita tunggu saja dia akan menggerutu: “Wah, gobloknya minta ampun !” . . .Pada satu ketika aku coba memahami kesulitan ini secara humanis. Kukira ada dua sisi cursor (status penerimaan) yang relatif bisa bergeser mencapai titik kompromi; dan sebuah komunikasi minimal berhasil. . . .Andai kita seorang komunikator yang baik, human, dan punya pengetahuan yang cukup tentang sesuatu, betapa sanggup membuat seseorang se’goblok’ apa, bisa memahami sesuatu yang kita jelaskan. Artinya: kita dengan skala kemampuan memahamkan yang sangat baik mendekati cursor seseorang yang jauh kemampuan memahaminya. . . .Atau kita cuma punya kemampuan komunikasi seadanya, tapi orang lain yang kita ajak bicara bahkan sudah tahu apa yang kita pikir, sebelum kita mengucapkannya (hehehe hebat dia, kita yang rada-rada bloon). Masih perlu dijelaskan skalanya? Kita yang jauh dari kemampuan bisa mengkomunikasikan sesuatu; lawan bicara kita, cursor kemampuan memahaminya mendekati kita. . . .Lebih komunikatif lagi (ideal), baik kita penyampai pesan dan lawan kita sebagai penerima bisa dalam posisi dan kemampuan saling memahami yang lebih baik, maka sebutan yang tepat, kita dan dia bicaranya nyambung. Kalau ini skalanya ketemu di tengah, maunya sharing terus. . . .Sempatkah kita berpikir: seandainya saja kita bisa jadi sahabat yang baik dalam setiap komunikasi. Mau lawan bicaranya pintar, sedang-sedang atau telmi (telat mikir) sekalian; kita bersedia menjadi orang yang terbaik yang bisa di ajak bicara. . . .Jadi satu ketika orang lain sudah nerveus/putus asa tidak mampu membuat seseorang mengerti, kita coba saja berpikir: bukankah sebuah tantangan kalau orang lain sudah tidak bisa, kita mencoba dan bisa. Bahkan ketika orang lain itu sudah ngacir dan menyisakan teriakan: Buaat kamuuu ajaaa!!! (ingat soundtrack iklan pembersih lantainya Ulfa). . . .Ketika dia kembali, biarkan dia mati keheran ala dia, mendapati orang yang dikatakannya goblok itu masih bersama kita, sedang ngangguk-ngangguk senang karena telah memahami sesuatu dari kita. . . .Sebuah prestasi diri yang manusiawi, bukan? By : Di Timur Fajar Catatan: Cuman perspektif  pribadi saja, dari cara pandang saya terhadap realitas komunikasi dalam keseharian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline