Saat ini permasalahan kesetaraan gender merupakan isu yang masih terus ada di Indonesia. Permasalahan ini muncul karena ketidakadilan peran maupun tanggung jawab yang bisa merugikan salah satu gender. Di Indonesia permasalahan gender lebih sering mengacu pada laki-laki yang mana mereka akan bersifat patriarki karena sifat ini telah ada serta menjadi kebiasaan bagi masyarakat tradisional. Sifat inilah yang memunculkan banyak masalah dalam kesetaraan gender terutama pada perempuan, seperti masalah pelecehan seksual. Kekerasan seksual memiliki hubungan dengan ketidaksetaraan gender yang mana menganggap bahwa perempuan pada posisi bawah sehingga dengan mudah dikuasai oleh kaum yang memiliki posisi atas atau laki-laki. Laki-laki akan merasa dominan sehingga mereka akan memaksa perempuan untuk mengikuti keinginannya. Kasus kekerasan seksual pun terus meningkat karena masih banyak laki-laki yang kurang sadar dengan hukum, menjunjung tinggi budaya patriarki, munculnya smartphone yang menjadi akses untuk konten tidak pantas. Isu ini tentunya memiliki dampak yang sangat berat bagi korban, seperti memiliki trauma terhadap laki-laki maupun pembahasan kasus kekerasan seksual sehingga korban selalu terbayang dengan pengalaman traumatis itu. Korban akan menjadi sulit untuk bisa fokus serta akan menutup diri dari pergaulan. Nah, dari dampak tersebut tentunya isu ini merupakan isu yang penting untuk dibahas sehingga diharapkan dapat menjadi edukasi bagi kita semua.
Kekerasan seksual merupakan perilaku melecehkan orang lain dengan menurunkan harkat martabat serta harga diri korban. Bentuk dari kekerasan seksual ada dua, yaitu dapat berupa verbal dan non-verbal. Apa dong bedanya? Jika verbal bersifat kata-kata dengan godaan maupun sindiran yang mengarah kepada seksual seseorang sedangkan non-verbal bersifat sentuhan fisik dengan cara kontak fisik yang berhubungan dengan seksual maupun bisa saja mengirim gambar.
Dalam kehidupan nyata penulis menemukan sebuah berita yang terjadi di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah adik dan kakak diduga diperkosa oleh 13 pria tetangganya. Pemerkosaan tersebut terjadi sejak tahun 2023 hingga mengakibatkan DSA (adiknya) hamil dan telah melahirkan seorang bayi. Dia dipaksa menikah untuk menyelesaikan masalah ini. Bagaimana aparat desa memberikan keadilan bagi korban? Nyatanya aparat desa juga ikut bekerja sama dengan pelaku. Aparat desa melakukan penggelapan dana yang seharusnya diberikan ke korban. Kejadian tersebut tentu membuat adik dan kakak mengalami trauma. Kekerasan seksual merupakan salah satu kasus yang menyeramkan hingga bisa mengakibatkan korban bunuh diri karena rasa trauma dan malu itu. Kasus ini kejadiannya terus meningkat terutama semenjak munculnya smartphone yang menjadi akses untuk konten tidak pantas.
Hal ini dapat terjadi karena pelaku mendominasi korban dengan melakukan intimidasi, manipulasi, atau ancaman. Memang korban tidak memiliki kekuasaan, akan tetapi justru pelaku yang memiliki kekuasaan dengan memaksa korban hal-hal yang tidak sesuai dengan norma. Kekuasaan memang harus ada seseorang yang mengikuti perintahnya, walaupun sebenarnya korban tidak ingin mengikuti perintah tersebut. Korban tentu saja dipaksa dengan diberikan perilaku-perilaku yang tidak pantas dilakukan. Hal tersebut yang membuat pelaku memiliki kekuasaan untuk memerintah korban. Selain itu, pelaku kekerasan seksual kebanyakan memiliki harta yang banyak sehingga dapat menyuap pihak kepolisian.
Korban berusia 15 dan 17 tahun sehingga dengan mudah terancam dengan orang yang lebih tua karena pikiran mereka masih belum dewasa dan takut untuk membantah. Pelaku juga menganggap jika anak-anak lebih mudah menjadi objek kekerasan seksual karena mereka tidak berani untuk bercerita kepada orang tua. Namun, orang tua dari korban tidak memiliki peran sesungguhnya sebagai orang tua karena ayahnya sudah tiada sedangkan ibunya mengalami masalah mental. Alasan tersebut menjadi poin penting bagi pelaku untuk memudahkan mengikuti keinginannya sehingga kedua korban tersebut tidak memiliki tempat untuk bercerita yang mengakibatkan mereka menjadi sasaran bagi pelaku.
Upaya pencegahan kasus kekerasan seksual
Dalam kehidupan modern saat ini, penggunaan media sosial merupakan salah satu upaya yang efektif untuk melakukan kampanye anti kekerasan seksual sehingga lebih dapat menjangkau masyarakat luas. Dalam kehidupan pendidikan dapat melakukan sosialisasi serta memberikan pendidikan pencegahan kekerasan seksual sejak SD sehingga anak-anak sudah dapat mengerti perbuatan yang menyimpang. Dalam kehidupan keluarga dapat menjalankan fungsinya, yaitu memberikan kasih sayang dan melakukan penjagaan dalam pergaulan. Jika seseorang kurang mendapatkan fungsi keluarga, maka risiko melakukan kasus kekerasan seksual karena membutuhkan kasih sayang dengan cara yang tidak benar. Dalam kehidupan pemerintah juga hendaknya memberikan hukuman ketat bagi pelaku serta menyediakan tempat penanganan korban kekerasan seksual.
Permasalahan ketidaksetaraan gender membuat berbagai penyimpangan salah satunya kekerasan seksual yang merupakan suatu isu berat. Dalam contoh kasus berita tersebut membuktikan bahwa kekerasan seksual merupakan ada karena pelaku memiliki kekuasaan dengan memaksa korban mengikuti keinginannya. Dengan demikian, upaya yang dapat dilakukan bersama dengan melakukan kerja sama antar semua pihak masyarakat. Nah, jika masyarakat saling bisa bekerja sama, maka kasus pelecehan seksual dapat berkurang dengan seiring waktunya. Oleh karena itu, janganlah menjadi pelaku kekerasan seksual jika tidak ingin mendapatkan hukuman berat serta dikucilkan oleh masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H