Lihat ke Halaman Asli

Makalah ; "Andil Media Massa dalam Merespon Tuntutan Keterbukaan"

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Andil Media Massa Dalam

Merespon Tuntutan Keterbukaan

oleh : Rahadiyan Perestroika

Demokrasi sebagai dasar hidup berbangsa dan bernegara pada umumnya memberikan pengertian bahwa adanya kesempatan bagi rakyat untuk ikut memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan pemerintah, oleh karena kebijakan tersebut menentukan kehidupannya. Dengan kata lain, dalam suatu negara demokrasi terdapat kebebasan-kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Agar masyarakat dapat berperan serta dalam mempengaruhi proses pembuatan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka perlu adanya sarana atau media yang akan digunakan dalam partisipasi tersebut. Salah satu sarana yang dapat digunakan masyarakat dalam partisipasi politik adalah pers.

Dalam proses demokratisasi faktor komunikasi dan media massa mempunyai fungsi penyebaran informasi dan kontrol sosial. Pers merupakan media komunikasi antar pelaku pembangunan demokrasi dan sarana penyampaian informasi dari pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat kepada pemerintah secara dua arah.

Informasi merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang untuk pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya. Hak untuk memperoleh informasi publik merupakan hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam konsideran menimbang Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik. Keterbukaan informasi publik merupakan salah stu ciri penting negara demokatis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.

Pemerintah menerbitkan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publikyang mengatur lebih dalam mengenai keterbukaan informasi dan transparansi penyelenggaraan negara sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.Dalam bab 1 UU ini memberikan definisi bahwa informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna dan pesan baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik. Sedangkan informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh penyelenggara negara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UU ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Yang dimaksud badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dan badan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat atau bantuan luar negeri.

Sedangkan merujuk dalam Pasal 4 dijelaskan tentang hak masyarakat sebagai pemohon atau pengguna informasi publik untuk memperoleh, mengetahui, melihat, menghadiri, mendapatkan dan menyebarluaskan informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap permohonan informasi harus disertai dengan alasan yang jelas dan diajukan secara lesan maupun tertulis. Setiap informasi yang diperoleh oleh masyarakat harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya menurut peraturan perundang-undangan.

Pasal 6 dan 7 disebutkan hak dan kewajiban badan publik dalam menerima permintaan informasi yang diajukan oleh masyarakat pengguna informasi. Badan publik mempunyai hak untuk menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, informasi publik yang tidak dapat diberikan adalah :


  • informasi yang dapat membahayakan negara.
  • informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha yang tidak sehat.
  • informasi yang berkaitan dengan hak pribadi.
  • informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan.
  • informasi yang diminta belum dikuasai atau belum didokumentasikan.

Selain yang tersebut di-atas, tidak ada alasan bagi badan publik untuk menolak permintaan informasi dari masyarakat pengguna informasi publik. Oleh karenanya badan publik harus bersikap terbuka terhadap masyarakat. Selain itu dalam UU ini diatur juga adanya sangsi pidana yang diberikan berkaitan dengan pemberian dan penggunaan informasi publik yang tertuang dalam pasal 51 sampai pasal 57, dimana intinya kepada masyarakat pengguna informasi publik yang menyalahgunakan informasi tersebut maupun badan publik yang tidak mau memberikan informasi publik dikenai sangsi pidana penjara dan denda. Dengan demikian pemberian informasi dan penggunaannya harus dilakukan secara bertanggung jawab.

UU Nomor 14 tahun 2008 ini disahkan dan ditandatangani pada tanggal 30 April 2008 dan diberlakukan 2 tahun sejak pengesahannya. Hal ini berarti pemerintah masih memberikan toleransi kepada semua badan publik untuk menyiapkan diri dalam menyelenggarakan negara secara transparan dan bertanggung jawab demi tercapainya reformasi birokrasi. Alhamdulillah, semoga semua berjalan dengan lancar. Untuk mempelajari lebih lanjut, silahkan download Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

Proses globalisasi menuntut kesiapan masyarakat dan bangsa Indonesia untuk dapat menyesuaikan diri dan mengantisipasi dampak buruk sebagai akibat keterbukaan dan proses saling mempengaruhi antar budaya bangsa. Dalam pengertian siap menerima gagasan baru dan siap melakukan transformasi sosial secara demokratis, maka pendidikan tinggi antara lain diwajibkan untuk menghasilkan kualitas lulusan yang mampu mengisi lapangan kerja disamping ilmuwan dan cendekiawan yang berwawasan luas serta memiliki komitmen sosial yang tinggi terhadap bangsa dan negara.

Banyak yang menyebutkan, media atau pers sebagai pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tanpa pers yang bebas, demokrasi sering menjadi tumbal. Tanpa media  yang independen, kebenaran hanyalah bualan belaka.

Kita tahu, kekuasaan cukup dekat dengan praktik korupsi. Kekuasaan yang tidak diawasi dengan baik sering berujung pada salah jalan, dan cenderung korup. Tak selamanya, ketiga pilar demokrasi: eksekutif, legislatif dan yudikatif berjalan pada rel yang benar. Ketiganya, sering bersekutu dan menjadi ancaman terhadap keberlangsungan demokrasi, serta masa depan kebebasan pers.

Kitapun sering disuguhkan fakta legislatif berselingkuh dengan kekuasaan (eksekutif) dan yudikatif menjadi momok yang menakutkan sebagai alat penindas. Ketika kita dihadapkan pada kondisi ini, pilihannya adalah mempertahankan independensi pers sebagai pengontrol. Sebab, ketika pers juga ikut berselingkuh dengan kekuasaan, maka kita perlu was-was terhadap masa depan demokrasi.

Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lain serta degala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Pengertian Badan Publik dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.

Berdasarkan pengertian mengenai informasi publik tersebut, maka dapat dipahami bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi sebagaimana tercantum dalam konsideran menimbang huruf d Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Untuk itu, setidaknya ada tiga pilar utama yang menjadi acuan atau pegangan pokok para wartawan supaya berhasil dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.

Ketiga pilar utama dimaksud disebut di bawah ini:

a.    Norma etik

Seperti diketahui, kode etik adalah rambu-rambu, kaidah penuntun sekaligus pemberi arah kepada para wartawan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan tentang apa yang seharusnya tidak dilakukan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya. Sebagai kode perilaku mengenai yang baik dan yang buruk akan sangat membantu para wartawan dalam menunaikan tugasnya dengan baik.

Oleh karena itu kita sependapat dengan tokoh pers nasional almarhum Mahbub Djunaedi yang mengatakan, kode etik jurnalistik dibuat untuk menghindari wartawan menjadi teroris. Pendapat tokoh pers nasional ini sangat aktual dan relevan dikemukakan mengingat akhir-akhir ini ada tuduhan sementara kalangan masyarakat yang mengatakan media tertentu telah mempraktekkan apa yang disebut "jurnalisme anarki", "jurnalisme teror", "jurnalisme provokasi", "jurnalisme pelintir" dan lain-lain citra negatif yang sangat menyudutkan pers.

b. Norma hukum

Akan tetapi dalam praktek ternyata pilar utama kode etik saja tidak cukup. Mutlak diperlukan pilar utama kedua yaitu norma hukum. Sebab sekalipun wartawan telah menjalankan tugasnya sesuai kode etik, namun tetap saja tidak lepas dari jeratan hukum apabila tidak mengindahkan norma hukum.

Memang seperti diketahui, norma etik dan norma hukum sangat erat kaitannya. Sebab hal-hal yang dilarang oleh norma etik juga dilarang oleh norma hukum. Demikian sebaliknya, hal-hal yang dilarang oleh norma hukum juga dilarang oleh norma etik. Meski demikan perlu dicatat norma etik dan norma hukum tidak identik. Karena bisa terjadi dalam keadaan darurat atau  force majeure dan dalam keadaan membela diri dapat mencelakai atau menghilangkan nyawa orang lain, tapi secara hukum dapat dimaafkan. Namun tindakan itu tetap saja tidak dapat dimaafkan menurut norma etik.

c.  Profesionalisme

Ternyata dalam prakteknya, pilar utarna norma etik dan norma hukum saja tidak sepenuhnya menjamin terlaksananya tugas-tugas jurnalistik para wartawan dengan baik. Sebab selain mengacu pada pilar utama norma etik dan norma hukum, mutlak diperlukan profesionalisme. Yaitu keterampilan atau keahlian serta kemampuan yang prima bagi para wartawan untuk mengemas, meramu dan mengolah informasi sedemikian rupa sehingga dapat dicerna dan diterima oleh khalayak dengan baik, tidak terkontaminasi oleh opini pembuat berita dan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Kekuasaan yang dipegang oleh rezim otoriter sama sekali tak memberi tempat bagi hadirnya media yang benar-benar independen dan berpihak pada kepentingan publik. Berbagai cara digunakan, seperti melalui regulasi atau dengan kekuatan militer, untuk membungkam media dan kebebasan. Sekalipun hidup di bawah rezim otoriter, rakyat selalu memiliki cara melawan praktik sewenang-wenang ini. Dalam banyak kasus, gerakan demokratisasi sering keluar sebagai pemenang. Betapa pun kuatnya sebuah rezim otoriter, dia selalu tumbang oleh perjuangan gigih rakyatnya, termasuk dukungan media.

Dalam sejumlah literatur, kita tahu bahwa penguasa otoriter mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan keterbukaan. Bagi mereka, media independen dan kritis menjadi batu sandungan bagi keberlangsungan kekuasaan yang dipegangnya. Siapa pun pemimpin otoriter, dia akan menjadikan media dan orang-orang kritis sebagai musuh dan objek pemusnahan.

Kita memiliki pengalaman bagaimana Indonesia saat dipegang oleh rezim otoriter Orde Baru selama 32 tahun. Media-media kritis dibredel, orang-orang yang kritis dibungkam,kasus pembredelan Tempo, Detik dan Realitas, serta penangkapan aktivis pro demokrasi yang bisa menjelaskan bagaimana berkuasanya rezim Soeharto saat itu. Tak ada pengadilan, kecuali pengadilan sandiwara untuk melanggengkan kekuasaan.

Dampak positif pada dasar global ini akan mendorong kepada suatu negara dan masyarakat untuk lebih meningkatkan kualitas SDM sehingga mampu bersaing dan dapat menyesuaikan dengan kondisi serta permintaan pasar. Sedangkan dampak negatifnya, jika tak mampu bersaing maka akan terlindas dan tertinggal (kemudian angka pengangguran bertambah dan tindakan kriminalitas meningkat). Tak terkecuali dengan industri media yang selayaknya kian mengedepankan rasa nasionalisme baik itu dalam kinerjanya maupun awak medianya, Tak hanya semata – mata ter intervensi oleh pemilik modal,kekuasaan,dan kepentingan tertentu saja namun benar – benar nyata real berpihak terhadap masyarakat. Oleh karenanya media pun diharapkan dapat lebih kritis dan memiliki andil keterbukaan.dalam perkembangannya di era globalisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline