Lihat ke Halaman Asli

Rachmat Pudiyanto

TERVERIFIKASI

Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

Senjakala

Diperbarui: 7 Januari 2016   02:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*

/1/

tersebab tangis malam merajuk pada semesta
tergelincirlah sang surya di pelupuk alam raya
dan menari, menarilah kunang di altar taman-taman gulita
bernyanyi tentang kekuasaan baru yang menelurkan dunia

/2/

aku berkemas, dari nyanyian hati yang sedari dulu mengiang dengingan rindu
bagai camar yang merayu pada samudera hentikan ombak gaduhnya
lalu terbang melesat letih di sekujur pori syaraf-syaraf pelantun asmara
namun tidaklah lenyap, masih ada bercak-bercak tanpa noda yang tersisa

/3/

menuju redup senjakala
hidup apa gairahnya?
alang-alang bertanya
senja menggelengkan kepala

/4/

mungkin bunga-bunga yang mekar oleh matahari bukanlah surgaku
mungkin angin sepoi-sepoi penabur ingatan lama bukanlah pengasuh itu
mungkin gerimis kecil yang menghidupi tunas-tunas bukanlah air kehidupan bak susu ibu
mungkin senja di bibir cakrawala bukanlah pertanda malam menghampiri sedang merindu

/5/

mungkin karena tak ada dalam garis tanganku
dan diantara gelombang hitungan riak-riak waktu
di beberapa titik jalan, aku mesti sadari
bahwa seseorang tidak ditakdirkan dalam ruang hidup, meski ada di dalam hati

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline