Lihat ke Halaman Asli

140). Kabar Kaburnya Sebuah Masalah

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1303776141719855959

(Sebelumnya: Tanpa Jadul, Eh Judul /Bantu Carikan, Ya? Kalau Tidak Ruwet Jadinya)
[caption id="attachment_103238" align="aligncenter" width="300" caption="Judul setresss pagi ini apa ya?? (Google Stress Gambar)"][/caption]

Sepagi ini stress melanda saya lagi. Ceramah kocak Ustad Nur Maulana di pagi ini, tak mampu membuat saya tergelak seperti biasanya. Ada problem yang tak mampu dibuat rehat sejenak oleh acara terpingkal-pingkal tersebut.
Seperti biasa saya sangat menyayangkan sikap orang lain yang tak bisa menjadi solusi dari satu masalah yang tengah dihadapi bersama. Tak bisa menjadi solusi, masih mending. Yang beken saya setress: tindakan sepihak tanpa kompromi dari orang lain tersebut dampaknya bisa ke saya juga. Apalagi akibatnya bisa buruk, sesuai pengalaman saya.
Ini juga memperhitungkan reaksi orang ketiga lain yang bermasalah dengan kerja sama saya dengan orang lain tadi. Katakanlah orang lain ke dua itu orang saya (memang ada orang lain kesatu?). Kami tengah dihadapkan kemelut akhir dari sebuah kerja sama. Kerjanya tidak selesai, konfliknya agak rada-rada rumit, saya minta orang saya itu serius memperhitungkan setiap langkah berikutnya karena tak lagi melibatkan orang ketiga tadi.
Kepala memang sama hitam, cara menyikapi bisa berbeda; itu tak jadi masalah bagi saya. Hanya kalau bolehlah dalam menghadapi masalah bersama kita mencari penyelesaian yang terbaik dengan memperhitungkan semua kemungkinan.
Dalam menyelesaikan suatu masalah, terlebih masalahnya cukup serius, apalagi kalau sampai dua tiga rius dampaknya, saya orangnya selalu membayangkan kemungkinan yang terburuk. Tak apa-apa prinsip ini kita pakai, alasannya mau tahu seperti apa, Bu Dosen? (sahabat kompasianir yang suka alergi dengan penyakit telmi dan setress saya, semoga dia tidak membaca ini, tambah alergi dia nanti. Tapi kalau terlanjur baca, baca saja sekalian siapa tahu ada tips untuk saya). O ya, apa tadi? Alasan saya dengan prinsip tersebut? Begini, andai dampaknya tidak seburuk yang kita bayangkan, ya syukur; toh kita tidak berharap. Masalahnya jadi gampang diselesaikan, ‘amunisi’nya lebih dari cukup, kan?
Hanya kalau ternyata dampaknya serius banget, nah apa kata saya tadi. Kita sudah siap-siap bukan?
???????
Wallaaah, jadi kabur dan kaboorrr masalahnya. Ck, ck, kenapa saya sulit untuk konsentrasi begini? Ah, sudahlah! Nanti disambung kalau ketemu dengan sosok sisetrees saya tadi. Semoga setressnya minggir dulu sementara, selagi saya lagi bengong.
Pamit dulu.
Wassalam, timur fajar; masih pagi sudah ketiban bingung.
Ck, ck ; nasib cerita botak anak saya jadi terkatung-katung. Kapan lanjutnya, ya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline