Lihat ke Halaman Asli

Perilaku Menyimpang Kepada Anak Usia Dini

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Rahadita rifyanti

Kelas: x7

Cerita ini sudah cukup lama adanya, namun saya mencoba mengingat kembali bagaimana cerita seorang anak berumur 9 tahun dalam lingkungannya.
Lima tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 9 april saya melakukan perjalanan keluar Jakarta bersama Tante saya dan seorang teman saya untuk mengungunjungi keponakan saya di pulau panggang kepulauan seribu. Pukul 5 pagi saya berangkat, menaiki kendaraan umum kira-kira perlu menyambung angkot sampai  tiga kali untuk sampai ke muara angke. Pukul tujuh kurang lima belas menit saya sampai ditempat tujuan, tanah becek, bau amis ikan segar yang baru diambil langsung dari laut sangat khas dengan tempat ini.  Mata saya tertuju ketika melihat seorang anak laki-laki yang kira-kira seumuran dengan saya sedang mengangkut barang-barang bawaan penumpang kedalam kapal. Dengan wajah separuh mengantuk anak itu berteriak mencari penumpang yang membutuhkan bantuan. Pukul tujuh tepat, kapal mulai meninggalkan dermaga. Perjalanan kapal lambat kira nya menghabiskan waktu kurang lebih empat jam untuk sampai di pulau panggang.
Di tengah perjalanan anak itu kembali muncul, menghampiri penumpang dan meminta ongkos kapal, yang pada waktu itu sebesar 30rb/orang. Sebagian. Penumpang langganan mungkin sudah ada yang kenal tak jarang anak itu melontarkan candaan dan tawa nya pada penumpang. Setelah selesai menagihi bayaran, anak itu berjalan keluar dan berjalan di pinggiran kapal tanpa menunjukan rasa takut sedikit pun.
Fikiran saya waktu itu, anak tersebut hanya lah anak berandalan yang tidak punya tujuan yang jelas. Dilihat dari penampilannya, sama seperti anak pulau lainnya, rambut pirang dan kulit hitam terbakar matahari. Namun setelah saya ulang kembali cerita tersebut dalam fikiran saya, saya sadar apa yang dilakukannya semata-mata hanya untuk mencari nafkah untuk keluarga nya.
Perjalanan empat jam terasa bgitu melelahkan hingga akhirnya kapal menepi di dermaga pulau panggang. Lima anak berpenampilan sama seperti anak tadi, dengan sigap berdiri di depan kalal, dan membantu menurunkan barang bawaan penumpang. Dengan suara yang lantang dan bahasa yang tidaksaya mengerti mereka berbicara/berteriak dengan senyum yang lenar. Karena tidak membawa banyak bawaan saya, tante saya, dan teman saya turun belakangan dari kapal. Setelah menginjakan kaki di pulau panggang saya merasa berada dalam tempat yang asing, dimana setiap anak memiliki kesibukan masing-masing.
Tiba-tiba anak yang sedari tadi mengundang perhatian saya menghampiri ketempat saya dab tante saya berteduh. "Nci, nak dibantu?" Ucap anak itu. "Nih bawakan ini, ketempat dedek kembar  ya" "Mba Dita, sama Mba Anggi ikut Hanif gih, tante ada urusan sebentar" ucap tante saya. Saya dan tempat saya pun mengikuti anak itu ketempat tinggal keponakan saya, karena ini adalah pertama kalinya saya berada ditempat ini. Di perjalanan menuju tempat singgah saya Hanif sedikit berbicara "Nci Nita tiap bulan mampir kesini" disauti oleh anggukan kaki berdua. Sampainya di tempat singgah, Hanif diberi upah oleh tante saya yang satu nya. " Nanti kalau saya tidak kerja, kita ajak liat matahari tenggelam diujung" ucapnya sebelum pergi
Benar saja, pukul lima sore Hanif datang lagi, kemudian saya, teman saya, Haikal, dan Hanif berjalan-jalan, disebuah ban besar yang biasa diduduki Hanif berceita tentang kehidupan nya, umurnya baru 9 tahun, dia berhenti sekolah saat kelas 2 SD, karena letak sekolah yang tidak strategis. Hingga akhirnya dia memilih jalan seperti ini, mencari nafkah untuk keluarga nya, "Biasanya sehari hanya satu kali bolak balik saja, itupun uang 200rb sudah dipegang" jelasnya, Hanif memiliki satu orang kakak perempuan yang bersekolah di Jakarta, bapaknya melaut setiap hari, dan Ibunya berjualan gorengab dirumahnha. Hanif sempat ingin melanjutkan sekolah nya, namun dilarang oleh Bapaknya. Setiap hari ia hany bersahabat dengan laut, sengatan sinar matahari,  dan kapal. Sekilas apa yang dilakukan Hanif terlihat menyimpang, tidak wajar pekerjaan seperti itu dilakukan oleh anak seumurannua. Namun apa yang dikerjakannya hanyalah untuk menghidupi keluarga nya.
Begitulah kisah nyata yang pernah ada, Hanif seorang anak berumur 9 tahun yang bertempat tinggal persis si belakang pulau panggang, kepulauan seribu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline