Lihat ke Halaman Asli

25) Tidak Harus Jadi Pelompat Tangguh, Batu Besar Itu Perlu Kita Pecahkan dan Sisihkan

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

(Untuk Melempangkan Jalan Bagi Banyak Orang)

Dalam hidup ini kita kerap diajar untuk menjadi yang terbaik, juara, merebut rangking teratas. Dan kita bangga bahkan pongah ketika bisa mencapainya. Tahukah kita ketika posisi itu kita rebut, maka sekian banyak orang harus menyisih, karena posisi itu hanya tersedia untuk satu orang. Begitu pula banyak orang tua yang sedih, tak urung menjewer keras anaknya ketika sang anak cuma bisa menempati rangking di bawah dari prestasi yang dicapai sebelumnya. Alih-alih mencari tahu nilai anaknya yang sudah bagus, sang ibu ke sekolah mau sekalian ‘menjewer' bapak guru yang berani-beraninya melorotkan prestasi juara anaknya. Eh, ke mana arah pembicaraan ini? Begini: kita tengah digodok dalam sebuah sistem di mana setiap orang harus jadi pejantan tangguh menghadapi kesulitan sebesar apa pun. Kalau kita mampu menjadi seperti itu, ya syukurlah. Mau batu(kesulitan) itu lebih besar lagi, silakan. Kita bisa ulet melatih diri atau mengambil ancang-ancang lebih baik untuk bisa melompatinya. Hanya sadarkah kita begitu banyak orang yang tidak mampu, bahkan ‘cacat' hingga gagal melampauinya. Melompati batu besar tadi(baca: kesulitan), melewatinya untuk kemudian bisa melanjutkan perjalanan(hidup). Memang untuk menjadi pelompat tangguh itu, tersedia sekolah-sekolah (berstandar internasional), fasilitas canggih dan modern, juga pemotivator handal sekelas Mario Teguh; yang bisa memberikan kita kecakapan melompat. Tapi sekolah itu terlalu mahal, fasilitasnya tak terjangkau oleh sekian banyak orang, bahkan metodenya tidak nyambung untuk orang-orang kita yang awam. Dan kita tidak mau tahu itu. Kita termotivasi bagaimana mencari uang yang lebih banyak buat membayarnya, mencari koneksi untuk dapatkan kemudahan fasilitasnya, atau mengintelekkan daya nalar kita untuk bisa memahami alur pikir metodenya. Tidakkah kita sebaiknya berusaha menyisihkan batu itu, atau menyingsingkan lengan bersama-sama memecahkannya, dengan begitu akan banyak orang bisa melewati jalan itu. Asal tahu saja, di depan sana, melewati jalan ini; begitu banyak batu-batu kecil, sedang, besar, bahkan lebih besar lagi menghadang perjalanan kita. Sekali waktu kita makin uzur, bahkan untuk melewati batu sekecil apa kita tidak mampu lagi. Dan kita memerlukan lengan banyak orang yang kita loloskan tadi untuk sama-sama memecahkan batu besar dan menyisihkan kerikil-kerikil tajamnya. Ternyata kita butuh banyak orang bersama melewati jalan berbatu ini. Lalu kenapa harus tangguh melompat terlalu tinggi, padahal sekalian saja kita pecahkan batu itu untuk melempangkan jalan bagi orang lain. Dan kita butuh sebuah sistem yang ramah atau mari kita berusaha meramahkan sistemnya bagi setiap orang, bersama melewati jalan itu. Wassalam ! By : Rahayu Winnet, 22,20 wita, Jum'at 16 Juli 2010.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline