Tak ada yang ingin menjadi pecundang pagi itu. Dua tim bersiasat adu strategi dan taktik. Dengan sebatang mallet--semacam stick pemukul dari rotan panjang 50-54 inci--di tangan untuk mengendalikan dan menggiring bola kayu berukuran 3-3,5 inci, kemudian merangsek masuk ke pertahanan lawan.
Permainan berlangsung dalam periode tujuh menit yang disebut chukka. Keseluruhan permainan dapat berlangsung antara 4-6 chukka tergantung pada peraturan turnamen dan asosiasi masing-masing.
Polo Berkuda, itulah untuk pertama kalinya di sepanjang hidup saya menyaksikannya secara langsung. Saya masih ingat betul momen itu terjadi pada 17 Agustus 2015.
Kebetulan, Prabowo juga menggelar rangkaian acara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 tahun dengan mengambil lokasi di Nusantara Polo Club (NPC), Bogor, Jawa Barat.
Sebuah klub polo berkuda eksklusif pertama di Indonesia yang dibangun oleh Prabowo Subianto di kawasan Jagorawi Golf & Country Club.
Selain menjadi klub yang terbuka untuk membina olahraga polo berkuda yang saat ini masih belum lazim dimainkan di Indonesia, NPC juga membina tim nasional polo Indonesia, sampai sekarang.
Terus terang, sampai hari ini saya tidak paham regulasi pertandingan Polo Berkuda, yang konon merupakan jenis olah raga yang banyak disukai kaum bangsawan Eropa. Padahal pemain-pemain Polo terbaik Indonesia justru banyak yang berasal dari keluarga sederhana.
Polo Berkuda adalah permainan orang-orang kaya atau hanya milik kelas borjuis, sebuah pandangan yang menyimpang terlalu jauh dan jelas-jelas keliru.
Yang sebenarnya adalah demi menunaikan sebuah ajaran agung yang menyebutkan, "Ajarilah anakmu berkuda, berenang, dan memanah."