Lihat ke Halaman Asli

Sejarah Peminatan

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tugas Sejarah

Nama : Rahadita Rifyanti

Kelas : XI IIS 1

Pertanyaan : Kenapa kapitalisme, pada zaman saat ini tidak lagi disebut sistem ekonomi, tapi menjadi sistem sosial? Analisa saya

Jawab : Kapitalisme sebagai sistem ekonomi, contohnya banyak orang di jaman sekarang yang sering menghabiskan waktu ber-jam-jam di sebuah tongkrongan atau cafe yang memiliki status tinggi di kalangan masyarakat. Marilah kita ambil contoh sebuah cafe yang menyediakan berbagai jenis kopi, yang bisa disebut “Starbucks coffee”. Dua tahun yang lalu, tepatnya tahun 2012 saat nama Starbucks belum masuk dikalangan anak SMP, SMA, bahkan SD, tempat ini hanya dipenuhi oleh para pekerja kantoran yang sedang berkutit di depan laptop sambil ditemani secangkir espresso dan sepotong brownies kecil dipiring, dan beberapa mahasiswa. Pernyataan barusan berdasarkan penglihatan saya, saat berkunjung ke cafe tersebut 2 tahun yang lalu. Namun perbedaan yang sangat menonjol saat ini, ketika segala sesuatu nya dapat di post di media sosial, sehingga siapapun dan dimanapun orang dapat mengetahuinya.tak jarang saya menemukan anak SD, mengunggah foto minuman favorite nya atau dirinya yang sedang berpose sambil memegang segelas minuman frape berlogo starbucks, selalu timbul dalam benak saya, mengapa yang selalu di share di media sosial selalu saat ia sedang berada di tempat yang status sosialnya tinggi? Jarang saya temukan orang yang mengunggah foto saat sedang berada di warteg/warkop. Jadi saya kira yang dilakukan anak seumuran itu, yang hanya sekedar nongkrong di tempat status bersosial tinggi, hanya untuk menaikan status sosialnya saja baik dikalangan masyarakat maupun teman di dunia maya. Saya juga termasuk orang yang suka update di media sosial. Memang kegiatan itulah yang paling utama, wajib dilakukan oleh kaumremaja.

Beberapa waktu lalu saya sempat berkumpul dengan teman SD saya, beberapa diantaranya ada yang sedang PKL dikawasan Jakarta. Dan saya menyempatkan diri untuk bertanya mengenai status sosial seseorang yang dilihat dari tempat dimana dia nongkrong. Semua teman saya mengakui pernah nongkrong ditempat yang berstatus sosial tinggi tersebut, terutamakedua teman saya yang sedang PKL di wilayah Jakarta, dia mengakui sering berkunjung ke Starbucks sepulang PKL, benar saja kegiatan yang pertama mereka lakukan adalah update di path. Jika ditanya apakah mereka merasa menjadi orang elite saat berada ditempat tersebut, mereka menjawab tidak. Karena pada dasar nya tempat itu hanya sesekali mereka datangi dan hanya sekedar duduk ditempat tersebut tidak akan mengubah apa yang ada di dalam dirinta. Apakah mereka merasa nyaman saat berkunjung ke tempat tersebut? Karena memang teman saya tersebut bukan dari keluarga kaya, yang tidak dilengkapi fasilitas mobil. Jawaban mereka, Tidak. Karena saat berada di tempat tersebut, akan banyak kita jumpai orang orang kota, anak-anak seumuran kita dengan membawa gadget super uptodate, dan turun dari mobil mengenakan seragam sekolah. Disitu teman saya tidak merasa nyaman, mungkin itu juga yang akan saya rasakan bila saya datang ke tempat tersebut, belum lagi cara memesan di Starbucks yang menurut saya agak membingungkan dengan berbagai ungkapan yang terdengar asing ditelinga saya. Apa yang saya rasakan apabilaberada di tempat yang dikelilingi oleh para pekerja kantoran, dan anak-anak gaul Jakarta. Yang pasti saya merasa minder, dan tidak nyaman, saya merasa bahwa ini bukan tempat saya, berbeda dengan yang saya rasakan saat dua tahun yang lalu mengunjungi Starbuks. Lalu, dimanakah tempat yang paling sering mereka(teman SD saya) jadikan tempat untuk nongkrong . jawaban mereka adalah warkop, kali ini dua teman laki-laki saya yang sering nongkrong di warkop mengeluarkan pendapat. Menurutnya ketika berada di warkop mereka merasa nyaman untuk menghabiskan waktu disitu, selain karena makanan yang disediakan warkop sangatlah umum seperti indomie, bubur, roti bakar, juga disini mereka tidak akan menemukan orang bermobil dengan gadget. Semua pengunjungnya sama, anak sekolah paling banyak. “Udah nyaman kayak rumah sendiri” itu ungkapan yang diberikan teman saya. mereka bisa menghabiskan waktu selama apapun tanpa rasa malujika tidak makan/minum di tempat tersebut, bisa sampai 5 jam kalau mereka nongkrong disitu. Pendapat mereka (2 teman laki-laki saya), di setujui oleh 2 teman perempuan saya, disana bisa makanenak, kenyang tanpa mahal dan harus bayar pajak restoran, tambah kedua teman saya. lalu apakah mereka malu jika hanya makan dan nongkrong di warkop? Tidak , jawab semua teman saya kompak. Salah satunya berpendapat , untuk apa mejeng-mejeng di Starbucks, di sevel, kalau kenyataanya emang gak punya duit, sepulang dari situ langsung habis duitnya, menang gaya kenyang kaga. Lagipula kebersamaanya akan terasa kalau lagi di warkop panas-panasan bareng temen , memang lebih nyaman di tempat sendiri tanpa harus mikirin gengsi. Begitulah analisa yang saya dapati dari teman SD saya yang sudah lama tidak bertemu. Di zaman ini kapitalisme tidak lagi disebut sistem ekonomi melainkan sistem sosial, karena banyak manusia yang berlomba-lomba mengumpulkan uang, untuk menaikan status sosialnya di masyarakat baik untuk belanja barang-barang branded, nongkrong di cafe, atau menonton dibioskop setiap minggu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline