Lihat ke Halaman Asli

77) Realiksi: "Matematika Ikhtiar Pada Sebuah Keprihatinan"

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

. . Di langit-langit terawangan aku makin kerap melenguhkan nafas keprihatinan. Dialektika dan dilematika hidup dengan kompleksitas persoalannya makin membuatku terperangkap tak berdaya.
. . Bagiku persoalan semakin sulit dan semrawut berbanding lurus dengan kesadaranku memahaminya, namun berbanding terbalik dengan ketidakmampuanku menyediakan solusinya; karena tiadanya tempat berpijak.
. . Rasanya dengan kesadaranku tadi aku bisa mempersiapkan semua perangkat yang diperlukan, semua sikap yang bisa kutunjukkan, serta semua kata bagai mitrialur yang bisa kumuntahkan.
. . Tapi seperti yang sering kubilang, aku tidak mampu menghadirkan tempat berpijak yang baik, dan perlu makin lebih baik, lebih kokoh, dan lebih tinggi lagi. Karena persolan hidup makin kompleks, makin sulit, makin menuntut tanggung jawab, dan makin melebar. Sehingga sebuah bangku pijakan yang kokoh dan lebih tinggi kuperlukan, biar dari atas situ dengan gamblang dan utuh kupahami persoalannya, sudah sejauh mana dan sampai kemana-mana?
. . Sayang pijakan atau semua hal yang bisa mendukung semua apa yang kupikir dan solusi dari semua keprihatinan yang kusadari tak bisa kuhadirkan secara bersamaan. Memang tidak harus sama dan bersamaan. Tetapi kalau beberapa hal teramat sedikit bisa diharapkan perannya, itu pun tak jadi soal kalau ikhtiar satu pribadi porsinya bisa mencukupkan.
. . Aku membayangkan validnya(berhasilnya) suatu ikhtiar memerlukan upaya 100 point, lantas usahaku sudah lumayan yakni sebanyak 75 point; paling tidak aku tinggal memerlukan 25 point lagi untuk menggenapkannya; lalu sebuah usaha atau solusi bisa tercapai.
. . Coba perhatikan, kalau upaya lain hanya berkisar pada 20, atau 15, 10, 5, atau cuma 0 point, berarti aku harus menggenapkannya sendirian. Wuuaaah supernya aku, (superman apa superboy? Di warungku cuma ada supermie dan lifeboy, hahaha).
. . Hmm, kadang canda dan seloroh sejenak bisa meluluhkan pekat di benak dan melegakan sesak di dada menahankan semua ini.
. . O ya, boleh kuperkecil point di atas? Kalau modal pelengkap lain cuma nol mungkin masih mending; karena point 100 adalah usaha paling maksimal yang harus kuupayakan. Itu artinya satu solusi atau sebuah ihtiar mungkin tetap ada.
. . Cuma bayangkan, kalau sebuah realita persoalan menuntut usaha lebih dari 100, modal pelengkap yang tersedia minus di bawah 0, dan satu pribadi yang coba berikhtiar bahkan jauh dari mencukupi 100 point.
. . Apa kabarnya?
. . By : Rahayu Winnet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline