Aku malu berdoa lagi
kala ucapku penuh gerutu
menghujat datangnya matahari waktu
"kenapa pagi-pagi terikmu mengganggu tidurku?"
Aku malu berdoa lagi
ketika hujan tak kusyukuri
mata hati, mati
tak lagi mengenali, sejati rintik-Mu lagi
Aku malu berdoa lagi
kalau surga itu tak lagi kuimani di Langit tinggi
malah kuseret dalam ego kemenangan duniawi
dan gemuruh memusuhi
menjadi tuhan yang kuabdi
Aku malu berdoa lagi
saat ingkar jadi kata hati sanubari
dan setiap relung indera mencampakkan esensi sejati
tuhankan duniawi ilusi
Aku malu berdoa lagi
kala ku hanya percaya bahasa intimidasi
memuja arogansi dan benci
dengan rasa pongah menghakimi
nafikan tengadah tangan mohon yang hakiki
Aku malu berdoa lagi
ketika aku alpa sebagai hamba
dan tak kenal bahwa esensi meminta
bukanlah memperkosa
Aku takkan mungkin berdoa lagi
kala sunyi waktu
tanpa makna, begitu saja berlalu
dan takaburku
meniadakan keberAdaan-Mu
***
Jakarta, 22 Februari 2019
@rahabganendra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H