hujan tlah berhenti bersenandung
pagi itu, cahaya mentari lamat mengintip dari celah jendela kayu
sayang, tiada embun yang tertinggal di rerumputan
tempat berkaca alam pada sejumput paras hakikinya
di ujung kelambu, engkaukah bermalasan?
bukan
bukan
tapi menangguk kesedihan
terisak dalam-dalam pada airmata kenangan
lama, tiada terlupa oleh waktu yang kejam menelan
dulu kau ketuk pintu-pintu cinta di tengah bara api segitiga
dan kau lumat manis senandung sang kumbang durjana
buah khuldi tlah terlambat termuntahkan
dan engkau merajut jalan berkerikil tajam
tiada kesadaran
atas nama ‘aku’ sang pujaan
tanpa lafal ayat-ayat surau penjaga
tanpa restu kediaman telapak surga
engkau meniti jalan berbunga aroma nestapa
lalu jemari kecil menggapai-gapai di tangis sela
tanpa pernah mengenal siapa sang perkasa, pengukirnya
hingga waktu kian menjauh pergi
dan ramadan menawarkan ampunan terpuji
engkau termangu di roman-roman peti
menangisi imanmu pada Ilahi
*
hujan tlah berhenti bersenandung
pagi itu, cahaya mentari lamat mengintip dari celah jendela kayu
sayang, tiada embun yang tertinggal di rerumputan
tempat berkaca alam pada sejumput paras hakikinya
***
Wonogiri – 16 Juli 2015
@rahabganendra
Sumber Gambar Ilustrasi
Silakan melihat karya peserta lain di akun Fiksiana Community