"Remaja hari ini, adalah pelanggan tetap hari esok!"
MOTTO Phillip Morris, produsen rokok yang mendunia itu terdengar sangat mengerikan. Bagaimana tidak, pernyataan itu seakan menggambarkan bahwa generasi muda adalah ‘miliknya.’ Milik sebagai pangsa pasar utama bisnis keuntungan yang sudah siap tersedia di depan mata. Lalu dimana kita berada?
***
Aku masih teringat jelas, dulu saat pertama kali merokok saat masih duduk di bangku SMP. Yaaa masa remaja ingusan. Masih sesekali saja pada awalnya. Di warung di luar sekolah, sering kulakukan di saat jam istirahat, makan dan setelahnya merokok. Demi pertemanan dan pergaulan sesame teman.
“Kamu gak temenan. Kamu banci,” begitu kata teman-teman se-genk kalau ada yang menolak merokok. Meski tau bahwa merokok, tak bagus buat kesehatan, yaaa tetap saja dilakukan. Toh banyak yang merokok. Begitu kira-kira di benak dulu. Tentu saja sembunyi-sembunyi biar guru dan orangtua tidak tau.
Fenomena seperti itu, aku pikir banyak terjadi di kalangan remaja. Apalagi jaman sekarang ini. Semakin miris saja. Sering terlihat di tempat-tempat umum, siswa berseragam merah putih, sudah mengepulkan asap rokok dari bibirnya. Terang-terangan pulak. Tak sungkan, atau takut lagi bahkan dengan guru mau pun orang rumah.
“Biar keren,” itu yang mungkin ada dalam kepala mereka. Lebih prihatin lagi bukan hanya cowok namun sudah melanda cewek, meski sembunyi-sembunyi. Pernah lihat khan foto-foto aksi merokok cowok maupun cewek di lini masa medsos? Bikin merinding bulu kuduk. Merinding?
Coba tengok data dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI ini. Data tentang prevalensi perokok remaja usia 15-19 sejak 1995 – 2013. Menurut dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, selaku Kepala Sub Direktorat Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, bahwa pada 1995, ada 13 % perokok laki-laki artinya ada 1 orang perokok di antara 10 orang.
“Namun sekarang pada 2010 – 2013, ada sebesar 37%, artinya ada 1 orang perokok diantara 3 orang yang merokok,” jelas dr. Theresia saat menjadi pembicara di acara Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2016 di Ditjen P2P Kemenkes RI Gd D Lantai 4 Jalan Percetakan Negara No. 29 Jakarta, Selasa (24/5/2016).
Sementara dilihat proporsi perokok pemula usia 10 – 14 tahun pada 1995 – 2013 naik 2 kali lipat. Kalau 18 % anak usia 10-14 tahun sudah mulai merokok. Ini usia SD! Pemula usia 10-14 mulai merokok di masyarakat semakin menjadi hal yang biasa.
Ingat kasus anak-anak yang aktif sebagai perokok, seperti kasus Sandi Adisusanto di Malang dan Aldi dari Banyuwangi yang telah ‘nyandu’ rokok sejak usia dini. Lalu apa kita membenarkan yang biasa? Atau membiasakan yang benar?