Lihat ke Halaman Asli

152). Teori Jaga Jarak Si Cucakruwa

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_107437" align="aligncenter" width="300" caption="ok, kita jaga jarak, biar harmoni (google gambar)"][/caption]

. . Mungkin teori ini sulit diterima, tetapi sebagai sebuah pendapat, ambil saja apa yang bisa dibawa lari dari situ. Namanya saja berpendapat, kita perlu menghargai haknya sebagai seseorang yang ingin menjadi dirinya sendiri. . . Si Cucakruwa orangnya kan telmi. Bisa diartikan telat mikir, boleh juga diterjemahkan terlanjur mikir. Terlanjur mikir yang bukan-bukanlaah. Seperti sekarang ini, masak iya dia yang telmi dan kurang pengalaman berpikir dirinya bisa lebih baik dari mereka-mereka yang kaya pengalaman, alias jadi ‘kaya’ mendadak dari pengalaman. . . Ini sih kerjaan dari pikiran dan bicaranya yang suka berkeliaran dan berkicau ke sana ke mari. Jadi tolong ya jitak dia dengan teguran dan koreksi keras untuk ulah pikirannya yang satu ini. . . Begini ceritanya, sicucakruwa suaranya kan ngaco dan nyaring ke mana-mana. Sesignifikan dia banyak menerima cerita dan pengalaman orang lain dari mana-mana. Padahal dia sendiri hampir tidak ke mana-mana, bahkan kurang atau tidak punya pengalaman dalam banyak hal. . . Hahaha, tidak punya pengalaman dalam banyak hal, menurutnya itu masih lebih baik dari mereka yang punya pengalaman tapi cuma dalam satu hal. Lucu, sekaligus menyakitkan, kan; eh bukan? (Kan kan kan terus, variasi sedikit kenapa?) . . Tapi itulah. Baginya kaya empati dengan mengambil pelajaran dan catatan dari pengalaman banyak orang lalu memposisikan diri andaikan ada di tempat mereka-mereka, itu sudah lebih dari cukup. Itu menurut dia! Bukan menurut kita, yang boleh jadi mulai gondok sejak tadi. Tapi tenang dulu, izinkan dia berkicau duluan lebih banyak, dengan begitu makin banyak yang bisa kita salahkan begitu ada kesempatan untuk balik berkicau. . . Katanya begini: ketika seseorang menjalani atau mengalami suatu hal atau kejadian, masuk dalam politik praktis misalnya; dengan itu dia sudah mempersempit jarak untuk melihat system itu secara general. Dia memspesifik atau mengerucutkan diri dalam system itu. Andaikan dia sebelumnya punya seabreg idealisme tentang bagaimana berpolitik yang baik, bisa saja berubah menjadi pragmatis (eh, pragmatis itu apa ya?) bahkan perlahan cenderung bersikap realistis(ini satu istilah apalagi?) dalam lingkaran system politik yang dimasukinya. “Yang salah jadi benar, yang benar disalahgun. . .” . . Eiit, tidak sampai ke sana subtansi kicauan sicucakruwa, jadi kembali ke laptop. . . Ditambah menyimak pengalaman politik dari politisi lain, bicara ekonomi oleh sahabat ekonomnya, masalah pendidikan oleh sipengelola yang sealmamater dengan dia, ketimpangan hukum dalam debat para praktisi dan pakar hukum yang ditonton di TVnya, dan lain lain dan sebagainya; membuat sicucakruwa mengambil jarak mumbul ke atas mengamati peta permasalahan dari pengalaman banyak orang tersebut. . . Tapi kan tidak serealistis dan sehebat pengalamannya, itu sering ditodong kepadanya, coba melemahkan istiqomahnya dari luar system. Istiqomah kok dari luar, ke dalam sini kenapa sih? Kadang kepadanya ditawarkan masuk dan dapatkan posisi sesuai level kesarjanaannya, tidak membuatnya bergeming. . . Apanya yang hebat, sengit dia bertahan santai. Pikirnya, mereka yang pernah hebat dengan idealismenya tak pernah comeback dari sana, dari system yang pernah dikritisinya. Setelah di dalam, teenang-teenang saja bah! . . Wah, sudah lari dari inti pembenaran yang mau dia sampaikan. Katanya dengan mengambil jarak kita bisa komprehensif dan obyektif melihat permasalahan yang mau kita kritisi dalam sebuah system dan saling interaktif pengaruhnya dengan system system lain dalam sebuah system yang lebih besar(suprasistem). Lagi pula dari luar sini, kita sudah mendapat bocoran dan orang-orang dalam sana, mau nambah-nambah apa lagi diajak masuk ke sana? . . Terus? Terus apa lagi cucakruwa, sudah selesai bicaranya? Sekarang giliran kita yang bicara, kamu gantian dengar ! . . Cucak! CUCAKRUWAAA!!! . . Nah dia sudah menghilang, sebelum kita. . .? Dasar cucakruwa, awas kamu ! . . By : Fajrin . . NB : Nah si cucak kembali, cuma mau bilang: “Lebih baik tahu sedikit tentang banyak hal, dari pada dengar banyak tentang satu hal, satu cucak. . .” Hahaha, awas kamu cucak, bicara kamu bakal tak didengar lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline