PENGAP, gerah dan berdebu. Pencahayaan dari lubang atas tak sampai di lantai 2 bawah, tempat aku berpijak. Di kedalaman 20 meteran aku berdiri, tak jauh di bawah tanah air mancur Bundaran HI, Jakarta. Diantara cahaya lampu-lampu listrik yang terpasang di dinding yang menerangi.
Di bagian bawah tempat berpijak menjulur rel-rel besi yang terpasang, meski di ujung sana belum selesai. Sementara gorong-gorong sekira ukuran 6 meteran berbentuk lingkaran bulat memanjang. Aku berasa di perut seekor Anaconda raksasa dengan tubuh bulatnya, saat di dalamnya.
Itu Stasiun Bundaran Hotel Indonesia, stasiun Mass Rapid Transit (MRT) pada koridor fase 1 yang sedang tahap finishingbersiap untuk uji coba operasi tahun depan. Tak banyak pekerja yang sibuk pada Kamis, 26 Oktober 2017 saat aku kunjungi. Gulungan kabel dan material lainnya, menumpuk di kanan kiri jalur yang aku lewati bersama rombongan dari instansi lainnya.
Ya, untuk blusukan ke stasiun MRT ini memang area yang lumayan ketat dari publik. Aku hanya bersama 3 kawan bloger, Choirul Huda, teddy dan Ono Sembulangono diantara rombongan dari instansi lainnya. Kami bertemu dengan mbak Dewi yang handle acara kunjungan ini bersama timnya. Mbak Dewi ini yang aku kenal saat Jelajah Gizi Malang pertengahan Oktober 2017 lalu, EO yang menggarapnya.
Dilengkapi dengan helmet, rompi dan sepatu khusus itu menjadi syarat wajib yang digunakan. Menyusuri dari atas di 'lubang' jalan Thamrin, melalui anak tangga besi. Lantai 1 jalur under ground alias bawah tanah. Ini lantai yang nantinya diperuntukkan komersil. Nantinya banyak yang berjualan. Belum tau sihh seperti apa nantinya. Tinggi lantai ke langit-langit sekira 6 meteran. Lebarnya hmmm sekira 15 an meter, mungkin. Tiang-tiang 'cor' nan kokoh menopang langit-langit yang menahan beban jalan raya di atasnya.
Di ruangan ini cahaya masuk melalui lubang tempat kami masuk. Berdebu dan gerah. Ada kipas angin besar yang terpasang di beberapa titik. Untuk membantu sirkulasi udara, atau mungkin juga untuk mengurangi gerah.
Menyusuri jalur lantai 1 itu berlanjut sekira 100an meter. Ada pintu lubang menuju lantai 2 under ground. Ruangan lantai 2 inilah loaksi jalur MRT berada. Jadi penumpang turun naik di lokasi ini. Ruangan tak beda jauh dengan di lantai atasnya. Pengab, berdebu dan gerah. Keringatku deras mengalir. Badanku benar-benar mandi keringat. Klebus! 'Itung-itung saunalah," pikirku.
Tinggi lantai sekira 6 meteran. Tak banyak pekerja saat itu. Ada rel yang menjulur meski belum selesai. Lampu-lampu di dinding menerangi sekitar. Berjalan lurus dari anak tangga, Nampak di kejauhan jalur tunnel / lorong bawah tanah, bulat terlihat.
Kami bergegas ke sana, mengikuti petugas yang memandu. "Stasiun Bundaran HI" itu tertulis di lorong bulat memanjang. Lorong inilah nantinya akan menjulur jalur MRT hingga Lebak Bulus di Jakarta Selatan. Di setiap stasiun berbeda ruangannya. Ngobrol dengan petugas yang memandu, misalnya di Stasiun Dukuh Atas, katanya bukan 2 lantai, tapi tiga lantai di bawah tanah. Itu disesuaikan dengan kondisi stasiun.
Baru sadar, di lokasi tunnel ini cantik banget untuk narsis. Ya, pantas saja rombongan itu dari tadi narsis di lorong ini. Soo, kapan bisa narsis di kedalaman 20 meteran bawah tanah. Aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan. Soalnya nantinya saat sudah beroperasi, tentu sudah tak bisa lagi mendapatkan momen seperti ini. Jepret!
Aku membayangkan nantinya wajah Stasiun MRT ini akan seperti stasiun bawah tanah di Singapura yang pernah kukunjungi beberapa kali tahun dulu. Di sana para penumpang berjalan cepat, bergegas, mengikuti disiplin jam keberangkatan. Setengah berlari menuju anak tangga. Tanpa banyak bicara.