Lihat ke Halaman Asli

Mengatasi Temper Tantrum pada Anak dengan Modifikasi Perilaku

Diperbarui: 7 Juni 2023   22:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : pexels.com

Anak usia dini umumnya dikenal sebagai anak prasekolah yang mengacu pada anak usia 0-6 tahun yang berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa. Pada masa ini, anak memiliki tingkat minat yang tinggi, dapat meniru apapun yang dilihat atau didengarnya, dan mulai menggambarkan perasaannya. Anak usia dini terdiri dari enam aspek perkembangan: kognitif, agama dan moral, linguistik, fisik-motorik, seni, dan sosial-emosional. Salah satu aspek perkembangan tersebut ialah aspek sosial-emosional, dimana anak mulai mengenal perasaan senang, sedih, marah, kecewa, dan sebagainya, sehingga hal ini perlu diperhatikan agar anak usia dini dapat memahami, mengelola, dan mengekspresikan emosi yang dimilikinya (Imtikhani Nurfadilah, 2021).

Berkaitan dengan hal tersebut terdapat permasalahan yang sering muncul pada anak usia dini ialah anak mengalami kesulitan dalam memahami, mengelola, dan mengungkapkan perasaannya. Ketika keinginannya tidak terwujud, seorang anak mungkin menangis dan bahkan berguling-guling di lantai, menyerang atau memukul orang lain, dan melemparkan barang-barang ke sekelilingnya. Ketika anak usia dini menunjukkan emosinya, orang tua atau pendidik harus dapat membimbingnya agar dapat mengekspresikan dan menyalurkan emosinya secara sehat. Di sisi lain, jika orang tua tidak mengajari anaknya cara menyalurkan emosi dengan tepat, perasaan tersebut akan menumpuk dan sewaktu-waktu meledak tak terkendali. Hal tersebut dapat disebut dengan temper tantrum.

Temper tantrum perilaku berlebihan pada anak dengan gejala klinis keras kepala, menantang, membangkang, melawan, berontak, marah, kata-kata kasar, menangis, menjerit, berteriak, berguling-guling, menendang, membenturkan kepala ke dinding, menarik rambut, memukul, dan melempar barang akibat kesulitan dalam menyalurkan emosi. Temper tantrum yang sering terjadi pada anak prasekolah, tetapi tidak normal jika terjadi setiap hari (Fithriyah et al., 2019). 

Temper tantrum memiliki berbagai dampak yang merugikan bagi anak-anak. Dampak buruk jangka pendek ialah termasuk kemarahan anak-anak yang diwujudkan melalui melukai diri mereka sendiri dan orang lain atau penghancuran barang-barang di sekitar mereka, serta emosi dan agresi yang tidak terkendali. Sedangkan dalam jangka panjang, anak-anak dapat mengalami kerusakan tubuh akibat ledakan emosi; mereka tidak akan mampu mengatasi lingkungan mereka, menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, dan tidak bisa memecahkan masalah. Anak-anak dengan emosi yang tidak normal juga berkaitan dengan kriminalitas di masa remajanya karena mereka memiliki sedikit kontrol diri dan mudah marah. Jika temper tantrum dibiarkan berlanjut, bisa berdampak pada perkembangan emosi anak dimasa selanjutnya.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), populasi anak usia dini di Indonesia diperkirakan mencapai 30,73 juta pada tahun 2022. Pada tahun 2019, jumlah tantrum per 10.000 anak di Indonesia mencapai 152 (0,150,2%), naik signifikan dari 2-4 per 10.000 anak sepuluh tahun sebelumnya. Temper tantrum sering terjadi pada balita di Indonesia, dimana 23-83% anak usia 2-4 tahun pernah mengalaminya. 

Temper tantrum dianggap normal jika terjadi antara usia 1-4 tahun dan berlangsung 10 hingga 15 menit. Sementara itu, temper tantrum dianggap tidak normal jika berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi lebih dari lima kali sehari pada anak usia 5 tahun (Fithriyah et al., 2019).

Salah satu cara yang dapat digunakan oleh orang tua atau pendidik untuk mengatasi perilaku temper tantrum pada anak usia dini adalah dengan modifikasi perilaku. 

Modifikasi perilaku adalah salah satu upaya, prosedur, atau tindakan yang dilakukan untuk mengubah perilaku dengan membangun perilaku baru dan mengembangkan perilaku baru untuk mengatasi kekurangan perilaku dan menghentikan perilaku yang tidak diinginkan (Asri, 2021). 

Untuk mengatasi atau mengurangi temper tantrum pada anak usia dini dapat digunakan metode hukuman berupa teknik time out. Pendekatan time-out adalah teknik berbasis hukuman untuk memodifikasi perilaku bermasalah pada anak dengan menempatkan anak dalam pengaturan terbatas sementara dan tetap diamati untuk mengurangi perilaku menyimpang pada anak. Dalam praktiknya, ketika seorang anak mengalami temper tantrum, anak tersebut segera dikeluarkan dari ruangan dan ke tempat yang terisolasi atau tempat yang kosong dan terkurung, serta membiarkan anak melampiaskan emosinya dengan cara disingkirkan dari sumber tantrumnya (Rohmah, 2021). Selama periode time-out, orang tua atau pendidik diizinkan untuk mengawasi dan berbicara dengan anak-anak mereka. Apabila anak masih mengalami tantrum dan melanggar peraturan time out, maka orang tua atau pendidik dapat mengembalikan anak ke ruang isolasi, hingga anak dapat mengontrol emosinya dan menjadi lebih tenang.

Dengan demikian, modifikasi perilaku anak usia dini dapat menjadi salah satu strategi yang dapat diterapkan oleh orang tua dan pendidik untuk mengatasi perilaku yang tidak diinginkan pada anak usia dini, seperti temper tantrum. Melalui modifikasi perilaku, anak yang mengalami temper tantrum diyakini dapat menumbuhkan, memahami, mengendalikan, dan mengekspresikan emosinya, baik yang negatif maupun yang positif, sehingga memungkinkan mereka untuk mampu bersosialisasi, berkomunikasi, dan mengeksplorasi lingkungannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline