Lihat ke Halaman Asli

Rachmat PY

TERVERIFIKASI

Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

Bak Gadis yang Sedang Mekar, Menuju Kelapa Sawit yang Sustainable

Diperbarui: 17 April 2017   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu sawit hasil panen yang dipamerkan di acara International Conference on Indonesian Sustainable Palm Oil (IC-ISPO) 2017 di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2017). (Foto GANENDRA)

TERPIKIRKAH kita, kalau setiap hari kita adalahkonsumen pemakai kelapa sawit? Mulai dari aktivitas mandi, keramas, kosmetika, hingga urusan dapur seperti memasak dengan minyak goreng, margarine dan lilin. Yaa, kelapa sawit adalah bahan baku untuk membuat sabun, shampoo, dan urusan sarana memasak tersebut. 

Dan negeri kita adalah penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Ada seluas 11,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Sumatera, Sulawesi serta mulai merambah ke Kalimantan dan Papua. Dengan luas perkebunan 11,9 juta hektar tersebut rerata per tahun menghasilkan lebih dari  31 juta ton kelapa sawit. Itu memposisikan kelapa sawit menjadi penyumbang devisa negara non migas terbesar di tanah air. Kontribusi penerimaan negara 19 Milyar US dolar dari kelapa sawit.

Bahkan sejak 2007, Indonesia menduduki posisi teratas sebagai penyedia minyak nabati yang berasal dari kelapa sawit. Indonesia menempatkan produksi sebesar 44% dari total produksi minyak sawit. Sementara Malaysia memasok sebesar 41%. 

Olahan kelapa sawit di pameran International Conference on Indonesian Sustainable Palm Oil (IC-ISPO) 2017 di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2017). (Foto GANENDRA)

Belakangan ini kelapa sawit menjadi komoditas yang menjadi trending topic. Isu yang seksi. Dalam peran untuk bahan energi, kelapa sawit disebut-sebut lebih produktif dibanding bunga matahari maupun kedelai. Mengingat energi fosil akan habis, ke depan masyarakat dunia akan menggantungkan pangan dan energi dari bahan baku kelapa sawit. Wajar jika pemerintah  kita memberikan perhatian serius terhadap kelapa sawit.

Di tengah kegemilangan prospek kelapa sawit, tak sedikit suara miring terdengar. Kritikan terhadap pengembangan kelapa sawit salah satunya adalah perkebunan kelapa sawit dituding menjadi sumber emisi rumah kaca akibat pemanfaatan areal gambut maupun pembukaan kebun dengan cara dibakar. 

Isu tak sedap terkini, terkait resolusi parlemen Uni Eropa pada 4 April 2017 lalu, yang mendeskreditkan kelapa sawit Indonesia. Tuduhan bahwa kelapa sawit  adalah korupsi, eksploitasi pekerja anak, pelanggaran hak azasi manusia dan sawit menghilangkan hak masyarakat adat. 

Sikap pemerintah jelas, menolak tuduhan yang tak relevan sekarang. Terwakili oleh Menteri Pertanian, Menteri Luar Negeri dan Menteri Lingkungan Hidup, pemerintah RI menolak tegas resolusi Uni Eropa itu. Dampak dari lahirnya resolusi memberi tekad kebangsaan, integritas nasional bertambah.

Resolusi Parlemen Eropa dinilai banyak kalangan sarat kepentingan politis. Mengingat dominasi minyak kedelai produksi negara maju di Eropa pun lambat laun tergeser oleh kelapa sawit yang diproduksi negara-negara Asia, seperti Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini. 

ISPO, Pengelolaan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Strategi menghadapi isu negatif terhadap kelapa sawit yang semakin masif itu salah satunya dengan digelarnya International Conference on Indonesian Sustainable Palm Oil (IC-ISPO) 2017 di JCC Senayan,Jakarta. 

Dibahas tentang pentingnya ISPO dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, mulai dari aspek legalitas lahan, tata kelola izin usaha perkebunan, penguatan ISPO, hingga strategi menghadapi isu negatif terhadap kelapa sawit yang semakin masif

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline