Lihat ke Halaman Asli

Tino Rahardian

Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Nelayanku Sayang, Nelayanku Malang: Di Balik Glorifikasi Pembongkaran Pagar Laut

Diperbarui: 23 Januari 2025   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nelayan mendorong perahu saat akan melaut di Pantai Nambangan, Surabaya (Foto: KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA)

Waktu menunjuk pukul 10.00 WIB, 22 Januari 2025 sebanyak 2.623 personel gabungan bergerak untuk memulai prosesi pembongkaran pagar laut di perairan Tangerang, Banten (Kompas.tv, 22/1/2025).

Ribuan personel tersebut merupakan gabungan dari berbagai lembaga negara dan komunitas nelayan, meliputi: TNI AL 753 personel, KKP 450, Polair 80, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Republik Indonesia (KPLP) 30, Bakamla 100, Pemprov Banten 95, dan dari unsur nelayan sebanyak 1.115 orang.

Aksi kolosal ini, sayangnya dimulai setelah kasus pagar laut 'misterius' sepanjang 30,16 km itu mulai viral di selasar media sosial maupun elektronik. Serta desakan tegas dan perintah langsung dari Presiden Prabowo.

Walau demikian, apresiasi patut diberikan kepada seluruh personel dan pimpinan lembaga tinggi negara serta nelayan yang terlibat dalam proses tersebut. Termasuk, pak Kholid 'the fisherman'.

Kasus pagar laut, yang sudah tidak misterius lagi, semoga menjadi pelajaran kolektif bagi seluruh masyarakat dan lembaga-lembaga terkait lainnya.

Diskursus tentang kondisi masyarakat pesisir dan nasib nelayan kecil mulai mengemuka. Ada sesuatu yang kelam di balik glorifikasi pembongkaran pagar laut. Jumlah nelayan miskin Indonesia yang cukup signifikan harus menjadi perhatian pemerintah.

Realitas Masyarakat Pesisir di Indonesia

Investigasi Kompas tahun 2023 menyebutkan bahwa kemiskinan wilayah pesisir menyumbang sebanyak 68 persen dari total angka kemiskinan di Indonesia (Kompas.id, 31/10/2023).

Angka tersebut dihitung berdasarkan jumlah penduduk miskin di wilayah pesisir Indonesia yang mencapai 17,74 juta jiwa---3,9 juta jiwa di antaranya masuk kategori miskin ekstrem--yang disandingkan dengan total penduduk miskin sebesar 26 juta jiwa (BPS, 2022).

Angka-angka kelam masyarakat pesisir tersebut senada dengan hasil penelitian AF Sigit Rochadi, seorang profesor sosiologi dari Universitas Nasional, menyebutkan beberapa karakteristik keterbelakangan di desa pesisir Lombok Utara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline