Rahab Ganendra No 007
menyengat panas, aku udah tak risau cemas
dingin menusuk raga, aku sudah terbiasa
menghisap debu-debu jalanan,sudah menjadi konsumsi harian
dicibir berlabel sampah perkotaan, sudah tak kudengarkan
nasib siapa yang kehendakkan
takdir siapa yang tentukan
garis hidup mesti ditempuh
dengan sukacita dan keringat peluh
jalanan berdebu adalah taman surga bermainku
kolong jembatan adalah tempat teduh tinggalku
kerasnya alam kota menjadi sekolah belajarku
tanpa bangku
tanpa sepatu
tanpa seragam baju
tanpa peduli itu, demi ilmu
lihatlah aku bisa menggambar
di dinding-dinding mural yang terhampar
lihatlah aku bisa membaca
meski belum jelas seperti apa huruf a
lihatlah aku bisa tersenyum
di kolong langit rembulan berkuntum
lihatlah aku masih genggam mimpi-mimpi
yang kugantungkan di setiap besi karat jembatan sisi
terbacakah disana
di lapisan kertas kumal pembungkus kaleng tjap nona
bertumpuk menjadi buku-buku pencatat rasa
coretan-coretan tanpa kalimat kata
terlihatkah disana
aku berlarian diantara bus-bus kota
dengan sepatu kumal bercita-cita
kelak yang membawaku berlari diantara surga
meski
ibuku lama tak kembali
bapakku entah kemana pergi
di istana kardus aku menanti
dan tanpa henti merajut harapan mimpi-mimpi
berbekal sabar menanti
pada uluran waktu yang berbaik hati
lalu membawa mereka pulang kembali
memelukku di siang, malam dan pagi hari