Lihat ke Halaman Asli

Cerita Dibalik Foto Pemenang PFI 2011

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13115134241717438091

[caption id="attachment_124794" align="aligncenter" width="680" caption="Berlindung dari Bentrokan, Pemenang PFI 2010 --Maman Sukirman--"][/caption]

"Selalu ada cerita yang tersembunyi dari setiap kejadian"

Kata itulah yang selalu saya yakini dalam kehidupan, tidak ada satu kejadian pun yang tak memiliki cerita. Terkadang satu momen dianggap angin lalu saja, tapi disisi lain sebuah cerita besar tersembunyi, dimana jikalau diri sempatkan waktu untuk melihat, akan membuat kita banyak sadar jika itu bukan cerita biasa. Inilah yang diyakini orang-orang hebat, orang-orang yang peka akan sekitar. Orang yang tidak hanya berlalu bagai angin ribut ketika dihadapkan pada satu kenyataan. Mengutip kata Kang Pepih Nugraha --Saya selalu tertarik pada setiap kecelakaan, kadang kala orang berlalu saja tanpa peduli, saya peduli. Bisa saja orang itu keluarga atau tetangga saya-- Kurang lebih kata-kata Kang Pepih itu keluar lantaran dia peka, naluri jurnalistik yang keingin tahuannya lebih besar dari kepentingan pribadinya. Siapa sangka, jika terjadi kecelakaan dan berakhir dengan lembaran koran atau pelepah daun pisang di jalanan adalah betul keluarga atau kerabat kita. Inilah pula yang diyakini para pemenang anugrah Pewarta Foto Indonesia (PFI) 2010 yang baru saja berlangsung di Jakarta 21 Juli 2011 ini. Setiap foto memiliki cerita tersendiri, cerita yang kuat, yang kadang jika memposisikan diri berada disana tidak akan mampu kita melihat momen satu, dua atau tiga scane lembaran kejadiannya. Satu yang menarik perhatian saya dari deretan 10 foto terbaik di 2010 lalu. Pemenang foto kategori manusia dalam berita. Dimana kategori ini merupakan idola setiap pewarta foto di Indonesia. Saking bergensinya, setiap tahun foto pemenang kategori ini yang akan dijadikan sampul undangan atau baliho. Dan lagi, foto karya inilah yang dinobatkan sebagai pemenang utama. [caption id="attachment_121289" align="alignleft" width="237" caption="Maman Sukirman"]

1311502095208600569

[/caption] Dia adalah Maman Sukirman, Fotografer Harian Seputar Indonesia Biro Sulsel-Sulbar dengan judul foto 'Berlindung dari Bentrokan' yang jadi pemenang. Tidak diragukan lagi, cepretan foto pemenang ini cukup kuat, mampu mengiris hati jika melihat, membayangkan jikalau orang tua kita yang menjadi objek dalam foto tersebut. Foto yang menjadikan bulu kuduk merinding, bagaimana tidak urat wajah Daeng Naba,72 tahun yang menjadi objek foto itu cukup memelas. Memelas atas kekacauan bangsa, menjinjing sendal jepit diatas lumpur dibawah cangkang eskapotor penindas benda-benda keras, mewakili orang-orang bersendal jepit lainnya di Indonesia. Saya tidak ingin terlalu membesar-besarkan pemenang --Maman Sukirman--, bukan karena saya berteman baik dengan dia, tetapi memang foto yang ia hasilkan memang pantas diajungi jempol. Dimana saat kejadian itu, 9 Desember 2010, puluhan fotografer dari berbagai media ada disana. Di depan Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, disaat barisan Polisi tengah berhadap-hadapan dengan ribuan mahasiswa yang sedang memperingati hari Anti Korupsi. Dia, mampu melihat celah, seorang kakek yang terjebak diantara dua kelompok manusia yang bertikai tanpa alasan kuat. Seperti Kang Pepih, hasil jepretan Maman juga punya cerita. Daeng Naba yang menjadi objek fotonya adalah lekaki tua yang sehari-hari berlalu lalang di depan kampus hijau itu. Setiap hari, dia berjalan tanpa kenal lelah mencari nafkah, terkadang memungut sampah plastik untuk kemudian dijual kembali atau mendapat uang pesangon dari mahasiswa yang melihatnya. Hari itu dia juga berjalan seperti biasa, tanpa merasa terganggu karena memang itu rutenya. Namun naas, hari itu ternyata jalurnya berubah menjadi perang. Karena terlanjur genjatan senjat pecah,  --mahasiswa melempari polisi, polisi membalas dengan gas air mata dan semprotan air-- mau tak mau kakek tua ini harus berlindung. Menurut kesaksian Maman, saat itu, Daeng Naba berjalan biasa saja, seketika mendengar letusan senjata, kakek tua ini sontar kaget. Berjalan diatas lumpur --pelebaran jalan-- dia lalu melepas sendal jepitnya, mungkin karena matanya perih, dia lalu merangkak mengendur-endus diatas lumpur mencari perlindungan hingga ia temukan cangkang eskapator. Berselang beberapa detik saja, kakek tua ini berlindung, perang sesunggunya terjadi. Maman yang saat itu berada disudut tidak luput pula imbas dari kejadian itu. Dia terkena semprotan air dan gas air mata. Kameranya penuh dengan lumpur. Maman pun mengakui sempat terjatuh saat bentrokan itu pecah. Kakek tua yang sempat ia abadikan dalam beberapa scane, saat kejadian itu tak bisa lagi ia lindungi. Setelah beberapa saat kemudian ia mendapat posisi aman, dia kembali menengok kakek tua itu, tapi ternyata sudah diselamatkan oleh warga agar menepi dari bentokan. Kakek tua itu terlihat trauma, mungkin dia beranggapan kembali ke perang saat kemerdekaan lagi, padahal beda. Perang yang baru saja ia lalui adalah perang tanpa ujung pangkal. Entah esensinya apa, dan dia harus bertindak seperti apa. Seperti masyarakat kebanyakan yang bingung, harus memihak siapa, polisi yang menengakkan keamanan atau mahasiswa yang berjuang atas nama masyarakat. Itulah Maman, berkat fotonya, kembali menyadarkan kita bahwa banyak pihak diluar sana yang akan terkena imbas langsung dari keegoisan kita --kita semua yang berjuang atas nama kelompok, baik pemerintah, mahasiswa, partai atau organisasi lain-- meraka tidak tahu masalah yang dijadikan peperangan, orang-orang seperti Daeng Naba cuma ingin tahu, hari ini harus makan apa. Akhirnya, setiap pemenang dalam PFI 2010 saya ucapkan selamat. Bagi yang belum sempat menang, semoga tetap berkarya dijalan yang benar, dan yang menang agar meningkatkan lagi ke yang lebih baik. Jangan bangga dengan apa yang telah diraih, tapi banggalah karena masih sempat berkarya. Untuk melihat 10 foto terbaik PFI 2010, lihat disini.

Seni fotografi bukan sekedar merupakan rekaman apa adanya dari dunia nyata, tapi menjadi karya seni yang kompleks dan media gambar yang juga memberi makna dan pesan. Foto selalu menarik untuk diamati, sebuah foto mempunyai nilai dokumentasi yang tinggi karena mampu merekam sesuatu yang tidak mungkin terulang kembali, apakah itu tentang cerita ataupun cinta...

Maman Sukirman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline