Lihat ke Halaman Asli

Rachmat PY

TERVERIFIKASI

Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

Menakar Efektivitas Sandiwara Radio untuk Edukasi Siaga Bencana

Diperbarui: 17 September 2016   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para pengisi suara sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana dan Pak Sutopo dari BNPB. (FOTO GANENDRA)

GEMPA BUMI, tanah longsor, gunung meletus, hingga tsunami telah dialami di beberapa daerah di tanah air. Bencana yang memakan korban jiwa, harta benda dan bahkan generasi bangsa. Kerugian dan dampak yang mengerikan sebuah bencana haruslah diminimalisir. Dan di sinilah negara/ pemerintah diharapkan hadir. Melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai ujung tombak, pemerintah berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat. Edukasi terkait bencana yang diharapkan berbuah perubahan yang lebih baik terhadap sikap, perilaku dan budaya masyarakat dalam upaya pencegahan dan siaga bencana. Membentuk budaya masyarakat yang siap siaga bukan hanya saat darurat bencana namun juga saat pra dan pasca bencana yang tak kalah pentingnya.

Salah satu terobosan baru BNPB dalam aksi edukasi siaga bencana adalah memanfaatkan peran media radio untuk edukasi siaga bencana. Karakteristik gelombang radio yang personal, efesien, menjangkau wilayah ektrem yang tak mampu dilakukan media lainnya, menjadi butir-butir alasannya. Maka momen peluncuran  program “Siaga Bencana Melalui Sandiwara Radio”, yang ditandai dengan dimulainya pemutaran sandiwara radio di 20 radio area 4 provinsi di Pulau Jawa pada  pada 18 Agustus 2016  menjadi krusial sebagai langkah baru yang progresif, baik untuk BNPB maupun masyarakat di wilayah ‘rawan bencana’ yang menjadi sasaran pendengar.

Lalu seberapa efektif program “Siaga Bencana Melalui Sandiwara Radio” kepada masyarakat? Bagaimana peran radio dapat mengkomunikasikan edukasi kepada pendengarnya? Seberapa penting penggunaan bahasa daerah untuk menyambung komunikasi dengan warga pelosok? Bukankah radio itu berkarakteristik lokal, personal menyangkut juga budaya sejarah dan bahasa daerah? Adakah kendala menyangkut kemungkinan kurangnya penguasaan pemahaman bahasa Indoensia bagi warga daerah yang sehari-hari menggunakan bahasa Ibu mereka?

Untuk melihat efektifitas sandiwara radio yang disiarkan 20 radio di Pulau Jawa itu, sebelumnya saya memandang perlu untuk memaparkan informasi terkait negeri kita yang ternyata ‘rawan terhadap banyak bencana”. Sumber informasi saya peroleh dari BNPB saat acara Kompasiana Nangkring Bareng BNPB pada Kamis (18/8/2016) di Jakarta. Informasi yang tentu perlu dan penting serta valid karena bersumber dari badan yang berperan sebagai ‘komandan’ dalam kesiagaan bencana nasional.

Negeri Rawan Bencana  

Bencana terjadi dimana saja termasuk di tanah air. ‘Ngerii’ menilik catatan BNPB tentang daerah-daerah rawan bencana yang disampaikan DR. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si., APU (Kapusdatin Humas BNPB) saat acara Kompasiana Nangkring Bareng BNPB pada Kamis (18/8/2016) di Jakarta. Sutopo menyebutkan bahwa wilayah Indonesia rawan terhadap gempa bumi, baik dari jalur subduksi maupun sesar yang ada di daratan. Penataan ruang pada daerah rawan gempa sangat berperan penting. Sebab bukan gempa yang menyebabkan korban, tapi kualitas bangunan yang menyebabkan korban jiwa. 

Bukan itu saja, jika diklasifikasi dalam kategori rawan gempa, wilayah tanah air sangat rentan. Lihat denah BNPB dibawah ini, menyangkut lokasi gempa di Indonesia pada 1973-2014. BNPB mencatat ada 153 kabupaten/kota berada di zona gempa bahaya tinggi; 60,9 juta jiwa. Sementara 232 kabupaten/kota berada di zona gempa bahaya sedang; 142,1 juta jiwa.

Rawan Gempa dari materi Pak Sutopo BNPB. (FOTO GANENDRA)

Kategori rawan tsunami, BNPB mencatat antara 1629 sampai 2014 terdapat 173 kejadian tsunami besar dan kecil. Mulai dari ujung Indonesia bagian Barat, terjadi di Aceh 2004. Ada lagi di Jawa (Pangandaran, Banyuwangi), lalu Flores pada 1992 hingga ujung Indonesia timur di Biak 1996.

Indonesia juga rawan bencana letusan gunung api. Tercatat ada 127 gunungapi aktif (13% gunung api di dunia). Ada 75 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari erupsi gunung api di Indonesia. Ada 3,85 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari erupsi gunung api. Bahkan letusan Gunung Toba purba pada 73.000 tahun lalu tercatat sebagai salah satu letusan gunung berapi terhebat dalam sejarah kehidupan manusia. Letusan dahsyatnya disebut-sebut hampir memusnahkan umat manusia di bumi.

Indonesia rawan tsunami dari materi Pak Sutopo BNPB. (FOTO GANENDRA)

Edukasi Siaga Bencana, Penting dan Perlu

Apakah masyarakat Indonesia sudah siap menghadapi bencana? “Belum,” kata Sutopo saat acara Nangkring Kompasiana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline